Undang Undang Hak Cipta Adalah

Alat pernapasan, 18 Mei 2022 | 22:38 WIB

print this page Cetak
Dibaca: 9723871

  • Mahkamah Konstitusi menggelar sidang lanjutan pengujian Undang-Undang Nomor 28 Waktu 2022 akan halnya Properti Cipta secara daring dengan agenda mendengarkan proklamasi pihak terkait, Paru-paru (18/05) di Ira SIdang MK. Foto Humas/Ifa.

    Image 1

  • Marcell Siahaan selaku kuasa hukum Pihak Tersapu memberikan keterangannya secara daring pada sidang lanjutan uji Undang-Undang Nomor 28 Masa 2022 akan halnya Hak Cipta, Rabu (18/05). Foto Humas/Ifa.

    Image 2

  • Image 3

  • TERKAIT:

    JAKARTA, HUMAS MKRI –
    Hak cipta pada prinsipnya tidak dapat dimiliki secara mutlak dan minus paser waktu sehingga konsep kepemilikannya secara mutlak menjadi tidak relevan. Lakukan mendapatkan ekonomi atas suatu ciptaan, Undang-Undang Hak paten sudah mengatak paser waktu dari pemanfaatan suatu ciptaan melalui hak ekonominya dengan bermacam ragam cara. Dengan demikian nasib baik memiliki tersebut dapat dialihkan melalui suatu perjanjian lisensi dan tidak dengan suatu perjanjian jual kotong (sold rumah) atau pengalihan tanpa tenggang waktu sehingga pengalihan peruntungan ekonomi tidak menimbulkan hak nasib baik secara mutlak.

    Hal tersebut disampaikan oleh Marcellius Seri H. Siahaan (Marcell Siahaan) secara daring privat sidang keenam pengujian Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2022 tentang Hak Cipta (UU Hak Cipta) yang digelar di Perdata Konstitusi (MK) pada Alat pernapasan (18/5/2022). Sidang perkara Nomor 63/PUU-XIX/2021 ini diajukan maka dari itu PT Musica Studios. Sedangkan agenda sidang adalah mendengar keterangan Pihak Terkait adalah Puji Rahaesita, Slamet Adriyadie, Sugito, dan Richard Kyoto. Para Pihak Terkait menyerahkan kuasa kepada Marcell Siahaan dkk dari Tim Advokat Oktroi dan Pelaku Pertunjukan.

    Kian lanjur Marcell menyatakan Pasal 18, Pasal 30, dan Pasal 122 UU Peruntungan Cipta yang menjadi objek permohonan ini yakni ketentuan-ketentuan yang konstitusional. Sebab norma tersebut bertujuan memberikan penjagaan yang layak bagi hak pembentuk dan praktisi pergelaran. Dengan arti kata, jelas Marcell, produser fonogram dapat memperoleh properti ekonomi dari pencipta melalui perjanjian jual kotong atau
    sold kondominium
    sonder senggat waktu sebelum berlakunya UU
    a quo
    dengan mengeksploitasi hak ekonomi sejauh 25 perian atau setengah dari masa 50 tahun buat peruntungan ekonomi produser fonogram sebagaimana diatur intern Pasal 63 ayat (1) abc b UU Hak paten. Temporer cak bagi sisa mulai sejak masa proteksi tersebut harusnya properti ekonomi yang telah diperoleh oleh produser fonogram itu dikembalikan kepada perakit dan pelaku atraksi dengan menanyakan izin kepada pencipta dan pelaku pertunjukan apabila hendak meneruskan pengusahaan atas ciptaan-ciptaannya sehingga pencipta dan pelaku pertunjukan boleh punya posisi batal yang setara bikin memperoleh penghargaan yang kian layak.

    “Dengan demikian Pasal 18, Pasal 30, dan Pasal 122 Undang-Undang Oktroi mutakadim menciptakan kepastian, kesetaraan kedudukan penyelenggara, pelaku pertunjukan, dan para produser fonogram,” jelas Marcell internal sidang yang dipimpin Ketua MK Anwar Usman dari Ruang Sidang Pleno MK.

    Mencakup Ciptaan Karya Tulis

    Marcell juga mengistilahkan ketentuan Pasal 18 dan Pasal 122 UU Oktroi tidak hanya mengeset mengenai lagu dan musik, saja juga mencakup ciptaan sosi dan semua hasil karya catat lainnya. Para Pihak Tersapu mengintai, Pengasosiasi dalam perkara ini saja mendalilkan tercalit konteks ciptaan lagu dan musik sonder mempertimbangkan dampaknya untuk ciptaan buku atau karya tulis lainnya. Dengan tidak menimang perlindungan yang main-main bagi ciptaan gerendel dan karya catat lainnya ini, menurut para Pihak Terkait, Obat membiji norma
    a quo
    secara sebagian-sebagian dan tidak lengkap.

    “Sehingga ialah tidak adil apabila permohonan
    a quo
    yang saja mengulas keberlakuan Pasal 18 dan Pasal 122 Undang-Undang Hoki Cipta terhadap ciptaan lagu dan/alias musik kemudian masin lidah dan putusannya berlaku pun bakal ciptaan anak kunci dan/maupun karya tulis lainnya,” papar Marcell.

    Sebelum mengakhiri persidangan hari ini, Ketua MK Anwar Usman menyebutkan sidang berikutnya akan digepar plong Selasa, 14 Juni 2022 martil 11.00 WIB dengan agenda mendengarkan pesiaran dari 2 pandai dan 1 martir berpangkal Pemohon.

    Baca kembali:

    PT Musica Studios Persoalkan Ketentuan Batas Musim Kepunyaan Milik n domestik UU Hak cipta

    PT Musica Studios Kurangi Pasal Pengujian UU Hak Cipta

    DPR: Pencipta Semoga Mendapatkan Banyak Keuntungan Ekonomi

    Piyu Padi Anggap Adat Paser Waktu Batas Hak cipta Lindungi Pencipta Lagu

    Hak cipta di Netra Para Musisi

    Bagaikan informasi, permohonan Nomor 63/PUU-XIX/2021 privat perkara pengujian UU Hak paten dimohonkan makanya PT Musica Studios. Pemohon mengujikan Pasal 18, Pasal 30, Pasal 122 UU Oktroi. Menurut Pemohon, kodrat pasal-pasal yang diujikan tersebut bentrok dengan Pasal 28D ayat (1), Pasal 28H ayat (4), dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945.

    Pasal 18 UU Oktroi menyatakan, “Ciptaan buku, dan/atau semua hasil karya tulis lainnya, lagu dan/atau irama dengan maupun minus teks nan dialihkan dalam perjanjian jual putus dan/atau pengalihan minus batas waktu, Hak Ciptanya beralih pun kepada Pereka cipta bilamana perjanjian tersebut hingga ke jangka waktu 25 (dua puluh lima) waktu.” Kemudian Pasal 30 UU Hak paten menyatakan, “Karya Pegiat Pementasan berupa lagu dan/atau nada yang dialihkan dan/alias dijual eigendom ekonominya, kepemilikan kepunyaan ekonominya beralih pula kepada Pelaku pertunjukan setelah jangka waktu 25 (dua puluh lima) tahun.”

    Pembeli pada intinya mendalilkan Pasal 18 UU Oktroi membendung peruntungan kepunyaan Pelamar atas suatu karya yang telah dilakukan perjanjian beli putus. Sebab pasal tersebut menyerahkan ketentuan batas waktu atas sebuah karya cipta, yang kemudian suatu karya tersebut harus dikembalikan pada pemilik cipta setelah 25 tahun. Pemohon membiji ketentuan tersebut merugikan karena doang berstatus sebagai penyewa dan sewaktu-waktu harus mengembalikan hak tersebut sreg pencipta karya.

    Selain itu, Pemohon mengungkapkan kehabisan hak ekonomi atas berlakunya garis hidup Pasal 122 UU Oktroi. Dengan dikembalikannya hak cipta kepada pencipta, Pemohon tidak boleh mengambil sagu hati atas pemakaian nan dilakukan pihak lain atas atas fonogram dari sebuah karya tersebut. Oleh karenanya, Pemohon internal petitum meminang MK menyatakan Pasal 18, Pasal 30, dan Pasal 122 UU Hak Cipta bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak punya kebaikan hukum mengikat.

    Dabir: Sri Pujianti

    Pengedit: Nur R.

    Humas: Tiara Agustina.

    Source: https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=18207&menu=2

    Posted by: gamadelic.com