Suku Yang Mendiami Daerah Sulawesi

Dengan keberagam suku di tanah tumpah Indonesia, terdapat kembali berbagai kaki di Pulau Sulawesi nan wajib kamu ketahui pula. Kita luang seorang bahwa Indonesia merupakan negara gugusan pulau terbesar di dunia dengan total pulau mencapai sekeliling 17.000.

Dari 17.000 pulau tersebut, 7.000 diantaranya merupakan pulau yang dihuni oleh manusia. Pulau Sulawesi yakni suatu bersumber 7.000 pulau itu yang terletak di Indonesia episode timur.

Pulau Sulawesi sendiri menempati posisi keempat ibarat pulau terbesar yang ada di Indonesia dengan luas setakat sekitar 174.600 kilometer persegi. Pulau ini diapit oleh dua pulau ki akbar lainnya, yakni Kepulauan Maluku dan Pulau Kalimantan.

Secara administratif, Pulau Sulawesi dibagi menjadi heksa- wilayah, merupakan Sulawesi Barat dengan ibukota Mamuju, Sulawesi Tengah dengan ibukota Pemukul, Sulawesi Selatan dengan ibukota Makassar, Gorontalo dengan ibukota Gorontalo, Sulawesi Utara dengan ibukota Manado, dan Sulawesi Tenggara dengan ibukota Kendari.

Seperti bilang pulau berpenghuni di Indonesia yang lain, Pulau Sulawesi juga mempunyai substansi budaya nan luar jamak. Keragaman budaya tersebut tidak lain dan tidak bukan merupakan hasil karya dari berbagai suku di Pulau Sulawesi. Salah satu suku  di Pulau Sulawesi yang paling dominan yaitu Suku Bugis. Maka tak heran, apabila Beliau menyadran ke Sulawesi akan silam mudah menemukan orang dari Bugis.

Namun, selain Suku Bugis masih ada banyak kaki-suku bukan yang mendiami Pulau Sulawesi. Tidak sekadar mendiami, kaki-suku tersebut pula terus melestarikan budaya khas dan pagar adat yang mereka miliki. Kata sandang ini akan melayani pembahasan adapun beraneka rupa suku di pulau Sulawesi yang sudah berakibat dirangkum oleh Gramedia.com. Yuk simak selengkapnya!

A. Berbagai macam Suku di Pulau Sulawesi

1. Kaki Bugis

Tungkai di Pulau Sulawesi yang permulaan adalah Suku Bugis menjadi salah satu tungkai yang memiliki populasi paling kecil banyak di Pulau Sulawesi. Selain itu, masyarakat berpangkal Kaki Bugis pula telah banyak menyebar di seluruh provinsi Sulawesi Selatan, Tenggara, setakat Sulawesi Paruh.

Suku Bugis sendiri bisa dikatakan sebagai tungkai yang tertulis ke intern golongan tungkai Deutro Melayu atau Melayu Cukup umur dan mengerjakan bermigrasi pada sekitar 3000 SM hingga 1200 SM.

Masyarakat dari Suku Bugis baku menggunakan bahasa Bugis seumpama peranti komunikasi sehari-hari. Laksana bahasa dari suku nan besar, bahasa Bugis juga telah memiliki sejumlah dialek, berangkat mulai sejak dialek Pinrang yang mirip dengan dialek Sidrap.

Enggak cuma itu, Tungkai Bugis juga populer dengan mal tali peranti nan sangat unik. Masyarakat Bugis mempunyai tradisi merantau atau meninggalkan kampung pekarangan yang kuat nan secara terban temurun diwariskan sejak ke-17.

Keadaan ini yang dianggap menjadikan Suku Bugis menjadi suku dengan populasi yang besar karena kewiraan dan keterusterangan dengan satu kejadian nan baru.



2. Tungkai Mandar

Tungkai di Pulau Sulawesi yang kedua adalah Suku Mandar. Sanding sekufu seperti Suku Bugis, Kaki Mandar juga memiliki jumlah penghuni yang besar dan tersebar di berbagai kawasan, seperti Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Paruh.

Diketahui dempang sekitar 90 persen masyarakat dari Suku Mandar memeluk agama Selam, sementara sisanya merupakan penganut agama Kristen.

Sebagai suku dengan mayoritas penduduk beragama Selam, ada beberapa budaya dari Suku Mandar yang menyajikan nuansa agama Islam yang kuat, misalnya sama dengan Sayyang Pattudu. Sayyang Pattudu sendiri dapat dipahami sebagai kata majemuk rasa syukur bikin program khataman Al Qur;an.

Selain itu, suku Mandar pun punya berbagai acara tradisional, misalnya seperti Mappande Sasi. Programa ini digelar dengan tujuan bikin menolak bencana sejauh melaut. Kemudian, ada juga Passandeq nan diselenggarakan sebagai tali peranti berlayar dengan sebuah perahu yang diberi etiket Sandeq.

3. Suku Toraja

Suku di Pulau Sulawesi yang ketiga adalah Suku Toraja. Kaki Toraja seorang adalah kaki yang tinggal di daerah gunung-gemunung bagian utara berpunca Provinsi Sulawesi Selatan. Masyarakat dari Suku Toraja banyak tersebar di beberapa daerah, start berusul Kabupaten Tana Toraja, Mamasa, dan Toraja Utara.

Sebagian ki akbar masyarakat bersumber Suku Toraja merupakan pemeluk agama Kristen Protestan, provisional agama dengan jumlah pemeluk tertinggi kedua dari Suku Toraja ialah Katolik.

Dalam atma sehari-hari, publik toraja biasa menggunakan bahasa dari Suku Toraja dalam, seperti Toraja-Sa’dan, Mamasa, Ta’e, Talondo’, Kalumpang, dan Toala’.

Sementara itu, buat memenuhi kebutuhan sehari-masa, masyarakat Tungkai Toraja menggantungkan vitalitas dengan bertani dan berkebun. Sejumlah komoditas nan dihasilkan antara lain yaitu, sayuran, cengkeh, cokelat, vanili, lada, dan pertinggal. Hal itu berkaitan dengan kondisi geografisnya yang berada di provinsi pegunungan, jurang, dan perbukitan.

4. Suku Makassar

Suku di Pulau Sulawesi keempat yaitu Suku Makassar pada dasarnya merupakan sebutan atau label Melayu kerjakan suku nan hidup di area tepi laut kidul dari Pulau Sulawesi. Kaki Makassar sendiri tercantum ke intern rumpun bahasa Bentong, Selajar, hingga Konjo.

Masyarakat dari Suku Makassar banyak yang terlampau Kota Makassar, Kabupaten Gowa, Kabupaten Maros, Kabupaten Takalar, Jeneponto, Selayar, dan Bantaeng.

Tungkai Makassar atau orang Makassar menjuluki dirinya dengan istilah Mangkasra. Kata Mangkasra dapat dimaknai bak mereka yang memiliki sifat yang melangah kepada siapapun.

Hal ini dikarenakan Tungkai Makassar sudah dikenal luas dengan keberanian dan semangat penakluknya. Cuma, Kaki Makassar tetap menjunjung hierarki angka demokrasi nan terserah di dalam sebuah sistem pemerintahan.

5. Suku Buton

Suku di Pulau Sulawesi kelima merupakan Suku Buton merupakan keunggulan buat masyarakat nan lampau dan kehidupan di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Masyarakat terbit Buton telah memiliki budaya yang kental untuk menjadi seorang awak kapal.

Maka enggak heran, apabila banyak yang menyebut suku ini bak tungkai awak kapal. Sama seperti suku Bugis dan Mandar, suku Buton juga telah menjelajah dan merantau sebagai matros ke beraneka rupa penjuru Nusantara.

Sebagian besar publik Buton merupakan pemeluk agama Islam. Darurat, bahasa yang digunakan oleh masyarakat Buton adalah bahasa dari suku Buton koteng, yaitu bahasa Wolio. Bahasa Wolio menjadi bahasa seremonial di era pemerintahan kesultanan Buton.

6. Kaki Minahasa

Suku di Pulau Sulawesi nan keenam adalah Sebagian samudra awam dari Kaki Minahasa dulu di kawasan Sulawesi Paksina. Kaki Minahasa boleh dikatakan sebagai suku terbesar nan ada di Daerah Sulawesi Utara.

Kaki Minahasa koteng dalam sehari-hari memperalat majemuk bahasa, berangkat berbunga bahasa Manado, Tombulu, Tonsawang, Tonsea, dan bahasa Tontemboan.

Sebagian besar masyarakat Minahasa ialah pemeluk agama Kristen Protestan dengan besaran sekitar 80 uang lelah dari populasi. Sementara, 20 persen semenjak masyarakat Minahasa merupakan pemeluk Islam, Hindu, setakat Buddha.

Selain itu, suku Minahasa juga mempunyai berbagai rupa warisan budaya yang idiosinkratis, yaitu seperti mana Tari Maengket, Tari Kabasaran, dan sebuah alat musik nan terbuat bersumber tiang dikenal dengan sebutan Kolintang.



7. Suku Talaud

Suku di Pulau Sulawesi nan ketujuh yakni Suku Talaud ialah suku yang tinggal di Provinsi Sulawesi Utara, tepatnya di kepulauan Caling dan pulau-pulau kerdil lainnya yang gemuk di Kabupaten Talaud.

Kabupaten Talaud ini adalah kabupaten terluar Indonesia dengan wilayah yang berbatasan langsung dengan wilayah Filipina. Bukan heran, ada beberapa pemukim mulai sejak suku Talaud yang tinggal di Filipina.

Istilah Talaud sendiri lega dasarnya yakni Taloda yang memiliki makna umpama orang laut. Hal ini dapat dilihat bermula negeri tempat tinggal dan alat penglihatan pencaharian Kaki Talaud sebagai seorang nelayan ikan. Sementara, penghuni tungkai Talaud nan subur di pedesaan memiliki profesi sebagai petani umbi-umbian.

Tungkai Talaud sendiri punya bahasa dengan enam dialek. Bilang dialek berusul suku Talaud yaitu Essang, Karakelang, Sali-Sabu, Nanusa, Miangas, dan Kabaruan.

Bahasa berusul suku Talaud koteng memiliki beberapa tingkatan seperti bahasa Jawa dan bahasa Sunda. Bahasa Talaud memiliki tinggi lumat, semenjana, dan karuan saja kasar. Namun, ada banyak publik dari suku Talaud pun menggunakan bahasa Melayu Manado.

8. Tungkai Balaesang

Suku di Pulau Sulawesi yang kedelapan ialah Suku Balaesang adalah suku yang tinggal di Provinsi Sulawesi Tengah, tepatnya di Kabupaten Donggala, Kecamatan Balaesang. Suku Balaesang sendiri masih termasuk ke dalam sub dari suku Tomini.

Awam Balaesang Timur dikenal sebagai tungkai yang mempunyai kearifan domestik berupa bergabung dengan tunggul. Bukti tersebut dapat dilihat berasal kelestarian alam yang cak semau di Danau Rano.

Masyarakat semenjak kaki Balaesang bukan memperbolehkan perahu mesin digunakan di Situ Rano, hal ini dikhawatirkan akan mengakibatkan air danau menjadi tercemar.

9. Suku Tolaki

Kaki di Pulau Sulawesi yang kesembilan adalah Suku Tolaki bisa disebut misal tungkai terbesar yang ada di negeri Sulawesi Tenggara. Suku Tolaki sendiri ialah kaki salih bermula Kota Kendari dan Kabupaten Kolaka.

Di Konawe jihat utara, cak semau banyak sekali jejak peradaban yang dimiliki oleh Tungkai Tolaki ini. Hal ini sekali lagi telah dibuktikan dengan adanya peninggalan arkeologi di beberapa goa atau kumapo.

Bahasa yang digunakan oleh suku Tolaki sehari-waktu yakni Bahasa Tolaki. Bahasa Tolaki sendiri punya bilang dialek nan khas, misalnya seperti wiwirano, asera, konawe, mekongga, dan laiwui.

Bahasa Tolaki juga merupakan bahasa yang menggunakan dua tinggi bahasa, nan pertama untuk khalayak yang dihormati dan yang kedua untuk orang yang segolongan atau sebaya.

Beralaskan data sensus penduduk yang dilakukan lega musim 2022 silam, total penduduk berusul Kaki Tolaki hingga ke sekitar 900.000 jiwa. Mayoritas penduduk berpangkal kaki Tolaki merupakan pemeluk agama Islam.

10. Suku Pattae

Suku di Pulau Sulawesi nan kesepuluh adalah suku yang berasal dari Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat, yaitu Suku Pattae. Sebagian ki akbar masyarakat dari suku Pattae menetap di Kecamatan Matakali sampai ke tepian Kabupaten Pinrang. Dalam kesehariannya, awam Pattae berkomunikasi dengan dialek khas Pattae.

Selain itu, masyarakat pecah suku Pattae banyak yang bermata pencaharian sebagai petani. Sejumlah komoditas yang ditanam, yaitu seperti antah dan jagung. Belaka, beberapa juga ada yang menanam sayur-sayuran hingga surat.

Diketahui bahwa mayoritas masyarakat berpokok Suku Pattae merupakan pemeluk agama Islam. Situasi ini yang menjadikan banyak budaya dan leluri yang mengandung nuansa Islam yang adv amat kental.

Leluri bernuansa islami yang masih diwariskan secara turun temurun maka itu Suku Pattae hingga saat ini adalah Pa’bongian maupun Ma’bongi. Hampir setimpal sama dengan tradisi yang ada di Jawa dan Bugis, Kedua leluri tersebut diselenggarakan n domestik rancangan memperingati kematian sanak dan keluarga maupun kerabat nan telah meninggal dunia.

Upacara Pa’bongian atau Ma’bongi ini dilakukan mulai pecah hari ke-3. Kemudian, akan dilanjutkan hingga hari ke-100. Beberapa rutinitas wajib yang cak semau dalam formalitas seperti ini diantaranya yaitu, membaca Al Qur’an, mendaras yasin, serta berbagai do’a tahlil.

Selain itu, dalam tradisi ini, menjadi sebuah kewajiban bagi melayani sajian khas merupakan ma’bage. Ma’bage ialah sebuah makanan nan terbuat dari beras ketan dan dicampur dengan nyiur dan gula merah.

11. Suku Duri

Suku di Pulau Sulawesi nan kesebelas yaitu Tungkai Duri merupakan salah suatu suku bangsa nan atma dan tinggal di Kabupaten Enrekang, Provinsi Sulawesi Kidul.

Permukiman berbunga suku Duri mempunyai negeri nan berbatasan langsung dengan Tana Toraja. Sebagian besar masyarakat pecah suku Duri memiliki mata pencaharian sebagai sebagai peladang. Beberapa barang andalannya yaitu antah, milu, lada, singkong, dan bawang sirah.

Sementara itu, masyarakat dari Kaki Duri yang bukan bertani memilih bagi membudidayakan binatang ternak. Dari adat memelihara hewan peliharaan ini, suku Duri memiliki olahan peliharaan nan populer yaitu keju atau cinta kembali disebut dengan stempel Dangke.

Dangke sendiri merupakan makanan nan berpunca dari susu sapi dan munding untuk kemudian diolah secara tradisional. Dangke populer berkat keunikannya yang memiliki komplemen bibit biji zakar patera pepaya.

Sebagian besar masyarakat pecah tungkai Duri koteng adalah pemeluk agama Islam. Namun, sisanya merupakan pemukim yang menganut tangan kanan tradisional berusul Kaki Toraja, yaitu Alu’ Tojolo. Sebelum agama Islam masuk, Alu’ Tojolo merupakan ajun yang lebih suntuk dianut oleh masyarakat suku Duri.

12. Suku Moronene

Suku di Pulau Sulawesi nan kedua belas adalah Kaki Moronene merupakan salah satu suku besar yang tinggal di kawasan Sulawesi Tenggara. Moronene sendiri sesungguhnya ialah suku asli mula-mula nan mendiami Sulawesi Tenggara. Mayoritas publik berpunca Suku Moronene beragama Islam.

Masyarakat Moronene dulu bosor makan melakukan sistem ladang berpindah. Hanya saja, mereka sekarang telah mulai hidup beralamat dan tidak melakukan sistem tersebut.

Tidak namun itu, detik ini Tungkai Moronene juga dikenal sebagai suku yang memiliki kepandaian intern memiara ekosistem mereka. Tak heran apabila di pemukiman mereka cak semau jonga, hewan sejenis menjangan, setakat kakatua jambul kuning.

13. Tungkai Pamona

Tungkai di Pulau Sulawesi yang ketiga belas yaitu Suku Pamona adalah suku yang penduduknya tinggal di Sulawesi Paruh dan Sulawesi Selatan, bertambah tepat sebagian ki akbar tinggal dan arwah di Kabupaten Poso.

Temporer, sebagian pun menetap di Kabupaten Tojo Una-Una, area Morowali Utara. Sebagian besar masyarakat terbit Suku Pamona merupakan penganut agama Kristen Protestan, dan sisanya merupakan pemeluk agama Islam dan agama rakyat.

Masyarakat dari Suku Pamona menggunakan bahasa Ta’a atau bahasa Poso sebagai perlengkapan komunikasi sehari-hari. Bahasa ini bisa dikatakan umpama bahasa yang istimewa. Kejadian ini dikarenakan setiap aksara ragil berpokok perkenalan awal bahasa Ta’a akan diakhiri dengan aksara vokal atau suku kata terbuka.

Selain itu, suku Pamona sendiri juga memiliki dansa tenar, adalah Tarian Dero. Joget Dero biasanya dilakukan plong pesta-pesta rakyat dan ditarikan oleh orang nan masih berusia muda.

Tarian ini akan membuat para tukang tari menciptakan menjadikan sebuah galangan sambil bergandengan tangan. Kemudian, mereka akan berbalas pantun sekaligus diiringi musik yang kudus.

Tungkai Pamona pula memiliki upacara katiana, formalitas ini merupakan seremoni bagi memperingati kehamilan yang sudah menginjak vitalitas 6 ataupun 7 rembulan. Tujuan dari katiana seorang yaitu bagi mempersunting keselamatan sang ibu, rumah jenjang, serta bayi dalam kandungan.

14. Kaki Kaili

Suku di Pulau Sulawesi yang keempat belas adalah Suku Kaili adalah pelecok satu tungkai yang lalu di kewedanan sekitar kota Martil, di Sulawesi Perdua. Suku Kaili seorang mempunyai jumlah penduduk mencapai sekitar 300 ribu jiwa. Sebagian besar masyarakat dari suku Kaili merupakan muslim.

15. Suku Mongondow

Suku di Pulau Sulawesi nan kelima belas adalah Suku Mongondow yaitu kaki yang hidup di provinsi Sulawesi Utara, tepat di marginal dengan Gorontalo ataupun wilayah Kotamobagu dan kabupaten sekitarnya. Sama seperti suku Kaili, tungkai ini sebagian besar memeluk agama Islam.

16. Tungkai Gorontalo

Suku di Pulau Sulawesi nan keenam merupakan Suku Gorontalo maupun sering disebut juga Hulontalo merupakan kaki yang usia di provinsi Gorontalo, di bagian paksina Sulawesi. Masyarakat mulai sejak suku Gorontalo seorang memiliki kuantitas populasi hingga sekeliling 1,2 juta jiwa. Sebagai masyarakat yang mayoritas beragama Islam, suku Gorontalo bermata pencaharian misal petani dan penangkap ikan.

Sejumlah suku di pulau sulawesi lainnya, yaitu:

17. Kaki Banggai

18. Suku Saluan

19. Kaki Balantak

Rekomendasi Buku & Artikel Terkait Suku di Pulau Sulawesi

ePerpus adalah layanan bibliotek digital mutakhir yang memandu konsep B2B. Kami hadir lakukan melincirkan dalam mencampuri persuratan digital Anda. Klien B2B Taman pustaka digital kami meliputi sekolah, universitas, korporat, sebatas panggung ibadah.”

logo eperpus

  • Custom log
  • Akses ke beribu-ribu trik dari penerbit berkualitas
  • Kemudahan dalam mengakses dan mengontrol perpustakaan Anda
  • Tersaji intern platform Android dan IOS
  • Tersaji fitur admin dashboard kerjakan melihat informasi kajian
  • Deklarasi statistik konseptual
  • Aplikasi kerukunan, praktis, dan efisien

Source: https://www.gramedia.com/literasi/suku-di-pulau-sulawesi/

Posted by: gamadelic.com