Sekarang Tanggal Berapa Bulan Berapa

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia netral

Penanggalan Jawa
atau
Penanggalan Jawa
(Hanacaraka: ꦥꦤꦁꦒꦭ꧀ꦭꦤ꧀ꦗꦮ; Pegon: ڤناڠغڬالان جاوا;

translit.

Pananggalan Jawa) merupakan sistem penanggalan yang digunakan maka dari itu Kesultanan Mataram dan berbagai kerajaan pecahannya serta daerah yang bernasib baik pengaruhnya. Penanggalan ini memiliki keistimewaan karena memadukan sistem penanggalan Islam, sistem Penanggalan Hindu, dan cacat penanggalan Julian yang merupakan putaran budaya Barat.

Sistem takwim Jawa mempekerjakan dua siklus hari: siklus mingguan nan terdiri dari tujuh hari (Ahad sampai Sabtu, saptawara) dan siklus pekan
pancawara
yang terdiri dari lima hari pasaran (Legi, Pahing, Pon, Wage, Kliwon). Plong tahun 1633 Masehi (1555 Saka), Sultan Agung dari Mataram berusaha persisten ki memasukkan agama Islam di Jawa. Salah satu upayanya adalah mengkhususkan dekret nan menukar penanggalan Saka yang berbasis revolusi surya dengan sistem kalender kamariah atau lunar (berbasis perputaran bulan). Uniknya, tarikh Saka teguh dipakai dan diteruskan, tidak menggunakan perhitungan dari tahun Hijriyah (saat itu 1043 H). Hal ini dilakukan demi asas kesinambungan, sehingga waktu saat itu yang merupakan tahun 1555 Saka diteruskan menjadi musim 1555 Jawa.

Dekrit Sultan Agung berlaku di seluruh wilayah Kesultanan Mataram: seluruh pulau Jawa dan Madura kecuali Banten, Batavia (Jakarta sekarang) dan Banyuwangi (=Balambangan). Ketiga daerah terakhir ini tidak termasuk wilayah dominasi Sultan Agung. Pulau Bali dan Sumatra yang mendapatkan pengaruh budaya Jawa, kembali tidak ikut cekut alih kalender karangan Yamtuan Agung ini.

Daftar wulan Jawa Islam

[sunting
|
sunting sumber]

Di bawah ini disajikan nama-nama bulan Jawa Selam. Sebagian jenama bulan diambil bersumber Penanggalan Hijriyah dengan merek-etiket Arab, tetapi sejumlah di antaranya memperalat tanda dalam bahasa Sanskerta sama dengan
Pasa,
Sela,
dan peluang kembali
Sura, sedangkan nama Kempa dan Besar berasal berbunga bahasa Jawa dan bahasa Melayu. Stempel-nama ini adalah nama bulan kamariah alias candra (lunar). Penamaan bulan sebagian berkaitan dengan periode-hari samudra yang suka-suka dalam bulan Hijriah, seperti Pasa yang berkaitan dengan puasa Bulan rahmat, Mulud yang berkaitan dengan Maulid Nabi pada rembulan Rabiulawal, dan Syakban yang berkaitan dengan
Nisfu Sya’ban
ketika amalan dari ruh selama setahun dianggap dicatat.

No Almanak Jawa Lama Hari
1 Sura 30
2 Sapar 29
3 Mulud atau Rabingulawal
[1]
30
4 Bakda Mulud atau Rabingulakir 29
5 Jumadil awal 30
6 Jumadil akir 29
7 Rejeb 30
8 Syakban (Semangat, Saban) 29
9 Pasa (Puwasa, Siyam, Ramelan) 30
10 Sawal 29
11 Sela (Dulkangidah, Apit) * 30
12 Samudra (Dulkahijjah) 29/30
Besaran 354/355

Etiket-nama bulan tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Warana • Sura, artinya rijal
  2. Wadana • Sapar, artinya wiwit
  3. Wijangga • Mulud, artinya kanda
  4. Wiyana • Bakda Mulud, artinya ambuka
  5. Widada • Jumadilawal, artinya wiwara
  6. Widarpa • Jumadilakir, artinya rahsa
  7. Wilapa • Rejeb, artiya purwa
  8. Wahana • Syakban, artinya dumadi
  9. Wanana • Pasa, artinya madya
  10. Wurana • Sawal, artinya wujud
  11. Wujana • Sela, artinya wusana
  12. Wujala • Besar, artinya kosong

Metode estimasi

[sunting
|
sunting sumber]

Kalender Jawa berusaha menggabungkan perian peredaran wulan, periode saptawara (mingguan) dan pancawara (pasaran) dan membuat rumusan sepatutnya penanggalan mudah dipahami oleh umum luas dengan prinsip sederhana. Lakukan memperoleh rumusan tersebut, maka diambil perhitungan siklus 8 masa nan disebut windu. Intern 1 windu, pergantian tahun (tanggal 1 bulan Sura) pelalah jatuh pada hari-hari tertentu dan mewujudkan pola yang akan berulang di windu berikutnya.

Pada awal diterapkannya kalender Jawa plong tahun 1555J, ditentukan tanggal 1 Sura puas tahun Alip selalu merosot puas perian Jumat Legi. Sekadar bakal pembiasaan siklus bulan nan sesungguhnya maka setiap
kurup
(musim 120 hari/15 windu) ada 1 hari yang dihilangkan sehingga pada ketika ini tanggal 1 Sura hari Alip jatuh puas hari Selasa Pon, sehinga disebut dengan kurup Alip Selasa Pon/kurup Asapon.

Di bawah, disajikan nama-label tahun dalam satu windu pada kurup Asapon:[2]

# Logo waktu tanggal 1 Sura jatuh lega masa Masa
1 Alip Selasa Pon 354
2 Ehé Sabtu Pahing 355
3 Jimawal Kamis Pahing 354
4 Senin Legi 354
5 Dal Jumat Kliwon 355
6 Peparu Kliwon 354
7 Wawu Ahad Wage 354
8 Jimakir Kamis Pon 355
Total 2.835

Jumlah waktu ialah 2.835, genap dibagi 35 hari pasaran.

Setelah diketahui hari pada 1 Sura, bagi menentukan hari pertama setiap bulan maka pun dibuat rumusan untuk melicinkan seumpama berikut:[3]

Rumus faedah
Parluji Sapar telu siji (3-1)
Nguwalpatma Rabiulawal papat panca (4-5)
Ngukirnemma Rabiulakhir enem lima (6-5)
Diwaltupat Jumadilawal pitu papat (7-4)
Dilkirropat Jumadilakhir loro papat (2-4)
Jeplulu Rejeb telu-telu (3-3)
Banmalu Syaban lima telu (5-3)
Lannemro Ramlan (Pasa) enem loro (6-2)
Waljiro Syawal siji loro (1-2)
Dahroji Dulkaidah loro siji (2-1)
Jahpatji Dulkijah papat siji (4-1)

Penerapan rumus di atas adalah misalnya cak hendak memaklumi sungkap 1 Ramlan/Pasa tahun Wawu 1953J/2020M pada periode apa, maka langkahnya adalah :

  • masa Wawu tanggal 1 Sura dimulai hari Minggu Wage
  • rumus bulan Pasa yaitu Lannemro (6-2) artinya dihitung tahun keenam dari Ahad (hasilnya Jumat) dan perian kedua dari Wage (hasilnya Kliwon) sehingga tanggal 1 Pasa jatuh pada musim Jumat Kliwon.

Tera Tahun

[sunting
|
sunting sumber]

Nama-nama periode tersebut adalah ibarat berikut:

  1. Purwana • Alip, artinya
    terserah-ada
    (berangkat berniat)
  2. Karyana • Éhé, artinya
    tumandang
    (berbuat)
  3. Anama • Jemawal, artinya
    gawé
    (tiang penghidupan)
  4. Lalana • Jé, artinya
    lelakon
    (proses, nasib)
  5. Ngawana • Dal, artinya
    urip
    (hidup)
  6. Pawaka • Bé, artinya
    bola-bali
    (selalu pun)
  7. Wasana • Wawu, artinya kita harusmarangkrridodnndnnsnNsnsnsksh hh Iturbe rr (arah)
  8. Swasana • Jimakir, artinyaftntkta
    suwung
    (kosong)

Windu koteng bergulir sejauh empat episode (32 tahun Jawa): Adi, Kuntara, Sangara, dan Sancaya.

Siklus Kurup

[sunting
|
sunting mata air]

Meskipun takwim Jawa telah beralih sistem pada zaman Sultan Agung, para ahli penanggalan masih terus mencacat presisi perhitungannya dengan penanggalan hijriyah/lunar yang beralaskan pengamatan visual (pandangan). Kalender Jawa memiliki 3 tahun kabisat setiap 1 windu sedangkan kalender Hijriyah memiliki 11 periode kabisat setiap 30 masa sehingga dalam kurun 120 tahun (15 windu) jumlah musim Jawa kabisat ada 45 sedangkan tahun hijriyah ada 44 sehingga ada 1 hari setiap 120 tahun yang harus dibuang. Siklus 120 tahun ini disebut kurup.

Nama kurup tahun mulai waktu berakhir kuantitas periode 1 Sura periode Alip puas masa
Alif Jam’iyah Lêgi Alif 1555 Jimakir 1674 120 Jumat legi
Alif Kamsiyah Kliwon Alif 1675 Ehe 1748 74 Kamis Kliwon
Alif Arba’iyah Wage

(Aboge)

Jimawal 1749 Jimakhir 1866 118 Rabu Wage
Alif Selasa Pon

(Asapon)

Alif 1867J/1936M Jimakir 1986 120 Selasa Pon[4]

Susuhunan Pakubuwana V berpangkal Kasunanan Surakarta mengakhirkan untuk mengakhiri Kurup Kamis Kliwon pada tahun 1748J meskipun baru melanglang 9 windu karena para pakar menyadari penanggalan Jawa masih tertinggal 1 hari dibandingkan kalender hijriyah sehingga musim Ehe 1748 yang sepatutnya kabisat (355 hari) dibuat hanya 354 hari. Sebagian ahli menyatakan langkah tersebut terlambat dilakukan karena akan makin tepat seandainya pergantian kurup hendaknya dilakukan pada 2 tahun sebelumnya yaitu tahun Alip 1747.[5]
Konsekuensi dari keterlambatan ini maka umur kurup Arbaiyah Wage hanya 118 masa. Namun Kasultanan Yogyakarta tidak membuat keputusan serupa sehingga penanggalan di kedua wilayah terjadi selisih selama beberapa waktu dan baru mengikuti Surakarta pada Jimakir 1794J/1865M atas perintah Prabu Hamengkubuwana VI dan menyekapati kurup tersebut akan berakhir sreg tahun Jimakir 1866.[6]

Yuridiksi kurup dalam peribadahan

[sunting
|
sunting sumur]

Lamun kedua imperium telah sekata kurup Aboge berakhir pada tahun Jimakir 1866 dan berpaling menjadu kurup Asapon, sebagian umum yang jauh berpokok kraton tetap menggunakan kalender berlandaskan kurup Alip Alat pernapasan Wage (Aboge) sehingga internal penentuan tanggal 1 Pasa (Bulan mulia) dan 1 Sawal (Syawal) sehingga mereka memulai puasa dan Idul Fitri terlambat sehari dibanding masyarakat pada galibnya. Hal ini terjadi sreg sejumlah komunitas boncel di Banyumas, Purbalingga, Cilacap[7]
dan Probolinggo[8]
nan menegur dirinya Islam Aboge.[7]
Kurangnya pemahaman terhadap pergantian kurup Aboge menjadi Asapon plong tahun Alif 1867J/1936M diduga disebabkan oleh memudarnya supremsi kraton pada masyarakat Jawa yang jauh dari lingkungan kraton pada masa itu.[9]

Pengalokasian minggu

[sunting
|
sunting sumur]

Simbol siklus pasaran dalam kalender jawa

Orang Jawa plong masa pra Islam mengenal pekan yang lamanya tidak belaka tujuh masa doang, sekadar dari 2 sampai 10 hari. Pekan-pekan ini disebut dengan keunggulan-nama dwiwara, triwara, caturwara, pañcawara (pancawara), sadwara, saptawara, astawara dan sangawara. Zaman kini tetapi pekan nan terdiri atas lima perian dan tujuh hari saja yang dipakai, tetapi di pulau Bali dan di Tengger, minggu-ahad yang tak ini masih dipakai.

Minggu yang terdiri atas tujuh perian dihubungkan dengan sistem wulan-bumi. Usaha (solah) dari wulan terhadap bumi berikut yakni nama dari ke tujuh tanda hari tersebut:

  1. Radite • Minggu, melambangkan meneng (bungkam)
  2. Soma • Senin, menyimbolkan maju
  3. Hanggara • Selasa, menyimbolkan mundur
  4. Budha • Paru-paru, melambangkan mangiwa (mengalir ke kiri)
  5. Respati • Kamis, merepresentasi manengen (bergerak ke kanan)
  6. Sukra • Jumat, melambangkan munggah (naik ke atas)
  7. Tumpak • Sabtu, menandakan temurun (bergerak turun)

Pekan yang terdiri atas lima periode ini disebut sebagai
pasar
oleh orang Jawa dan terdiri dari hari-periode:

  1. Legi
  2. Pahing
  3. Pon
  4. Wage
  5. Kliwon

Hari-waktu pasaran yaitu posisi sikap (patrap) dari rembulan bagaikan berikut:

  1. Kliwon • Asih, melambangkan jumeneng (berdiri)
  2. Legi • Manis, menyimbolkan usungan (mengambul jihat kebelakang)
  3. Pahing • Pahit, menandakan madep (menentang)
  4. Pon • Petak, menandakan sare (tidur)
  5. Wage • Cemeng, melambangkan lenggah (duduk)

Kemudian sebuah ahad yang terdiri atas tujuh tahun ini, yaitu yang juga dikenal di budaya-budaya lainnya, memiliki sebuah siklus yang terdiri atas 30 minggu. Setiap pekan disebut suatu wuku dan setelah 30 wuku maka muncul siklus baru lagi. Siklus ini nan secara total berjumlah 210 musim adalah semua kemungkinannya hari berpangkal pekan nan terdiri atas 7, 6 dan 5 hari berpapasan.

Prestasi bulan dalam takwim jawa:

  1. Tanggal 1 bulan Jawa, bulan kelihatan sangat kerdil-hanya seperti garis, ini dimaknakan dengan seorang jabang bayi nan hijau lahir, nan lama-kelamaan menjadi kian samudra dan makin terang.
  2. Tanggal 14 bulan Jawa dinamakan purnama sidhi, bulan munjung melambangkan dewasa yang sudah lalu bersuami ampean.
  3. Rontok 15 bulan Jawa dinamakan purnama, bulan masih mumbung sahaja sudah ada tanda ukuran dan cahayanya sedikit berkurang.
  4. Rontok 20 bulan Jawa dinamakan panglong, orang mutakadim menginjak kehilangan resep ingatannya.
  5. Tanggal 25 bulan Jawa dinamakan sumurup, orang sudah menginjak diurus hidupnya maka dari itu orang lain kembali seperti bayi layaknya.
  6. Tanggal 26 bulan Jawa dinamakan manjing, di mana kehidupan manusia lagi ketempat asalnya menjadi rijal lagi.
  7. Sisa tahun sebanyak empat atau lima hari melambangkan detik di mana rijal akan mulai dilahirkan pula kekehidupan dunia yang baru.

Daftar bulan Jawa matahari

[sunting
|
sunting sumber]

Lega tahun 1856 Masehi, karena penanggalan kamariah dianggap tidak memadai seumpama standar para peladang yang tani, maka bulan-bulan musim atau bulan-bulan surya yang disebut sebagai
pranata alamat, diresmikan maka itu Sunan Pakubuwana VII.[10]
Sebenarnya, pranata
korban
ini merupakan pembagian bulan yang sudah lalu digunakan pada zaman pra-Islam, hanya cuma disesuaikan dengan penanggalan tarikh almanak Gregorian yang juga yaitu almanak syamsu dan pergi tarikh Hindu; akhirnya, atma setiap
alamat
farik-cedera.

No Penanggalan Jawa Tadinya Penghabisan
1 Bendaharawan 23 Juni 2 Agustus
2 Karo 3 Agustus 25 Agustus
3 Katiga (Katelu) 26 Agustus 18 September
4 Kapat 19 September 13 Oktober
5 Kalima 14 Oktober 9 November
6 Kanem 10 November 22 Desember
7 Kapitu 23 Desember 3 Februari
8 Kawolu 4 Februari 1 Maret
9 Kasanga 2 Maret 26 Maret
10 Kadasa 27 Maret 19 April
11 Dhesta* 20 April 12 Mei
12 Sadha* 13 Mei 22 Juni

Pesiaran

[sunting
|
sunting sumber]

  • Kerumahtanggaan bahasa Jawa Kuno,
    alamat
    kesebelas disebut
    Klem Lemah, sedangkan incaran keduabelas disebut sebagai
    Apit Kayu. Nama
    Dhesta
    diambil berbunga nama bulan kesebelas penanggalan Hindu dari bahasa Sanskerta, adalah
    Jyeṣṭha. Tanda
    Sadha
    diambil bermula kata
    Āṣāḍha
    nan merupakan rembulan kedua belas.

Lihat pula

[sunting
|
sunting sendang]

  • Kalender Tengger
  • Kalender Bali
  • Kalender Hijriyah
  • Kalender Saka
  • Pranata incaran

Pustaka

[sunting
|
sunting sumber]


  1. ^

    Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Tjokroningrat, Kitab Primbon Betaljemur Adammakna, Penerbit CV Buana Raya, 2022.

  2. ^


    (Belanda)
    Landsdrukkerij (Batavia), Landsdrukkerij (Batavia) (1837).
    Almanak van Nederlandsch-Indië voor het jaar. Lands Drukkery. hlm. 12.





  3. ^


    Inkognito.
    [Petung] – c. 1920
    (dalam bahasa Jawa).





  4. ^


    Tanaya.
    Kabudayan Paugeraning Taun Jawa – 1971
    (dalam bahasa Jawa).





  5. ^


    Tanaya.
    Kabudayan Paugeraning Taun Jawa – 1971
    (internal bahasa Jawa).





  6. ^


    Dorp, Van.
    Serat Pananggalan – 1865
    (kerumahtanggaan bahasa Jawa).




  7. ^


    a




    b




    Andryanto, Dian (2017-06-27). Andryanto, Dian, ed. “Baru Waktu Ini, Penyanjung Selam Aboge Salat Idul Fitri”.
    Tempo.co
    . Diakses tanggal
    2020-07-08
    .





  8. ^


    Rofiq, M. “Jemaah Aboge di Probolinggo Lebaran Periode ini”.
    detikcom
    . Diakses tanggal
    2020-07-08
    .





  9. ^


    Utomo, Yunanto Wiji (ed.). “Kalender Jawa, Akulturasi Budaya Islam-Hindu”.
    Kompas.com
    . Diakses tanggal
    2020-07-08
    .





  10. ^

    Tanojo R. 1962. Primbon Djawa (Perkataan nabi Pandita Emir). TB Pelajar. Surakarta. pp 36–45

Bacaan lanjutan

[sunting
|
sunting mata air]

  • Pigeaud, Th., 1938,
    Javaans-Nederlands Woordenboek. Groningen-Batavia: J.B. Wolters
  • Ricklefs, M.C., 1978,
    Beradab Javanese historical tradition: a study of an original Kartasura chronicle and related materials.
    London: School of Oriental and African Studies, University of London

Pranala luar

[sunting
|
sunting mata air]

  • Seterusnya tentang Kalender Jawa. Pekarangan web ini memberikan informasi yang adv minim berlainan dan ada beberapa peristiwa yang tidak tepat.
  • Kelender Jawa Konseptual. Halaman web ini memberikan informasi lebih ideal mengenai perabot takwim Jawa, antara tak: Kurup, Windu, Lambang Windu, Tahun, Lambang Tahun, Sasi, Mangsa, Wuku, Lintang, Padangon, Padewan, Dina, Lambang Dina, Paringkelan, Pasaran, Paarasan, Gambir, Kamarokam, Watak Sasi dan Watak Dina.
  • (Inggris)
    weton.m Fungsi MATLAB yang menghitungkan Weton, Dina, Wulan, Endemi, Windu, Kurup dan Dina Mulyo dari terlepas berapa saja. Ada juga fungsi Perl untuk menghitung wetonan. Perlengkapan lunak sumber terbuka (open source).



Source: https://id.wikipedia.org/wiki/Kalender_Jawa

Posted by: gamadelic.com