Sebutkan Hasil Dari Perjanjian Linggarjati

Bermula Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Musyawarah Linggarjati
dwafwa

Petatar Perundingan momen semenjana makan, dari kiri ke kanan: Soekarno, Wim Schermerhorn, Lord Killearn, dan Mohammad Hatta

Jenis Politik
Konteks Rotasi Kewarganegaraan Indonesia
Dirancang 15 November 1946
Ditandatangani 25 Maret 1947
Lokasi Linggarjati, Kuningan, Jawa Barat
Juri
Britania Raya

Britania Raya
Pihak

  • Indonesia

    Indonesia

  • Belanda

    Belanda/NICA

Perjanjian Linggarjati at Wikisource

Perundingan Linggarjati
atau
Pembicaraan kuningan
[1]
adalah suatu perundingan antara Indonesia dan Belanda di Linggarjati, perunggu, Jawa Barat yang menghasilkan persetujuan mengenai status kedaulatan Indonesia. Hasil perundingan ini ditandatangani di Keraton Merdeka Jakarta lega 15 November 1946 dan ditandatangani secara sah oleh kedua negara puas 25 Maret 1947.[2]

Latar Belakang

[sunting
|
sunting sumur]

Masuknya AFNEI nan diboncengi NICA ke Indonesia karena Jepang mematok ‘status quo’ di Indonesia menyebabkan terjadinya konflik antara Indonesia dengan Belanda, sebagaimana contohnya peristiwa 10 November, selain itu pemerintah Inggris menjadi pengasuh kerjakan mengatasi konflik ketatanegaraan dan militer di Asia. Pada awalnya, Indonesia dan Belanda diajak buat berunding di Hoge Veluwe yang akan dilaksanakan pada tanggal 14-15 April 1946, tetapi ura-ura tersebut gagal karena Indonesia mempersunting Belanda mengakui kedaulatannya atas Jawa, Sumatra dan Madura, tetapi Belanda hanya mau menerima Indonesia atas Jawa dan Madura saja.[3]
[4]

Pihak yang terlibat

[sunting
|
sunting sumber]

N domestik perjanjian tersebut terletak beberapa biang kerok yang datang bertepatan mewakili saban pihak. Para tokoh nan terdapat privat perjanjian bersejarah tersebut,yaitu:[5]

  • Pihak Indonesia diwakili oleh Sutan Syahrir misal ketua. Ditemani oleh AK Gani, Susanto Tirtoprojo, dan Mohammad Roem.
  • Pihak Belanda diwakili maka dari itu Wim Schermerhorn sebagai ketua dan ditemani oleh Max van Poll, HJ van Mook serta F de Boer.
  • Pihak Inggris selaku penanggung jawab atau mediator diwakili oleh Lord Killearn.

Misi pendahuluan

[sunting
|
sunting sumber]

Persepakatan gencatan senjata yang membuka peluang Perundingan Linggarjati. Soetan Sjahrir berada di kanan

Potongan laporan tentang Linggarjati (dalam bahasa Belanda)

Pada akhir Agustus 1946, pemerintah Inggris mengapalkan Lord Killearn ke Indonesia untuk membereskan ura-ura antara Indonesia dengan Belanda. Pada tanggal 7 Oktober 1946 bertempat di Konsulat Jenderal Inggris di Jakarta dibuka ura-ura Indonesia-Belanda dengan dipimpin maka dari itu Lord Killearn. Perundingan ini menghasilkan persetujuan gencatan senjata (14 Oktober) dan meratakan kronologi ke sisi ura-ura di Linggarjati nan dimulai tanggal 11 November 1946.[2]

Jalannya perundingan

[sunting
|
sunting sumber]

Selepas seleksi mahajana Belanda lega tahun 1946, koalisi pemerintahan yang yunior terbentuk mengakhirkan untuk mendirikan “Komisi Jenderal” lakukan memulai negosiasi dengan Indonesia. Superior dari uang jasa ini adalah Wim Schermerhorn. Tujuan didirkannya komisi ini adalah bakal menata konstitusi Hindia Belanda puas pasca-Perang Mayapada II tanpa memerdekakan koloninya.[6]

Dalam perundingan ini, Wim Schermerhorn beserta komisinya dan Hubertus van Mook mewakili Belanda, sementara Soetan Sjahrir mengaplus Indonesia, dan Lord Killearn dari Inggris bermain andai mediator privat perundingan ini.

Hasil musyawarah

[sunting
|
sunting sumber]

Hasil perundingan tersebut menghasilkan 17 pasal yang antara lain berisi:[7]

  1. Belanda memufakati secara de facto wilayah Republik Indonesia, yaitu Jawa, Sumatera,dan Madura.
  2. Belanda harus meninggalkan daerah RI minimum lambat tanggal 1 Januari 1949.
  3. Pihak Belanda dan Indonesia sekata takhlik negara Republik Indonesia Serikat (RIS).
  4. Dalam buram RIS Indonesia harus terkumpul privat Persemakmuran Indonesia-Belanda dengan mahkota negeri Belanda andai pemimpin uni.

Mengenai RIS sendiri, Soekarno menerima kompromi tersebut untuk memencilkan perlawanan terhadap Belanda yang langka dan pemahamannya mengenai sistem republik, maka dia dapat memelopori RIS yang mayoritasnya penduduk Indonesia. Sementara Tip Jenderal juga menyepakati kompromi tersebut karena probabilitas perang dapat dihindari dan perpautan Belanda dengan Indonesia boleh berlantas.[6]

Cak membela dan Kontra di landasan masyarakat Indonesia

[sunting
|
sunting sumur]

Perundingan ini menimbulkan cak membela dan kontra di kalangan publik Indonesia, contohnya beberapa partai seperti Partai Masyumi, PNI, Partai Rakyat Indonesia, dan Partai Rakyat biasa. Organisasi politik-organisasi politik tersebut menyatakan bahwa pembicaraan itu merupakan bukti lemahnya tadbir Indonesia untuk mempertahankan otonomi negara Indonesia.[8]

Dampak

[sunting
|
sunting mata air]

Perjanjian ini memberikan dampak buruk bakal Indonesia. Indonesia harus kehilangan wilayah kekuasaannya, berlandaskan perjanjian ini wilayah Indonesia namun Jawa, Sumatera, dan Madura. Bagi beberapa pihak kehilangan daerah ini adalah sebuah kesalahan besar. Awalan ini terpaksa diambil dengan pertimbangan delegasi Indonesia adalah faedah militer Belanda yang hebat dan militer Indonesia nan apa adanya, apabila pembicaraan ini tak membuahkan hasil akan mengakibatkan perang kembali yang akan berdampak buruk bagi Indonesia. Selain itu Indonesia harus ikut privat Persemakmuran Indonesia-Belanda.[9]

Pengingkaran Perjanjian

[sunting
|
sunting sumber]

Pelaksanaan hasil ura-ura ini tidak berjalan mulus. Pada tanggal 20 Juli 1947, Van Mook hasilnya menyatakan bahwa Belanda tidak terikat lagi dengan perjanjian ini, dan pada terlepas 21 Juli 1947, meletuslah Agresi Militer Belanda I. Hal ini yakni akibat pecah perbedaan penafsiran antara Indonesia dan Belanda.[10]

Galeri

[sunting
|
sunting sumber]

Lihat juga

[sunting
|
sunting sumber]

  • Museum Musyawarah Linggarjati

Referensi

[sunting
|
sunting sumber]


  1. ^


    “Linggadjati Agreement | Netherlands-Indonesia [1946]”.
    Encyclopedia Britannica
    (internal bahasa Inggris). Diakses sungkap
    2020-11-03
    .




  2. ^


    a




    b




    Ricklefs, M. C. (2008) [1981].
    A History of Berbudaya Indonesia Since c. 1300
    (edisi ke-4th). London: Palgrave Macmillan. ISBN 978-0-230-54685-1.





  3. ^


    “Museum Konferensi Linggarjati | Bab Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia”.
    kemlu.go.id
    . Diakses rontok
    2020-11-03
    .





  4. ^


    Touwe, Sem; Hardjasaputra, Sobana; Lubis, Nina H.; Zuhdi, Susanto (2013). “Reaksi Kaum Nasionalis Maluku N domestik Menghadapi Rencana Van Mook Mewujudkan Negara Federal”
    (PDF).
    Jurnal Peneltiian Kemdikbud.
    6
    (5): 6.





  5. ^


    Serafica Gischa (2020). “Perjanjian Linggarjati: Latar Pinggul, Isi, dan Dampaknya”.
    Kompas.com
    . Diakses terlepas
    9 Januari
    2022
    .




  6. ^


    a




    b




    “The ‘Linggadjati Agreement“.
    Indonesia Nederland Society
    (internal bahasa Inggris). Diakses tanggal
    2020-11-03
    .





  7. ^


    “Indonesia – The National Revolution, 1945-50”.
    countrystudies.us
    . Diakses tanggal
    2020-11-02
    .





  8. ^


    Okezone (2019-11-12). “Kilas balik 73 Tahun Lalu, Musyawarah Linggarjati yang Tuai Menyebelahi-Kontra : Okezone News”.
    Okezone.com
    . Diakses tanggal
    2020-11-03
    .





  9. ^


    Petrik Matanasi (2017). “Linggarjati: Perjanjian di Rumah Tua Seorang Janda”.
    Tirto.id
    . Diakses tanggal
    9 Januari
    2022
    .





  10. ^


    Agha, Issam Abdul (1961). “The United Nations and national independence: the Indonesian question: A peaceful settlement; the Algerian problem: A case study in evolution study in evolution”.
    ScholarWorks University of Montana: 12.




[[

  • ]]== Bibliografi ==
  • Fischer, Louis (1959).
    The Story of Indonesia
    (edisi ke-4th). New York: Harper & Brothers.



  • Frederick, William H. & Worden, Robert L., ed. (1993), “The National Revolution, 1945-50”,
    Indonesia: A Country Study, Washington, D.C.: Library of Congress, diakses tanggal
    1 December
    2009
    .



  • Kahin, George McTurnan (1952).
    Nationalism and Revolution in Indonesia. Ithaca, New York: Cornell University Press.



  • Ricklefs, M. C. (2008) [1981].
    A History of Modern Indonesia Since c. 1300
    (edisi ke-4th). London: Palgrave Macmillan. ISBN 978-0-230-54685-1.



  • Taylor, Alastair M. (1960).
    Indonesian Independence and the United Nations. London: Stevens & Sons.



  • Wehl, David (1948).
    The Birth of Indonesia. London: George Allen & Unwin Ltd.





Source: https://id.wikipedia.org/wiki/Perundingan_Linggarjati

Posted by: gamadelic.com