Perang Diponegoro Berlangsung Pada Tahun
Salah satu perlawanan rakyat terbesar di Pulau Jawa pada periode penjajahan pemerintah kolonial Belanda adalah Perang Diponegoro. Kalau penasaran bagaimana sejarah perkembangan Perang Diponegoro, ia boleh menyimak sesudah-sudahnya di sini, ya!
Belanda adalah bangsa penjajah yang kontak menduduki Indonesia selama ratusan waktu. Intern masa pendudukannya itu, tentu saja terjadi pertarungan rakyat di berbagai wilayah. Keseleo satunya yaitu Perang Diponegoro yang ki kenangan kronologi lengkapnya boleh dia temukan di artikel ini.
Sambutan yang pun disebut Perang Jawa tersebut berlangsung sejauh lima periode, yaitu mulai dari perian 1825 setakat 1830. Menurut karangan, ini merupakan perang minimum besar yang hubungan dihadapi oleh Belanda, lho.
Lantas, bagaimana kronologi album Perang Diponegoro dan apakah peristiwa itu dapat mencerai-beraikan Belanda dari Pulau Jawa? Kalau penasaran, anda bisa menemukan jawabannya di bawah ini! Refleks saja dibaca, yuk!
Sekilas tentang Pangeran Diponegoro
Sumber: Wikimedia Commons
Sebelum membahas bertambah lanjut adapun kronologi sejarah Perang Diponegoro, enggak ada salahnya bikin mengenal insan tersebut lebih lagi lalu. Pangeran Diponegoro merupakan seorang bangsawan dari Istana Yogyakarta.
Engkau yaitu anak berpunca Tuanku Hamengkubuwana III. Sementara itu, ibunya adalah seorang selir yang bernama Raden Ajeng Mangkarawati.
Ketika lahir, lelaki berdarah spektakuler tersebut n kepunyaan logo Bendara Raden Mas Antawirya. Ia kembali memiliki etiket Islam, yaitu Abdul Hamid.
Bersumber boncel, sang pengeran memang dikenal andai pribadi yang baik, ramah, dan suka membiasakan. Kamu lagi tukang bergaul dan bisa berbaur dengan rakyat.
Setelah beranjak dewasa, ayahnya menginginkannya untuk naik tahta. Sahaja, sira menjorokkan karena merasa tidak berkuasa menduduki jabatan tersebut menghafaz ibunya bukanlah seorang permaisuri.
Selain itu, sang pangeran sebenarnya lebih tergiring dengan masalah keagamaan daripada urusan rezim. Tetapi kemudian pada perian 1822, beliau diangkat sebagai riuk satu pengasuh dari Sultan Hamengkubuwana V.
Sang sultan sreg waktu itu dinobatkan menjadi sri paduka di usia yang masih belia. Maka berpokok itu, cak hendak tak cak hendak kamu pun berangkat menghiraukan lega urusan puri.
Semasa kehidupan, Yang dipertuan Diponegoro menikah sebanyak sembilan kali. Dari pernikahan-pernikahannya, anda mendapatkan 5 turunan putri dan 12 putra.
Latar Pinggul Terjadinya Perang Diponegoro
Jauhar-semen permusuhan antara pihak Keraton Yogyakarta dengan Belanda sudah lalu tiba suka-suka sejak seputar perian 1808. Peristiwanya semenjak dari Daendels yang ditugaskan oleh pemerintah kolonial untuk menyiapkan Pulau Jawa bagaikan gerendel pertahanan mengganjar Inggris.
Namun, ia justru menyalahgunakan kekuasaan dan main-main semena-mena terhadap Keraton Yogyakarta. Dengan lancangnya, ia menyuruh pihak kastil bagi mengingkari manajemen seremoni yang sudah turun temurun dilakukan.
Gubernur Jenderal Hindia Belanda itu juga menguati istana memberikan bantuan berupa sumber rahasia duaja maupun tenaga tamtama. Hingga kemudian, terjadilah pemberontakan Raden Ronggo karena kelancangannya melakukan perdagangan papan salih di daerah timur Jogja.
Pemberontakan tersebut memang gagal. Akan tetapi, Belanda tetap memaksa Sultan Hamengkubuwana II kerjakan membayar ganti rugi.
Sreg tahun 1811, Inggris dapat mengecundang laskar Belanda dan kemudian mengatasi Pulau Jawa. Kekuasaan Belanda pun terhenti sementara dan digantikan oleh Inggris.
Baca juga: Benda-Benda Kuno Peninggalan Kerajaan Majapahit
Kembalinya Kontrol Belanda
Kemudian sreg musim 1822, Belanda berhasil merebut Hindia Belanda kembali dan turut turut campur problem keraton. Hal itu bermula bersumber meninggalnya Sultan Hamengkubuwana IV secara mendadak.
Setelah itu, si permaisuri malah meminta bantuan pada Belanda untuk menginisiasikan putranya menjadi Hamengkubuwana V. Sreg waktu itu, sang calon raja masih berumur balita. Campur tangan tersebut tentu saja enggak disukai oleh para bangsawan kraton yang bukan.
Sebagai halnya yang sudah ia baca di atas, Pangeran Diponegoro diangkat menjadi keseleo suatu wali yang mendampingi Kanjeng sultan Hamengkubuwana V. Akan namun, posisinya bukan dianggap dan Belanda mendominasi semua pengambilan keputusan.
Peristiwa sejarah lautan lainnya yang menjadi salah satu penggores meletusnya Perang Diponegoro adalah ki kesulitan carter tanah disalahgunakan oleh warga bangsa asing. Meluluk hal tersebut, van der Capellen kemudian membuat dekrit yang isinya orang-basyar Eropa dan Tionghoa harus mengembari tanah yang disewa kepada pemiliknya. Dengan coretan, si pemilik tanah harus memberikan restitusi.
Kebijakan tersebut takhlik banyak pihak kelimpungan, tertera Keraton Yogyakarta. Pasalnya, pihak keraton banyak menyewakan tanah sehingga harus memasrahkan kompensasi yang sangat besar. Bahkan, Pangeran Diponegoro harus mencari pinjaman persen buat melunasinya.
Permasalahan semakin memanas ketika ibu tiri sang yamtuan rupanya makin cak membela lega Belanda. Peristiwa itu kemudian membuatnya memutuskan pertautan dengan kastil.
Sejarah Awal Mula Meletusnya Perang Diponegoro
Menurut catatan sejarah, puncak masalah yang membentuk Ratu Diponegoro mengobarkan perang terhadap Belanda ialah kelancangan Belanda memasang patok-patok jalan di tanah miliknya yang berada di Tegalrejo. Sreg waktu itu, pemerintah Hinda Belanda memang sedang mencanangkan pembangunan jalan besar.
Hal tersebut signifikan akan dibangun urut-urutan yang melewati perkebunannya. Laki-laki keturunan bangsawan itu tentu saja sangat marah.
Pasalnya, beliau enggak sahaja kehilangan kebun nan telah dirawatnya sejak lama. Akan tetapi, di sana sekali lagi terwalak kuba leluhurnya. Engkau tentu saja bukan rela jika terjadi sesuatu terhadap area pemakaman tersebut.
Sepantasnya, pemasangan patok tersebut sudah diketahui oleh bendahara keraton, yaitu Danureja. Namun sahaja, beliau tidak memberitahukan karena ditengarai punya dendam pribadi.
Pada sungkap 17 Juni 1825, pekerja pembina kronologi datang ke tegal milik Paduka tuan Diponegoro dan memasang pancang atas perintah Bendahara Danureja. Kedatangan para pekerja itu membuat para petani kreator kebun menjadi risih sehinga kedua belah pihak terlibat percekcokan.
Kejadian tersebut rupanya menarik perhatian penduduk seputar yang kemudian datang bakal membantu para petani. Massa yang dahulu banyak pun berkumpul di Tegalrejo.
Baca juga: Mengenal Sosok Kundungga, Sang Pendiri Kerajaan Kutai
Memperlainkan Ultimatum
Pada awalnya, Sri paduka Diponegoro sudah memformulasikan rencana untuk menyerang Belanda sekitar rembulan Agustus 1825. Namun karena kelancangan Belanda itu, dia kemudian memutuskan bikin segera memulai perdurhakaan.
Sekembalinya berpokok pertapaan, sang pangeran kemudian menyuruh para peladang untuk menukar patok-patok kronologi tersebut dengan menggunakan tembiang. Lantas, menandakan apakah tombak tersebut? Jika dalam kamus para ksatria Jawa, itu berarti yakni sebuah tantangan untuk kutat.
Setelah itu, sira mensyariatkan mudah-mudahan anak-anak, wanita, dan kerabat untuk segera mengungsi. Ia dibekali sejumlah barang berjasa selama bersembunyi ke Selarong.
Menyadari situasi nan semakin ramping, Residen Belanda di Yogyakarta, adalah Smissaert mengultimatum supaya memberikan diri dan datang ke keraton. Doang, ultimatum itu pasti belaka tidak digubris makanya si pangeran.
Karena lain kunjung muncul, Smissaert kemudian mengerahkan armada cak bagi mengaibkan Tegalrejo. Tujuannya lebih lagi kalau tak bikin menyeret Prabu Diponegoro supaya memercayakan perbuatannya.
Tindakan Aji Diponegoro
Para prajurit yang berada di sumber akar komando Belanda itu sampai juga di Tegalrejo. Di sana, mereka sudah dihadang maka dari itu bala penyanjung sang pangeran.
Persuaan kedua belah pihak itu tentu saja mewujudkan peperangan yang tidak bisa dihindari. Pada tanggal 21 Juli 1825, secara legal menandai meletusnya Perang Diponegoro.
Kedua pertahanan sama-sama kuat sehingga pertarungan berlanjut semacam itu sengit. Cuma jadinya, armada Belanda berhasil memukul mundur lawannya dan mengepung wadah sangat milik Pangeran Diponegoro. Mereka kemudian bukan segan-segan lakukan membakar tempat tersebut.
Beruntungnya, Pangeran Diponegoro berserta sejumlah pengikutnya dapat mengebumikan diri. Mereka dulu melewati jalan-urut-urutan setapak supaya tidak mudah dikejar oleh armada lawan.
Sesudah melalui malam nan panjang, sampailah mereka ke Gaung Selarong. Mereka kemudian disambut maka dari itu anak bini dan para pendukungnya. Di sana, beliau kembali menyusun kerangka kerjakan mengobarkan peperangan melawan Belanda.
Perlagaan tersebut dianggapnya bak Perang Sabil, adalah peperangan terhadap bangsa kufur. Saja, orang ateis yang dimaksudkan di sini merupakan cucu adam-orang Belanda.
Baca sekali lagi: Nama Yamtuan-Raja yang Pernah Memerintah Imperium Sriwijaya
Penggagas-Biang keladi yang Kondusif Perang Diponegoro
Sumber: Wikimedia Commons
Dalam beberapa sumur memori, Pangeran Diponegoro mengobarkan perang menjajari Belanda dengan dibantu oleh bilang pengikut setianya. Siapa sajakah mereka? Informasi singkatnya dapat disimak berikut:
1. Kiai Madja
Selain Pangeran Diponegoro, salah satu tokoh sejarah yang timbrung berperan dalam peperangan tersebut adalah Kiai Madja. Ia adalah seorang cerdik pandai besar nan berasal pecah Surakarta yang kemudian diangkat menjadi panglima perang.
Si kiai adalah anak asuh berasal R.A. Mursilah yang merupakan plasenta ayahnya. Maka pecah itu, bisa dibilang beliau dan sang emir masih saudara sepupu.
Dukungan yang didapatkan oleh Kanjeng sultan Diponegoro dari Kiai Madja ini tentu saja silam berguna. Pasalnya, sang buya memiliki banyak pengikut mulai sejak bermacam ragam saduran awam.
Karena inilah, momen berperang mendapatkan banyak bantuan bermula para ulama. Kira-taksir beberapa 15 syekh, 112 bapak, dan 31 haji turut mendukung perjuangan sang pangeran kerjakan menumpas Belanda.
2. Sentot Prawirodirdjo
Pemrakarsa lain dalam rekaman Perang Diponegoro merupakan Sentot Prawirodirjo. Menurut silsilahnya, ia adalah keponakan mulai sejak Sultan Hamengkubuwono IV.
Suami-laki tersebut masuk ke dalam lingkaran Kanjeng sultan Diponegoro untuk menggantikan Gusti Basah yang gugur momen berperang. Jabatannya sreg ketika itu adalah senopati atau panglima perang.
Pangeran Diponegoro meyakini Sentot Prawirodirdjo karena kemampuannya yang habis baik kerumahtanggaan bertekun. Selain itu, ia juga pandai mengatak garis haluan gerilya.
Selama bilang mungkin bertarung, sira membuktikan kemampuannya dengan mencentang memulur para pasukan penjajah luar. Julukannya merupakan Napolen Jawa.
3. Para Ajun
Lain hanya para panglima, Ratu Diponegoro pun memiliki bilang pendamping ki ajek ataupun panakawan. Salah satunya yakni Banthengwareng
Keberadaannya diketahui terbit
Babad Dipanagara. Kamu yang juga dijuluki bak lare bajang dikenal sebagai kepercayaan sang sultan yang paling setia.
Engkau selalu mengawani kemanapun Pangeran Diponegoro menyingkir. Lebih lagi, dirinya pula masuk ke ajang pengasingan yang terletak di Makassar.
Ajun yang lainnya adalah Joyosuroto. Sira mendampingi pangeran dari awal perjuangan setakat penutup.
Sebelum menjadi pembantu, ia dulunya hanyalah koteng warga absah nan tinggal di wilayah Tegalrejo. Setelah itu, memutuskan bikin menjadi pengikut dan pendukung Sri paduka Diponegoro.
Baca juga: Faktor nan Dinilai Menjadi Penyebab Runtuhnya Kerajaan Kediri
Strategi Perang yang Digunakan oleh Pangeran Diponegoro
Tadi kamu sudah menyimak beberapa tokoh rekaman yang juga terkebat dalam perang Jawa yang dipimpin oleh Sinuhun Diponegoro, morong? Nah, selanjutnya mari membahas seterusnya tentang jalannya perang tersebut.
Dalam menghadapi Belanda, Paduka tuan Diponegoro menggunakan strategi perang gerilya. Untuk yang belum tahu, perang gerilya adalah sebuah perlawanan yang dilakukan secara umpet-sembunyi dan berpindah-pindah tempat. Biasanya terbagi dalam kelompok-kelompok kecil supaya lebih efektif bikin melumpuhkan dagi.
Dengan sendi gerilya tersebut, pasukannya boleh terhindar ketika markas utama di Selarong mendapatkan terjangan. Belanda lagi kembali dengan tangan kosong.
Selanjutnya, pemimpin perang itu menjatah pasukannya menjadi beberapa batalyon, seperti Arkiya dan Turkiya. Sendirisendiri batalyon kemudian dibekali dengan senjata api.
Sehabis markas di Selarong diserbu, Emir Diponegoro memindahkan markasnya ke Daksa. Di sini pula, ia kemudian dinobatkan menjadi sendiri presiden.
Pusat negaranya berada di Plered. Daerah tingkat ini kemudian dijaga sedemikian rupa sehingga sistem pertahannya sulit untuk ditembus maka dari itu pihak lawan.
Namun pada tanggal 9 Juni 1826, Plered mendapatkan terjangan total-total berusul Belanda. Beruntungnya, invasi itu dapat digagalkan.
Tidak takluk, bangsa kolonialis itu kembali menyerang markas nan ki berjebah di Daksa. Mereka tidak menemukan seorang pula di sana. Kejadiannya menjadi senjata makan tuan karena pada jadinya pasukan Yamtuan Diponegoro berakibat membunuh mereka.
Gempuran Perbantahan
Perang Jawa ini merupakan salah satu perang yang terlama dan terbesar. Maka dari itu, kronologi sejarahnya memang strata.
Selain itu, perlawanan tersebut tak hanya terjadi di Yogyakarta saja. Namun, erat mencakup banyak kota-daerah tingkat besar sama dengan di Kedu, Surakarta, Pekalongan, Tegal, Semarang, Demak, Magelang, Kediri, hingga Surabaya.
Sekitar bulan Oktober 1826, pasukan Prabu Diponegoro melakukan serangan sambutan. Mereka menyerang markas Belanda nan ada di Gawok.
Dipertarungan mungkin ini, pihak lawan kalah telak. Walaupun berhasil, tapi sang raja mengalami jejas parah dan harus ditandu untuk kembali ke kancah persembunyian.
Setelah itu, sempat terjadi gencatan senjata nan disetujui oleh kedua belah pihak. Tetapi karena pada akhirnya tidak mendapatkan kesepakatan, perang pula menghebat kembali.
Pada bulan November musim 1826, Pangeran Diponegoro mengerahkan pasukannya untuk menghakimi armada Belanda di Pengasih. Ia tahu mendirikan markas di Sambirata, tetapi kemudian mendapatkan gempuran balik. Beruntungnya, pasukannya dapat meloloskan diri.
Baca pula: Inilah Kamu Silsilah Para Yamtuan nan Berkuasa di Kerajaan Demak
Serangan Bertubi-Tubi
Dalam bidasan yang terus menerus itu, jangan lupakan peranan rakyat nan begitu utama. Pasukan Diponegoro mendapatkan dukungan munjung dari rakyat. Maka berusul itu, strategi gerilya bisa berjalan dengan baik.
Dengan sambung tangan rakyat, mereka bisa berpindah-pindah kian mudah bakal berpindah-mengimbit markas. Selain itu, mereka pula bisa mendapatkan bantuan logistik dengan cepat.
Di lain sisi, Belanda merasa kekosongan dengan penangkisan di Pulau Jawa ini. Sudah banyak sekali pasukan yang ringgis dan dana yang dikeluarkan, tapi hasilnya masih belum terlihat.
Pemerintah Belanda kemudian menarik jenderal-jenderal besarnya seperti De Kock, Hosman, dan Bisschof buat menangani masalah di Jawa. Namun, itu juga enggak selengkapnya berhasil.
Karena selain memperalat ketatanegaraan gerilya, para senopati perang laskar Diponegoro juga memperalat kekuatan alam kerjakan berbuat penyerangan. Mereka biasanya akan habis-habisan mengembari di wulan-bulan penghujan.
Hal itu dikarenakan pada keadaan tersebut, tentara Belanda akan mengalami kesulitan sehingga pergerakannya menjadi lambat. Terlebih lagi, di hari ini ada banyak keburukan-penyakit yang muncul. Secara tak langsung, penyakit ini juga membantu untuk menyakatkan perahu pasukan bangsa asing tersebut.
Baca pula: Pusaka Historis yang Membuktikan Kehadiran Kerajaan Pajajaran
Garis haluan nan Disusun Belanda dalam Menghadapi Perang Diponegoro
Sumber: Wikimedia Commons
Pada sejumlah goresan sejarah tertulis bahwa dalam Belanda merasa keteteran dalam menghadapi Perang Diponegoro. Untuk membancang pergerakan lawan, mereka gegares kali mengajak berunding ataupun gencatan senjata.
Jika pihak Pangeran Diponegoro menyetujui, mereka memanfaatkan masa damai itu kerjakan menyebar pemfitnah ke banyak desa. Melampaui cara tersebut, pihaknya sedikit demi sedikit boleh bercanggah belah para pendukung sang yamtuan.
Selain itu, mereka lagi membawa mata-alat penglihatan. Dengan begitu, pihak Belanda dapat mengamati gerak-gerik dagi yang tinggal jarang diprediksi dan kemudian mengekspresikan rangka untuk mempercundang mereka.
Belanda memilih menunggangi kaidah tersebut karena dianggap makin efektif. Gerakan-usaha mereka sebelumnya nan hanya mengandalkan kekuatan dan senjata saja tidak pernah mempan.
Meskipun demikian, kejadian tetap bisa diatasi. Hal itu dikarenakan masih banyak rakyat yang memihak Emir Diponegoro.
Mempersendat Ruang Gerak Pasukan Diponegoro
Sehabis menyusun strategi, Belanda mengumpulkan lebih berpangkal 20.000 pasukannya bikin tanggang-jaga di daerah Yogyakarta, Jawa Tengah, dan sebagian Jawa Timur. Keadaan yang terjadi pada tahun 1827 ini adalah puncak perang Jawa mengingat sebelumnya mereka tidak pernah mengerahkan pasukan sebanyak itu.
Mereka melakukan serangan dengan menggunakan beberapa strategi. Seandainya sebelumnya hanya melaksanakan metode perang melangah, sekarang mereka pula mengadapsi metode perang gerilya properti lawan dan juga provokasi di medan perang.
Tak berhenti di situ saja, pihaknya juga membuat sayembara untuk mempersempit ruang gerak pasukan Diponegoro. Isinya yaitu siapa doang yang dapat menangkap Syah Diponegoro akan mendapatkan persil, penghormatan, dan uang sebesar 50.000 Gulden.
Garis haluan enggak yang digunakan pasukan Belanda ketika dipimpin oleh Jenderal De Kock yakni memagari benteng properti pasukan lawan menggunakan cerocok kabel berduri. Hal itu dilakukan supaya bentengnya tidak diambil kembali dan n partner menjadi semakin terdesak.
Sejarah mengingat-ingat bahwa strategi yang dilakukan maka dari itu Belanda buat meredam Perang Diponegoro itu berhasil. Sedikit demi cacat, mereka dapat melemahkan pertahanan hak antiwirawan.
Keseleo satu penyebab melemahnya kekuatan pasukan Diponegoro dalam pemberontakan adalah ditangkapnya Bapak Modjo pada tanggal 12 Oktober 1828. Beberapa perian berselang, Sentot Prawirodirdjo pun masuk tertangkap.
Penangkapan kedua senopati tersebut tentu saja menciptakan menjadikan pilar penumpu tentangan menjadi timpang. Selain itu, Belanda juga turut menganyam istri pangeran Diponegoro dan putranya.
Baca juga: Candi-Candi Peninggalan yang Menjadi Bukti Kultur Imperium Singasari
Berbuat Gencatan Senjata dan Negosiasi
Setelah menangkap para ketua angkatan Pangeran Diponegoro, Belanda kemudian menerimakan penawaran buat gencatan senjata. Pada awalnya, anda teguh dengan pendiriannya bikin tidak menyerah dan terus melakukan perlawanan.
Namun kemudian, sang baginda memikirkan nasib keluarga beserta para pasukannya. Karena tak cak hendak keselamatan mereka semakin terancam, ia ia leleh juga. Ia kepingin diajak buat berunding dengan syarat pasukannya harus dibebaskan.
Pemimpin Perang Jawa tersebut bertemu dengan utusan Jenderal De Kock, yaitu Jan Clareens pada tanggal 16 Febuari 1830. Musyawarah memang berjalan dengan lampias. Namun sayangnya, persuaan itu tak menghasilkan kesepakatan yang diharapkan.
Lebih lanjut, ia kemudian menangkap basah Jenderal De Kock di Menoreh sreg tanggal 21 Februari 1830. Plong waktu itu, wulan Ramadhan berlangsung pecah tanggal 25 Februari hingga 27 Maret. Maka bikin menghormati bulan kudus, ia pun meminang bagi tidak ada perundingan yang serius.
Si jenderal lagi mengabulkan petisi tersebut. Selain itu, ia juga memperbolehkannya bikin berkumpul bersama keluarganya nan dibuang.
Laki-laki itu melunak karena berpikir bahwa kedatangan Pangeran Diponegoro ini yaitu simbol kekalahan secara de facto. Seterusnya, anda lagi mengirimkan ain-indra penglihatan untuk menuding gerak-gerik sang pangeran.
Dari laporan sang alat penglihatan-mata, diketahui bahwa Pangeran Diponegoro menginginkan pemerintah Hindia Belanda mengakuianya sebagai paduka pemimpin agama Islam di Jawa. Setelah mendengarkan hal tersebut, anda memerintahkan dua komandannya melakukan anju kerjakan menggetah sang pangeran.
Akhir dari Perang Diponegoro
Perigi: Wikimedia Commons
Beberapa periode kemudian, Gubernur Hindia Belanda itu menemui sang pangeran di kediamannya nan terletak di Magelang. Anda nomplok tepat di masa Idul Fitri yang jatuh pada rontok 28 Maret 1830.
Pada awal, pertemuan melanglang baku saja. Akan namun, suasana menjadi panas detik tiba-tiba sang jenderal mengatakan akan menganyam Pangeran Diponegoro.
Suasananya pun semakin memanas ketika keduanya terlibat adu mulut. Meskipun ada nan menengahi, tapi itu bukan terlalu berpengaruh banyak. Malah, terbersit di lemak tulang sang ratu untuk menusuk De Kock menggunakan keris.
Situasi tersebut terjadi karena perlakuan dan perkataan jenderal yang tak sopan dan sangat merendahkan. Berbahagia, anda masih bisa menguasai diri dan mengurungkan niatnya.
Tak lama setelah itu, suami-laki bangsawan tersebut keluar berbunga ruangan. Terimalah di pintu keluar tersebut, beliau kemudian di tangkap.
Penggerebekan Tuanku Diponegoro ini kemudian yang menandai berakhirnya Perang Jawa yang meletihkan dan munjung ki kenangan. Usaha selama panca tahun mengorbankan spirit raga untuk mengusir Belanda sekali lagi terhenti lega tahun itu.
Setelah ditangkap, ia lalu diasingkan di Ungaran. Lebih jauh pada tanggal 5 April, ia dikirim ke Batavia dan menjalani pengasingan di Gedung Museum Fatahillah.
Bukan memangkal di situ, sang paduka tuan bersama kelurga dan bilang pengikutnya terlampau dibuang ke Manado pada tanggal 3 Mei 1830. Empat tahun kemudian, ia dipindahkan ke Pertahanan Rotterdam di Makassar dan meninggal pada terlepas 8 Januari 1855.
Baca pula: Ulasan Lengkap Mengenai Silsilah Raja-Emir Penguasa Kekaisaran Banten
Kecelakaan yang Timbul Akibat Perlawanan Diponegoro
Perlawanan Diponegoro ini merupakan perang terbesar intern sejarah peperangan di Pulau jawa. Maka berbunga itu, kerugian yang ditimbulkan juga cukup banyak.
Pelecok satunya nan tidak bisa disangkal merupakan ratusan ribu insan menjadi alamat dalam perang tersebut. Dari pihak Belanda saja sekitar 15.000 orang dengan kerugian material sebanyak 25 juta gulden.
Provisional itu, pribumi yang meninggal dunia sedikit bertambah sekitar 200.000 orang. Bayangkan, betapa mengerikannya situasi yang terjadi puas waktu itu.
Tambahan pula, penduduk Yogyakarta saja hanya sangat sehelai dari total populasi. Kerugian materi yang ditimbulkan pula tentunya tidak kalah osean takdirnya dibandingkan dengan pihak Belanda.
Selanjutnya, akibat nan satu ini paling kecil dirasakan makanya keturunan Aji Diponegoro. Pasalnya, sang prabu dianggap laksana perejah sehingga keturunannya tidak bisa pula masuk ke lingkungan kastil.
Kejadian itu berlantas sepanjang sejumlah puluh hari. Sampai kemudian, Syah Hamengkubuwono IX memberikan pembebasan atau pengampunan bikin zuriat sang pangeran. Sehingga mereka kemudian diperbolehkan bikin ke kastil sekali lagi.
Baca juga: Menilik Alur Kerajaan Ternate Ketika Sudah lalu Bercorak Islam
Ulasan Sejarah Jalan Perang Diponegoro
Itulah tadi ulasan lengkap tentang urut-urutan tentang sejarah Perang Diponegoro yang cukup strata buat dibaca. Hendaknya hanya kamu tak merasa bosan dan dapat menambah wawasanmu setelah membacanya.
Di PosKata ini, beliau lain hanya boleh membaca embaran mengenai penjajahan bangsa asing namun, lho. Kalau ingin membaca adapun sejarah kerajaan-kerajaan di nusantara juga cak semau. Maka terbit itu, baca terus, yuk!
Source: https://www.poskata.com/histori/sejarah-perang-diponegoro/
Posted by: gamadelic.com