Pencipta Lagu Hari Merdeka Adalah

Ngelmu.co

“17 Agustus waktu 45, itulah Masa Kemerdekaan kita, Hari Merdeka, nusa dan bangsa, hari lahirnya Bangsa Indonesia … Mer … De … Ka,”. Tahukah kamu siapa pencipta lagu Musim Merdeka?

Adalah Muhammad Husein bin Salim bin Ahmad bin Salim bin Ahmad al-Muthahar, atau nan kian dikenal dengan nama Husein Mutahar, yang pula Pendiri Paskibraka, dan mukhalis Merah Putih.

Maka, jelang perayaan Periode Kebebasan Republik Indonesia yang ke-74, Ngelmu ingin mengulas tuntas tentang pahlawan satu ini.

Pencipta Lagu Musim Merdeka adalah Koteng Habib

Habib Haji Muthahar. Ya, Husein Mutahar nan kita kenal memang sendiri Habib. Lahir di Semarang, 5 Agustus 1916.

Ia memiliki kematangan usia, kerap mengamalkan ilmu yang luas yang dimilikinya, putih terhadap segala apa sekali lagi, berhati-hati, serta bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Hanya, di balik itu semua, sira sekali lagi yaitu keseleo satu komposer lagu-lagu perjuangan bangsa Indonesia. Karyanya antara lain:

  • Lagu pujian Syukur (diperkenalkan Januari 1945),
  • Mars Hari Merdeka (1946), dan
  • Dirgahayu Indonesiaku (1995).

Anda juga menciptakan lagu untuk anak-anak, di antaranya:

  • Gembira,
  • Tampar Tangan Silang-cagak,
  • Mari Tepuk,
  • Slamatlah,
  • Jangan Terbang arwah,
  • Saat Berjarak, dan
  • Hymne Pramuka.

Sebagai pemuda pejuang, Habib Husein lagi turut dalam ‘Perbangkangan Lima Musim’, aksi heroik di Semarang. Pertempuran antara rakyat Indonesia dengan tentara Jepang.

Peristiwa itu terjadi di masa transisi kekuasaan setelah Belanda, tepatnya sejak 15-20 Oktober 1945. Dua penyebab utama sambutan tersebut ialah larinya tentara Jepang, dan tewasnya dr. Kariadi.

Gugur privat balasan itu, dr. Kariadi kemudian diabadikan menjadi pelecok suatu segel Apartemen Sakit di Semarang.

Pencipta Lagu Perian Merdeka, juga Pernah Menjadi ‘Juru mudi’ Bung Karno

Detik buku pemerintah Indonesia pengungsian ke Yogyakarta, Habib Husein koalisi diajak Amirulbahar Cukup umur Mohammad Nazir yang saat itu menjadi Panglima Angkatan Laut, sebagai sekretaris panglima.

Ketika mendampingi Nazir itulah, Bung Karno kemudian mengingat Habib Husein Mutahar andai ‘penyetir’ nan mengemudikan mobilnya di Semarang, beberapa tahun selepas ‘Pertempuran Lima Periode’.

Lalu, Bung Karno menyampaikan kepada Nazir, sepatutnya Habib Husein dijadikan ajudan, dengan pangkat mayor angkatan darat.

Pendiri Paskibraka dan Persuasi Pramuka

Habib Husein juga aktif dalam kegiatan kepanduan, karena kamu yaitu salah sendiri biang keladi terdepan Pandu Rakyat Indonesia, manuver kepanduan adil nan memiliki berhaluan chauvinis.

Saat seluruh kampanye kepanduan dilebur menjadi Gerakan Pramuka, Habib Husein juga menjadi pemrakarsa di dalamnya. Namanya, terkait dalam mendirikan dan membina Bala Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka).

Skuat yang sampai saat ini beranggotakan peserta semenjak berbagai penjuru Indonesia, bertugas mengibarkan Duaja Pusaka, internal upacara peringatan Hari Kemerdekaan RI.

Habib Husein juga Menyelamatkan Tunggul Warisan

Belanda melancarkan agresi militernya yang kedua, 19 Desember 1948 lalu. Hingga presiden, wakil kepala negara, dan sejumlah komandan tinggi Indonesia, ditawan kolonialis tersebut.

Doang, pada detik-saat genting, di mana Istana Presiden, Gedung Agung Yogyakarta dikepung oleh Belanda, Soekarno luang memanggil Habib Husein, yang detik itu merupakan ajudannya.

Habib Husein ditugaskan untuk menyelamatkan umbul-umbul pusaka. Penyelamatan bendera warisan, menjadi riuk satu bagian heroik, berpokok sejarah loyal berkibarnya Sang Merah zakiah di persada bumi Indonesia.

Saat itu, di sekeliling mereka, bom terus bertitikan. Barisan Belanda pun terus mengaliri setiap jalanan kota. Habib Husein tungkap. Anda memejamkan matanya, dan beribadat. Barang bawaan jawabnya sungguh berat.

Berhasil Menyelamatkan Merah Tahir

Sahaja risikonya, ia berhasil memecahkan kesulitan dengan mencabut benang setik yang mengesakan kedua episode merah dan putih bendera peninggalan.

Dengan bantuan Ibu Perna Dinata, kedua carik perca biram dan lugu itu berakibat dipisahkan. Kemudian, ia menyelipkan cemping merah dan tulus itu di dasar dua tas miliknya, secara terpisah.

Seluruh pakaian dan kepadaan tak miliknya, ia jejalkan di atas kain merah dan murni itu. Habib Husein hanya bisa pasrah, dan menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya.

N domestik pikirannya saat itu semata-mata satu, ialah bagaimana moga pihak Belanda tidak mengenali bendera merah-kalis itu sebagai bendera, melainkan reja lazim, sehingga tidak melakukan penyitaan.

Di ain seluruh bangsa Indonesia, pataka itu ialah sebuah ‘prasasti’ yang wajib diselamatkan, dan tidak dapat hilang dari jejak ki kenangan.

Benar saja, lain lama kemudian Presiden Soekarno ditangkap oleh Belanda dan diasingkan ke Parapat (kota kecil di pinggir haud Toba) sebelum dipindahkan ke Muntok, Bangka. Padahal wakil presiden Mohammad Hatta, serta merta dibawa ke Bangka.

Ditangkap Belanda, Ditahan di Semarang

Habib Husein dan bilang staf kepresidenan lainnya, sekali lagi ditangkap dan diangkut dengan pesawat Dakota. Mereka dibawa ke Semarang, dan ditahan di sana.

Plong momen menjadi tahanan kota, Habib Husein bertelur melarikan diri dengan mendaki kapal laut menuju Jakarta. Sesampainya di Jakarta, kamu menginap di apartemen Mangkubumi Menteri Sutan Syahrir, yang sebelumnya tak ikut mengungsi ke Yogyakarta.

Beberapa hari kemudian, beliau kost di Jalan Pegangsaan Timur 43, di kondominium Bapak R. Said Soekanto Tjokrodiatmodjo (Atasan Kepolisian RI yang permulaan).

Selama di Jakarta, ia selalu mengejar informasi dan pendirian, bagaimana dapat segera menyerahkan umbul-umbul pusaka kepada presiden Soekarno.

Mendapat Amanat berpunca Bung Karno

Hingga pada suatu pagi, seputar pertengahan wulan Juni 1948, karenanya ia menerima kenyataan dari Sudjono yang tinggal di Oranje Boulevard (sekarang Jalan Diponegoro) Jakarta.

Butir-butir itu menyebutkan, bahwa ada surat terbit Kepala negara Soekarno yang ditujukan kepadanya.

Sore harinya, tembusan itu diambil Habib Husein, dan ternyata memang benar berasal berpunca Soekarno. Isinya, sebuah perintah agar ia lekas mengasihkan kembali bendera pusaka yang dibawanya berasal Yogyakarta, kepada Sudjono, kendati dapat taajul dibawa ke Bangka.

Bung Karno sengaja bukan mensyariatkan Habib Husein bagi datang sendiri ke Bangka, dan menyerahkan bendera peninggalan itu berbarengan kepadanya.

Karena dengan mandu nan taktis, ia menggunakan Soedjono laksana cengkau untuk menjaga kerahasiaan pelawatan bendera warisan bersumber Jakarta ke Bangka.

Di hari pengasingan, Bung Karno memang hanya bisa dikunjungi maka dari itu anggota rombongan Republik Indonesia, dalam perundingan dengan Belanda di dasar pengawasan UNCI (United Na­tions Committee for Indonesia).

Sudjono, ialah salah suatu anggota kafilah itu, sedangkan Habib Husein, tidak.

Setelah mengetahui copot keberangkatan Soedjono ke Bangka, ia berupaya menyatukan kembali kedua helai perca merah dan putih dengan meminjam mesin jahit tangan nasib baik koteng istri dokter nan ia sendiri tak ingat namanya.

Tisik Sekali lagi Standard Pusaka

Bendera peninggalan yang mulanya terpisah, ia jahit persis menirukan terowongan bekas jengkal tangan Ibu Fatmawati. Kendatipun pada kesannya, suka-suka kesalahan jahit selingkung 2 cm dari ujungnya.

Dengan dibungkus jeluang koran (agar lain mencurigakan), kalimantang warisan diberikan kepada Soedjono lakukan diserahkan seorang kepada Bung Karno.

Kejadian ini sesuai dengan perjanjian Bung Karno dengan Habib Husein, bertepatan di Yogyakarta. Maka, dengan diserahkannya alam pusaka kepada orang yang diperintahkan Bung Karno, selesailah tugas penyelamatan yang dilakukan Habib Husein.

Sejak itu, sang ajun enggak pun menangani masalah pengibaran bendera pusaka.

Bendera Pusaka Kembali Terkirai-kirai

Tanggal 6 Juli 1949, Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta kembali ke Yogyakarta, dengan membawa serta bendera pusaka. Tepat tanggal 17 Agustus 1949, pan-ji-panji pusaka dikibarkan lagi, di jerambah Istana Presiden, Gedung Agung Yogyakarta.

Habib Husein juga persaudaraan diangkat menjadi Duta Besar Republik Indonesia, puas Tahta Suci di Vatikan, 1969-1973.

Meski sudah banyak jasa yang kamu berikan kepada Indonesia, Habib Husein yang meninggal mayapada 9 Juni 2004 habis, menyorong bagi dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.

Sementara itu, engkau memiliki Label Kehormatan Negara Bintang Mahaputera atas jasanya memakamkan Bendera Pusaka Merah Putih dan pula memiliki Bintang Gerilya atas jasanya ikut bergumul gerilya pada masa 1948-1949.

Tapi engkau memilih untuk dimakamkan di TPU Jeruk Purut, Jakarta Daksina.

Penyelenggara Lagu Hari Merdeka, Tak Suka Difoto

Di dekat jenazahnya, diletakkan sebuah foto berwarna, bertakaran besar. Habib Husein, dalam potret itu, melingkarkan kostum Pramuka.

Lengkap dengan tanda jasa Bintang Gerilya dan Bintang Mahaputra, serta tanda kemahiran Pramuka perumpamaan pembina bertaraf alam semesta.

Foto itu baru diambil dua minggu sebelum anda meninggal mayapada, maka dari itu cucunya, dengan kamera digital hasil pinjaman.

Seolah menjadi sifat bawaan besar. Karena Habib Husein merupakan individu nan tak koneksi suka difoto. Biasanya, ia cinta mencari alasan bikin pergi, tiap kali melihat orang bersiap memotretnya.

Belaka, saat itu, seketika saja ia tambahan pula ingin dipotret dengan atribut teladan.

Bagaimanapun jua, sambut belas kasih Habib Husein, Pak Mutahar, atau segala apa pun panggilan yang tertuju untukmu. Terima kasih sudah berjuang, syukur telah menjadi teladan.

Semoga kondisi Indonesia hari ini pun mendatang, lain menjadi luka untukmu, pun pahlawan lain. Kiranya penerus Lahan Air, bisa membuat persabungan kalian semua tak sia-sia.

Aamiin.

Source: https://www.ngelmu.co/pencipta-lagu-hari-merdeka-pendiri-paskibraka-penyelamat-bendera-pusaka-adalah-seorang-habib/

Posted by: gamadelic.com