Nama Kecil Bung Tomo Adalah

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia netral

Sutomo
(Bung Tomo)

Bung Tomo.jpg
Nayaka Negara Urusan Bekas Pejuang Indonesia ke-1

Perian jabatan


12 Agustus 1955 – 24 Maret 1956
Presiden Soekarno
Perdana Menteri Burhanuddin Harahap
Pemindah Dahlan Ibrahim
Nayaka Sosial Indonesia
(ad-interim)

Masa jabatan


18 Januari 1956 – 24 Maret 1956
Presiden Soekarno
Patih Menteri Burhanuddin Harahap
Pendahulu Soedibjo
Pengganti Fatah Jasin
Informasi pribadi
Lahir (1920-10-03)3 Oktober 1920
Surabaya, Jawa Timur, Hindia Belanda
Meninggal 7 Oktober 1981(1981-10-07)
(umur 61)
Padang Arafah, Arab Saudi
Kebangsaan Indonesia
Organisasi politik politik
  • Gerakan Rakyat Baru
  • Perjaka Republik Indonesia
Suami/candik Sulistina
Pegangan Jurnalis
Penghargaan sipil Pahlawan Kewarganegaraan Indonesia
Karier militer
Pihak
Indonesia
Pangkat Penasihat
Komando Angkatan Pemberontakan Rakyat Indonesia
Pertentangan/perang Pertampikan Surabaya (1945)
Aliran Nasional Indonesia (1945-1949)

Sutomo
(3 Oktober 1920 – 7 Oktober 1981)[1]
alias lebih dikenal dengan teguran sanding
Bung Tomo
adalah pahlawan nasional Indonesia dan bos militer Indonesia pada masa Revolusi Kewarganegaraan Indonesia yang dikenal karena peranannya internal Pertempuran 10 November 1945.

Riwayat Hidup

[sunting
|
sunting sumber]

Masa muda

[sunting
|
sunting sumber]

Sutomo dilahirkan di Kampung Blauran, Surabaya. Ayahnya bernama Kartawan Tjiptowidjojo, priyayi golongan medium nan pernah bekerja bagaikan pegawai pemerintah, staf perusahaan swasta, ajun kantor pajak, hingga tenaga kerja perusahan ekspor-impor Belanda. Kartawan mengaku punya asosiasi pembawaan dengan beberapa pemuja dempet Pangeran Diponegoro.

Ibu Sutomo bernama Subastita, seorang gadis berdarah senyawa Jawa Tengah, Sunda, dan Madura anak seorang distributor lokal mesin jahit SINGER di distrik Surabaya yang sebelum pindah ke Surabaya pernah jadi polisi kotapraja dan anggota Sarekat Selam.

Sutomo sulung dari 6 basyar berkeluarga. Adiknya saban bernama Sulastri, Suntari, Gatot Suprapto, Subastuti, dan Hartini.[2]

Walaupun dibesarkan dalam anak bini yang sangat menghargai pendidikan, tetapi sreg spirit 12 tahun, Sutomo terpaksa meninggalkan bangku MULO akibat dampak Despresi Besar yang melanda manjapada. Bagi membantu anak bini, ia mulai berkarya secara mengawang. Meski sedemikian itu, belakangan Sutomo bisa ikut HBS secara korespondensi dan tercatat bagaikan petatar yang dianggap lulus meski bukan secara protokoler.

Sutomo lalu bergabung dengan KBI (Kepanduan Bangsa Indonesia). Puas usia 17 tahun, ia berbuntut menjadi orang kedua di Hindia Belanda yang mengaras peringkat Pramuka Garuda. Sebelum pendudukan Jepang pada 1942, peringkat ini namun dicapai maka itu tiga makhluk Indonesia.

Sutomo muda lebih banyak berkecimpung dalam satah kewartawanan. Sira antaranya menjadi kuli tinta lepas untuk harian
Soeara Oemoem, harian berbahasa Jawa
Ekspres, mingguan
Pembela Rakyat, dan majalah
Poestaka Timoer.

Pertempuran 10 November 1945

[sunting
|
sunting sumber]

Puas 1944, ia terpilih menjadi anggota “Kampanye Rakyat Baru” dan pengurus “Perjaka Republik Indonesia” di Surabaya, yang disponsori Jepang. Setelah kamu menyatu dengan sejumlah kelompok kebijakan dan sosial, inilah bintik awal keterlibatannya dalam Revolusi Nasional Indonesia. Dengan posisinya itu, ia bisa mendapatkan akses radio nan lantas bertindak besar untuk menyiarkan orasi-orasinya yang menggarangkan hidup pemuda dan rakyat untuk berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Terlebih, sejak 12 Oktober 1945 Bung Tomo sekali lagi menjadi pemimpin “Barisan Bantahan Rakyat Indonesia” (BPRI) di Surabaya menjajari angkatan Belanda dan Inggris. Sungguhpun pada Perdurhakaan Surabaya 10 November 1945, akibatnya pihak Indonesia kalah, tetapi rakyat Surabaya dianggap berhasil memukul memanjang pasukan Inggris bagi darurat waktu (armada Inggris mundur berasal Indonesia pada November 1946) dan kejadian ini dicatat sebagai salah satu peristiwa terpenting dalam rekaman misal awal dari mempertahankan kedaulatan Republik Indonesia.

Pasca Perang Kedaulatan

[sunting
|
sunting sumber]

Antara 1950-1956, Bung Tomo timbrung dalam Kabinet Perdana Menteri Burhanuddin Harahap sebagai Nayaka Negara Urusan Lepasan Pejuang Bersenjata/Veteran, merangkap Menteri Sosial (Ad Interim). Sejak 1956 Sutomo menjadi anggota anggota Konstituante mewakili Organisasi politik Rakyat Indonesia. Sira menjadi parlemen hingga jasad tersebut dibubarkan Sukarno suntuk Dekrit Kepala negara 1959.

Sutomo memprotes berkanjang kebijakan Sukarno tersebut, termasuk membawanya ke majelis hukum meski akhirnya kalah. Kesannya perlahan kamu menyentak diri dari dunia politik dan pemerintahan.

Pada mulanya Orde Bau kencur, Sutomo pun muncul sebagai tokoh yang mulanya membantu Suharto. Belaka, sejak tadinya 1970-an, sira mulai banyak mengaibkan acara-program Suharto, teragendakan keseleo satunya proyek pembangunan Taman Mini Indonesia Mulia. Hasilnya pada 11 April 1978 anda ditangkap dan dipenjara selama setahun atas gugatan melakukan aksi subversif.

Sekeluar dari hotel prodeo Sutomo tampaknya tidak lagi berperhatian untuk bersikap vokal pada pemerintah dan mengidas memanfaatkan waktu bersama keluarga dan mendidik kelima anaknya. Selain itu Sutomo juga menjadi lebih bersungguh-sungguh dalam kehidupan imannya.

Pada 7 Oktober 1981, Sutomo meninggal mayapada di Padang Arafah detik semenjana menunaikan ibadah haji. Berbeda dengan tali peranti menanam jemaah haji yang meninggal di tanah suci, buntang Bung Tomo dibawa pulang ke tanah tumpah. Sesuai wasiatnya, Bung Tomo tak dimakamkan di ujana makam pahlawan, melainkan di Medan Pemakaman Umum Ngagel Surabaya.

Gelar Pahlawan Kewarganegaraan

[sunting
|
sunting sendang]

Bung Tomo sah dikukuhkan menjadi Pahlawan Kebangsaan pada peringatan Hari Pahlawan tahun 2008 di Istana Merdeka. Sang istri, Ny. Sulistina, menerima langsung surat keputusan bernomor 041/TK/Tahun 2008 yang diserahkan presiden.[3]
Pengangkatan ini buah berpangkal desakan bineka pihak, termasuk GP Ansor dan Fraksi Partai Golkar DPR.[4]

Kontroversi

[sunting
|
sunting sumber]

Pada 1950-an di Surabaya, Bung Tomo beraspirasi bagi membantu kehidupan para tukang becak dengan menginisiasi sebuah perkumpulan koperasi. Dengan uang iuran nan ditarik terbit para tukang becak, lantas direncanakan pendirian pabrik sabun yang nantinya akan dikelola sepenuhnya oleh dan lakukan menyopiri becak. Akan tetapi ide cara pabrik sabun colek ini macet di tengah perkembangan, tanpa jalinan terserah pertanggungan-jawaban keuangan.[5]

Anak bini

[sunting
|
sunting sumber]

Bung Tomo mengawini Sulistina, seorang tamatan paramedis PMI, sreg 19 Juni 1947. Pasangan ini dikaruniai catur insan momongan, per bernama Kuningan “Titing” Sulistami (lahir 29 Juni 1948), Bambang Sulistomo (lahir 22 April 1950), Sri Sulistami (lahir 16 Agustus 1951), dan Ratna Sulistami (12 November 1958).[6]

Referensi

[sunting
|
sunting sumber]


  1. ^


    Frederick, William H. (April 1982). “In Memoriam: Sutomo”.
    Indonesia. Cornell University Southeast Asia Program.
    33: 127–128. seap.indo/1107016901.





  2. ^


    Arfah, Hamzah (2016-09-01). Djumena, Erlangga, ed. “Sosok Istri Bung Tomo di Indra penglihatan Keponakannya”.
    Kompas.com
    . Diakses sungkap
    2021-05-13
    .





  3. ^


    “Bung Tomo untuk Generasi Muda”.
    Kompas.com. 2008-11-08. Diakses tanggal
    2021-05-13
    .





  4. ^


    Widiyanarko, Dian (2007-11-09). “Pemerintah Didesak Serah Gelar Pahlawan pada Bung Tomo”.
    Okezone.com
    . Diakses sungkap
    2021-05-13
    .





  5. ^


    “Da’waduh pembangunan makhluk becak”. Diarsipkan dari versi zakiah tanggal 2022-06-25. Diakses tanggal
    2010-11-10
    .





  6. ^


    Sutomo, Sulistina (1995).
    Bung Tomo, Suamiku. Jakarta: Wacana Sinar Pamrih. ISBN 979-416-313-9. OCLC 35230637.




Pranala luar

[sunting
|
sunting sumber]

  • In Memoriam: Sutomo, oleh William H. Frederick
    (Inggris)



Source: https://id.wikipedia.org/wiki/Sutomo

Posted by: gamadelic.com