FIKIH MENCARI JODOH

Makanya: Muhammad Najib Asyrof, Lc., M.Ag.
[email protected]

Memilih jodoh berdasarkan agama dan akhlak dapat ditempuh dan harus diupayakan. Karena lawan tidak sekedar takdir sang pencipta semata tanpa ada upaya dari manusia sebagai hamba Halikuljabbar Swt. karena jodoh bersifat
ikhtiari.

Salah satu tabiat nan melekat pada diri manusia sejak menghuni bumi ini adalah membutuhkan karunia sayang dan perhatian dari orang tidak, sehingga tidak heran sekiranya manusia disebut ibarat hamba allah sosial. Banyak aforisme yang mengatakan bahwa hidup ini singkat tambahan pula karena habis singkatnya diibaratkan seperti sekedar
numpang minum
atau internal Bahasa Jawa sering diungkapkan dengan frase
“singgah ngombe”. Tentunya peribahasa ini dapat dipedulikan maka dari itu semua limbung, dan tidak terpaku sreg rasial atau agama tertentu karena agama Islam juga memufakati hal tersebut namun dengan redaksi nan tak jauh farik.

Momen seseorang sudah memasuki usia yang laik untuk menikah, muncul dorongan dalam diri untuk membangun suatu mahligai kondominium tahapan. Mengejar tara atau pendamping hidup menjadi salah satu rangkaian yang mengawali resistansi yang perlu dipersiapkan dengan matang.

Mengetahui Makna Gabungan Pernikahan

Menikah enggak sekedar mengucapkan penawaran dan qabul di penghadapan penghulu kemudian mengadakan resepsi pernikahan. Pernikahan jika dilihat berbunga pranata sosial punya implikasi yang sangat luas diantaranya sudah dianggap mandiri dan mutakadim memiliki barang bawaan jawab yang harus dipikulnya merupakan istri dan kalak anak-anaknya. Kemudian lahirnya tanggung jawab baik yang berperangai segmental ataupun kolektif yang harus dipahami terlebih dahulu sebelum memasuki jenjang kehidupan plonco tersebut.

Sehingga sebelum memasuki jenjang pernikahan atau mengawalinya dengan memintal inversi harus memahami betul segala makna dan tujuan menikah? Dengan mengarifi makna atau alasan menikah seseorang baik itu bujang atau pemudi akan memperoleh sebuah petunjuk untuk melangkah ke tahapan berikutnya. Adapun sejumlah janjang tersebut dimulai dari proses seleksi jodoh, khitbah, keberlangsungannya mencecah akad pernikahan, pemahaman hak dan bagasi, serta tahapan sikap tukar pengertian (tasamuh). Dengan mengkaji makna dari koalisi perkawinan maka tahapan-janjang tersebut mudah kerjakan dilalui.

Akad nikah yaitu suatu akad atau perikatan untuk menghalalkan pergaulan seksual antara laki-laki dan perawan n domestik susuk takhlik kebahagiaan hidup keluarga nan diliputi rasa ketentraman serta kasih sayang dengan cara yang diridhai Tuhan Swt. Sedangkan menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) perkawinan atau pernikahan merupakan akad yang dahulu lestari alias
mitssaqan ghalidzan
kerjakan mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.

Menikah Itu Ibadah

Meskipun hidup di bumi ini hanya provisional dan fana doang hidup ini menjadi tak lengkap takdirnya tidak ditemani oleh pengapit hidup. Situasi ini pernah diungkapkan oleh sahabat Rasullah Saw. yaitu Abdullah Anak laki-laki Mas’ud yang menayangkan pentingnya menikah bikin mendapatkan pendamping hidup seperti direkam oleh Ibnu Abi Syaibah bagaikan berikut:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ: لَوْ لَمْ يَبْقَ مِنَ الدَّهْرِ إِلَّا لَيْلَةٌ، لَأَحْبَبْتُ أَنْ يَكُونَ لِي فِي تِلْكَ اللَّيْلَةِ امْرَأَةٌ.

Abdullah Ibn Mas’ud interelasi berkata: Andaikan hari yang tersisa bagiku hanya satu lilin batik maka satu keadaan yang ingin Aku lakukan sreg lilin batik itu ialah menikah.”

Selain Riwayat di atas cak semau pula Riwayat yang cukup tersohor nan sering kita dengar bahwa Ibni Mas’ud berujar bahwa jika engkau mengetahui apabila roh yang tersisa baginya hanya terlampau 10 (sepuluh) hari maka ia kepingin menikah agar ketika menumpu Allah Swt. (meninggal dunia) kamu lain privat kejadian sendiri (perjaka).

Sama dengan ibadah atau ritual keagamaan yang lain, menikah juga membutuhkan upaya (effort) yang luar biasa dalam melaksanakannya. Dibutuhkan ketersediaan fisik dan psikis yang mantap bakal untuk membentuk keputusan untuk menikah. Banyak argumentasi yang menuturkan bahwa menikah adalah suatu ibadah nan luar biasa nan disyariatkan cak bagi hamba-Nya. Keistimewaan menikah bukan sonder alasan keseleo satunya yakni apa yang diungkapkan oleh Bani ‘Abidin nan mengagetkan yakni:

لَيْسَ لَنَا عِبَادَةٌ شُرِعَتْ مِنْ عَهْدِ آدَمَ إلَى الْآنَ ثُمَّ تَسْتَمِرُّ فِي الْجَنَّةِ إلَّا النِّكَاحَ وَالْإِيمَانَ

“Bukan ada ibadah yang nan disyariatkan buat kita sejak Nabi Lelaki hingga detik ini (Nabi Muhammad Saw.) kemudian terus diberlangsungkan sampai ke keindraan kecuali nikah dan menjaga keimanan.”

Mengidas dan Mencari P versus itu Berkepribadian Ikhtiari

Al-Qur’an ibarat pedoman hayat kita telah memberikan tonggak-rambu bakal muda-mudi milenial khususnya dalam memilih pasangan. Salah satu ayat yang tersohor di halangan taruna mudi saat ini bahkan sudah dihapal di luar pembesar yaitu dokumen An-Nur ayat 26, yang artinya:

Wanita-wanita nan jahat adalah bakal laki-laki yang keji, dan laki-laki nan jahat yaitu buat wanita-wanita yang virulen (pula), dan wanita-wanita nan baik adalah kerjakan laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik ialah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu ceria semenjak segala nan dituduhkan maka itu mereka (nan mengamati itu). Cak bagi mereka ampunan dan rezeki yang mulia (surga).

Sayangnya ayat ini acap kali disalahpahami oleh taruna-mudi. Mengenai kesalahan kerumahtanggaan memaklumi ayat di atas, yaitu ayat di atas sering kali dianggap sebagai idiom bahwa jodoh itu polos takdir Allah Swt. yang mempengaruhi pola pikir mulai dewasa-mudi kerjakan beri, berserah diri dan pergi ikhtiar. Padahal, jika mau melihat makin dalam lagi dengan pendekatan kata tambahan, ayat ini runtuh kerjakan melegitimasi dan membela Ummul Mukminin yakni Aisyah Ra. terbit bidasan cerca yang keji. Sehingga makna wanita nan baik hanya buat lelaki yang baik, ini bisa menjadi bukti bahwa Aisyah Ra. adalah wanita yang terbimbing kemuliaannya. Dengan demikian Aisyah ialah oponen yang teladan, karena tidak mana tahu Allah meridhai Aisyah sebagai isteri sebaik-baiknya manusia kecuali Aisyah khusyuk turunan yang dapat menjaga kehormatannya.

Dalam mentadaburi ayat ini, terbiasa dipahami secara menyeluruh bahwa antagonis tidak tubin sejenis itu saja tanpa diiringi dengan upaya dan ikhtiar yang maksimal. Kemudian melihat konteks turunnya ayat ini mudah-mudahan dapat memotifasi kita semua agar berupaya menjadi pribadi yang baik dengan cara meneladani Rasulullah Saw. bagi para pemuda dan meneladani isteri Rasulullah (Aisyah Ra.) cak bagi upik masa kini.

Agama dan Budi pekerti Perumpamaan Prerogatif

Dalam kitab fikih disebutkan sejumlah kriteria nan hendaknya dijadikan parameter bikin memintal jodoh baik bikin mencari isteri maupun suami:

Memilih Dagi (Calon Isteri)

  • Agama Menjadi Hak istimewa

    Umumnya masyarakat memperhatikan kriteria untuk memilih jodoh (calon istri) bakal dijadikan tampin jiwa diantaranya ialah patokan harta, kedudukannya, kecantikannya dan agamanya. Akan saja, pemilihan beralaskan memahaman yang benar terhadap agama menjadi nisbah prioritas karena kelak sang ibu atau ayah akan menjadi pendidik bagi keturunannya. Adapun standar nan telah direkam maka dari itu Imam Bukhari dalam shahihnya ialah:

    عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ – رضى الله عنه – عَنِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ: تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لأَرْبَعٍ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا، فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ.
    (رواه البخاري)

    Dari Duli Hurairah ra. Terbit Utusan tuhan Muhammad SAW. mutakadim bersuara: Wanita rata-rata dinikahi karena 4 (empat) hal: hartanya, nasabnya, kecantikannya, dan agamanya. Karena itu, pilihlah nan memiliki agama, kalian akan mujur.”

    (H.R. Bukhari).

    Seleksi berdasarkan penunjuk agama bukan berarti tidak memberikan kemungkinan sedikitpun pada kriteria tidak bagi menjadi pertimbangan, melainkan menyerahkan riset dan prioritas nan lebih terhadap kognisi agama. Sehingga, dengan kata enggak boleh dan sah-sah namun keempat tolok tersebut berkumpul sreg salah koteng wanita yang makmur raya, bernasab baik, cantik dan responsif dengan syariat Islam

  • Berakhlak Mulia

    Dapat dikatakan bahwa kalau pemahaman terhadap agama ini baik, maka pada umumnya berakhlak mulia enggak akan menjadi suatu peristiwa yang terik. Karena adab merupakan sikap yang lahir berpunca diri seseorang yang dilakukan secara spontanitas sonder melintasi pemikiran yang panjang. Begitu halnya sendiri amputan yang shalihah dia akan menjaga kehormatannya di saat suaminya enggak disampingnya. Sama dengan firman Yang mahakuasa Swt. sebagai berikut:

    …فَٱلصَّٰلِحَٰتُ قَٰنِتَٰتٌ حَٰفِظَٰت
    ٞ
    لِّلۡغَيۡبِ
    بِمَا
    حَفِظَ

    ٱللَّهُۚ

    “…Sebab itu maka wanita nan sholihah, yakni yang teguh kepada Allah pun memelihara diri ketika suaminya bukan ada, maka itu karena Tuhan telah memiara (mereka)…”

    (Q.S. An-Nisa [4]:34)

  • Memiliki Kesuburan

    Hikmah dan tujuan dari menikah adalah upaya menambah dan mempertahankan eksistensi atau spesiesnya. Lebih lagi Rasulullah Saw. akan berbangga hati di hadapan umat nabi lainnya jika umatnya sangat banyak, sebagaimana dijelaskan privat hadis berikut:

    حدَّثنا أَحْمَدُ بنُ إبرَاهيمَ، حَدَّثنَاَ يَزِيدُ بنُ هَارُونَ، أخْبَرَنَا مُسْتَلِمُ بنُ سَعِيدٍ ابن أُخت مَنْصُور بنِ زَاذَان، عَنْ مَنْصُورٍ يَعْنيِ ابن زَاذَان – عن مُعَاوِيَةَ بنِ قرَّةَ عَن مَعْقِلِ بنِ يسارٍ، قال: جَاءَ رَجُلٌ إلَى النَّبيِّ صلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: إِنّي أصبتُ امرأةً ذاتَ حَسَبٍ وجَمَالٍ، وأنها لا تَلِدُ، أفَاَتَزَوَّجُهَا؟ قَالَ: ” لَا” ثُم أتَاهُ الثَّانِيَةَ فَنَهَاهُ، ثُمَّ أَتَاهُ الثَّالِثَةَ، فَقَالَ: “تَزَوَّجُوا الوَدُوْدَ الوَلُوْدَ فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمُ الأُمَمُ”
    قَالَ عَلَيْهِ السَّلَامُ: عَلَيْكُمْ بَالوَلُودِ الوَدُودِ. (رواه أبو داود)

    Diriwayatkan semenjak Ahmad Ibn Ibrahim, dari Yazid Ibn Harun, dari Mustalim Ibn Sa’id Ibn Ukhtu Manshur Ibn Zadzan berbunga Mua’wiyah Ibn Qarrah berpangkal Ma’qil Ibn Yasar telah berkata bahwa: Seorang lelaki mendatangi Nabi Saw. berkata : “Aku menemukan koteng wanita yang cakap dan n kepunyaan martabat tinggi hanya anda mandul apakah aku menikahinya?”, Utusan tuhan Saw menjawab, “Jangan !”, kemudian pria itu datang menemui Rasul Saw kedua kalinya dan Nabi Saw. tetap melarangnya, kemudian dia menjumpai Nabi Saw. yang ketiga kalinya maka Rasul Saw. berkata, “Nikahilah wanita yang sangat penyayang dan yang mudah beranak banyak (rani) karena aku akan berbangga dengan kalian di pangkuan umat-umat yang lain” kemudian Nabi berujar: “Gapailah isteri-isteri yang rani nan penyayang junjungan“.

    (HR. Abu Dawud)

    Sabda di atas menjelaskan bahwa agar tujuan pernikahan itu tercapai maka diupayakan memilih teman (primadona ayutayutan) yang produktif sehingga boleh menjadi pemodalan bagi orang tua di kemudian hari sebagaimana dijelaskan privat sebuah riwayat:

    “Apabila seseorang meninggal maka terputus amalnya kecuali 3 (tiga) hal kecuali sedekah jariyah, atau hobatan yang berfaedah, atau anak nan shalih yang mendoakan makhluk tuanya.”

    (H.R. Muslim)

Memintal Tara (Calon Suami)

Patokan memilih dagi unggulan suami enggak sekompleks memintal calon isteri. Akan tetapi tidak menafikan sikap ketat kerumahtanggaan menentukan pilihan.
Pertama
yakni memiliki kesadaran agama dan akhlak yang luhur sebagaimana sabda Rasulullah Saw. sebagai berikut:

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ شابُورَ الرَّقِّىُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْحَمِيدِ بْنُ سُلَيْمَانَ الأَنْصَارِىُّ أَخُو فُلَيْحٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَجْلاَنَ عَنِ ابْنِ وَثِيمَةَ الْمِصْرِىِّ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- « إِذَا أَتَاكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ خُلُقَهُ وَدِينَهُ فَزَوِّجُوهُ إِلاَّ تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِى الأَرْضِ وَفَسَادٌ عَرِيضٌ ».
(رواه ابن ماجه).

Sudah lalu menceritakan kepada kami Muhammad ibn Sabur At-Raqqiy, telah menceritakan kepada kami Abdul Hamid ibn Sulaiman Al-Anshori Akhu Fulaih dari Muhammad ibn ‘Ajlan mulai sejak bani wasimah Al-Mishriy dari Abu Hurairah ra. berujar bahwa Rasulullah Saw. bersabda Apabila datang kepadamu seseorang nan beliau senangi agama dan akhlaknya, maka kawinkanlah beliau dengan anak perempuanmu, jika enggak, niscaya akan mendatangkan fitnah di bumi ini dan akan menimbulkan kerusakan yang berpenunggu.

Kedua, adalah primadona laki mudah-mudahan sehat dan tidak mengidap penyakit yang membahayakan keutuhan apartemen tangga.

Kesimpulan

Dalam melembarkan antitesis, Islam telah memberikan informasi yang sangat komprehensif melalui kajian fikih yang diambil dari sumber utama yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah dan dilengkapi dengan interpretasi dari para ulama. Sebelum seseorang mengarungi bahtera rumah tangga, sebaiknya perlu mengkaji dan mempersunting suatu pertanyaan penting ialah apa makna dari sangkutan pernikahan itu? Karena jawaban terbit pertanyaan tersebut akan menentukan jihat kemana sumbuk tersebut akan berlayar. Idealnya pernikahan menjadi sebuah mediator atau makelar meraih ridha Sang pencipta Swt. dan mengikuti jejak sunnah rasulullah Saw., sehingga pemilihan saingan beralaskan agama dan akhlak bisa ditempuh dan harus diupayakan. Karena jodoh tidak sekedar suratan sang pencipta semata tanpa terserah upaya dari manusia perumpamaan hamba Allah Swt. karena jodoh bersifat
ikhtiari.