Ibu Siti Fatimah Anak Rasulullah
Fatimah az-Zahra |
|
---|---|
![]() Tera Fatimah internal kaligrafi Islam |
|
Nama dasar |
فَاطِمَة ٱلزَّهْرَاء |
Lahir | 15 BH (605 M) (tidak pasti) Makkah, Hijaz, Jazirah Arab[1] |
Meninggal | 3 Jumadilakhir 11 AH (18 Agustus 632) (tidak pasti) Madinah, Kekhalifahan Rasyidin[1] |
Makam | Madinah, Hijaz[1] |
Suami/istri | Ali bin Abi Thalib[1] |
Anak |
|
Anak adam gaek |
|
Kerabat |
|
Fatimah binti Muhammad
(bahasa Arab:
فَاطِمَة ٱبْنَت مُحَمَّد,
translit.
Fāṭimah binti Muḥammad
,
IPA:
[ˈfaːtˤima b.pasar harian muˈħammad]; 606/614 – 632) merupakan putri bungsu Nabi Muhammad semenjak perkawinannya dengan istri pertamanya, Khadijah.
Keluarga
[sunting
|
sunting sumber]
Ayah bunda dan tali pusar
[sunting
|
sunting sumber]
Sayyidah Fatimah az-Zahra lahir panca masa sebelum kerasulan Nabi Muhammad. Engkau yakni momongan perempuan termuda dari Utusan tuhan Muhammad. Berdasarkan nasabnya, namanya adalah Fatimah binti Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib. Keluarga Fatimah az-Zahra yaitu keturunan dari anak laki-laki Hasyim dan suku Quraisy.[2]
Sayyidah Fatimah az-Zahra yaitu anak perempuan keempat berpunca pernikahan antara Nabi Muhammad dengan Khadijah binti Khuwailid. Anda memiliki tiga kakak kuntum merupakan Zainab, Ruqayyah dan Ummu Kultsum. Fatimah az-Zahra juga memiliki dua saudara laki-laki sekandung, sekadar keduanya meninggal ketika masih kerdil. Nama kedua saudaranya yang wafat ini merupakan Qasim dan Ibrahim. Selain itu, sira n kepunyaan seorang saudara angkat yang diadopsi maka dari itu ayahnya. Tera plasenta gotong ini yakni Zaid bin Haritsah, yang kelak menjadi Hawariyyun Daripada Baginda Rasul Muhammad.[3]
Kelahiran Sayyidatina Fatimah az-Zahra berbarengan dengan peristiwa besar yaitu ditunjuknya Rasulullah sebagai penengah detik terjadi perselisihan antara suku Quraisy mengenai barangkali yang berhak meletakan sekali lagi Hajar Aswad setelah Ka’bah diperbaharui. Dengan intelek akalnya, baginda fertil mengamankan persoalan yang rapat persaudaraan menjadikan pertarungan diantara suku bangsa-kabilah nan ada di Makkah.[[[Kategori:Kata sandang dengan pernyataan nan lain disertai rujukan]]
[butuh rujukan]
Kelahiran sayyidah Fatimah disambut gembira oleh Rasulullahu alaihi wassalam dengan mengasihkan nama Fatimah dan julukannya Az-Zahra, sedangkan kunyahnya ialah
Ummu Abiha
(Ibu berpangkal ayahnya).
[butuh rujukan]
Engkau putri nan mirip dengan ayahnya, Ia bertaruk dewasa dan ketika berangkat kehidupan 5 hari terjadi peristiwa lautan terhadap ayahnya yaitu turunnya wahyu dan tugas berat yang diemban oleh ayahnya. Dan dia juga menyaksikan kaum dahriah menggampangkan gangguan kepada ayahnya, sampai cobaan nan sukar dengan meninggal ibunya Khadijah. Anda sangat pun sedih dengan mortalitas ibunya.
[butuh rujukan]
Rasulullah sangat menyayangi sayyidah Fatimah. Setelah Rasulullah bepergian dia lebih tinggal menemui Fatimah sebelum menemui candik istrinya. Aisyah bersuara,”Aku tidak melihat seseorang yang perkataannya dan pembicaraannya yang menyerupai Rasulullah selain Fatimah, kalau ia cak bertengger mengunjungi Rasulullah, Rasulullah meleleh adv amat menciumnya dan menjawat dengan hangat, sedemikian itu pula sebaliknya nan diperbuat Fatimah bila Rasulullah menclok mengunjunginya.”
[butuh rujukan]
Rasulullah mengungkapkan rasa cintanya kepada putrinya takala diatas platform: ”Sungguh Fatimah bagian dariku, siapa yang membuatnya marah berarti membuat aku murka”. Dan internal riwayat bukan disebutkan, ”Fatimah bagian dariku, aku merasa terganggu bila sira diganggu dan aku merasa sakit takdirnya ia disakiti.”.
[butuh rujukan]
Selepas Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam menjalankan haji
wada’
dan saat anda melihat Fatimah, raja menemuinya dengan ramah serempak berkata, ”Selamat datang aduhai putriku”. Dahulu baginda menyuruh duduk disamping kanannya dan membisikkan sesuatu, sehingga Fatimah menangis dengan tangisan yang gigih, tatkala Fatimah sedih lalu yamtuan membisikkan sesuatu kepadanya nan menyebabkan Fatimah tersenyum.
[butuh rujukan]
Tatkala Aisyah menyoal tentang apa nan dibisikannya silam Fatimah menjawab, ”Saya tak mau menyibakkan rahasia”. Setelah Rasulullah wafat, Aisyah bertanya lagi kepada Fatimah tentang apa nan dibisikan Rasulullah kepadanya sehingga mewujudkan Fatimah menangis dan tersenyum. Lalu Fatimah menjawab, ”Adapun yang baginda katakan kepadaku pertama kali adalah emir memberitahu bahwa sesungguhnya Roh kudus telah membacakan al-Qur’an dengan hafalan kepada syah setiap tahun sekali, sekarang anda membacakannya setahun 2 boleh jadi, tinggal baginda bersabda, “Sungguh Aku mengaram ajalku mutakadim dekat, maka bertakwalah dan bersabarlah, seutuhnya Salaf (pendahulu) untukmu adalah Aku”. Maka akupun menangis nan ia lihat saat kesedihanku. Dan saat sinuhun membisikan yang kedua kali, baginda berkata, ”Duhai Fatimah apakah engkau enggak doyan menjadi penghulu wanita-wanita penghuni suralaya dan engkau adalah orang permulaan dari keluargaku yang akan menyusulku”. Kemudian saya mesem.
[butuh rujukan]
Tatkala 6 bulan sejak wafatnya Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam, Sayyidah Fatimah jatuh sakit, namun ia merasa gembira karena kenyataan gembira nan dipedulikan berpokok ayahnya. Lain lama kemudian iapun beralih ke sisi Tuhannya pada malam Selasa tanggal 13 Ramadhan perian 11 H n domestik semangat 27 tahun.
[butuh rujukan]
Sayyidah Fatimah Az-Zahra bertunas menjadi seorang gadis nan tidak tetapi merupakan putri dari Rasulullah, tetapi juga berharta menjadi keseleo suatu khalayak kepercayaan ayahnya pada masa baginda. Fatimah Az-Zahra memiliki karakter yang sabar,dan pengasih karena dan tidak perhubungan menyibuk atau dilihat lelaki nan bukan mahromnya. Rasullullah sayang sekali menyebutkan nama Fatimah, salah satunya adalah ketika Rasulullah korespondensi bertutur, “Fatimah merupakan bidadari nan menyerupai manusia”.
[pelir rujukan]
Pernikahan
[sunting
|
sunting sumber]
![]() |
Bagian ini memerlukan |
Fatimah az-Zahra menikah puas arwah 18 tahun dengan Sayyidina Ali bin Abi Thalib.[2]
Akad nikah antara keduanya diadakan setahun setelah Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam dan pengikutnya evakuasi ke Madinah. Nabi Muhammad andai ayah berasal Fatimah az-Zahra menyetujui pernikahan ini karena adanya hubungan kekerabatan dan nikah sosial dengan keluarga berpunca Ali bin Abi Thalib RA. Ayah terbit Sayyidina Ali adalah Debu Thalib yang merupakan paman dari Nabi Muhammad. Rasul Muhammad hidup dalam asuhan pamannya ini. Ketika pamannya telah wafat, Ali diasuh oleh Nabi Muhammad. Jadi Rasul Muhammad sudah menganggap Ali seperti anaknya sendiri.[4]
Dalam pelecok suatu hadis yang diriwayatkan oleh Padri Bukhari dan Pendeta Muslim diketahui bahwa Fatimah az-Zahra pernah hampir mengalami poligami. Periwayatan titah ini berasal bermula Miswar bin Makhramah. Keterangan dalam hadis ini menyebutkan pemali Nabi Muhammad kepada Ali polong Abi Thalib untuk berbuat poligami dengan Juwairiyah binti Abu Jahal. Nabi Muhammad menyampaikan kejadian ini di atas mimbar. Ia memulai dengan menyebutkan latar pantat dari peristiwa ini. Di atas mimbar, Nabi Muhammad menyebutkan bahwa usulan pernikahan antara Ali polong Abi Thalib dengan Juwairiyah binti Abu Jahal adalah usulan dan permintaan dari keluarga Hisyam kacang al-Mughirah. Utusan tuhan Muhammad dengan tegas tidak mengizinkan peristiwa ini dengan ucapan yang jelas yang diulanginya sebanyak tiga boleh jadi. Nabi Muhammad menyatakan bahwa Fatimah az-Zahra merupakan anak kandungnya, yang bermanfaat menyusahkan dan menyakiti perasaannya seperti menyusahkan dan menyakiti perasaan Utusan tuhan Muhammad.[5]
Keturunan
[sunting
|
sunting sendang]
![]() |
Bagian ini memerlukan |
Semenjak pernikahannya dengan Ali bin Abi Thalib, Fatimah Az-Zahra dikaruniai 5 orang anak, 3 putra dan 2 putri. 3 putra yaitu Hasan, Muhsin dan Husain. Sementara itu kedua putrinya yaitu Zainab dan Ummu Kultsum. Hasan dan Husain sangat disayangi maka dari itu Rasulullah Shalallahu Alaihi Waalihi Wassalam. Selayaknya ada satu pun anak asuh Fatimah Az Zahra bernama Muhsin, tetapi Muhsin meninggal manjapada karena wafat ketika masih kecil.
[butuh rujukan]
Klaim pertalian keluarga diberikan oleh Dinasti Fatimiyah kepada Fatimah az-Zahra dan Ali bin Abi Thalib. Pembangun dinasti ini adalah Abdullah bin Mahdi yang merupakan cucu dari Rohaniwan Syiah yang ketujuh, Ismail kacang Ja’far al-Sadiq.
Dari keturunannyalah, Ahlul kuplet Rasul Muhammad berlanjut. Umar kedelai Khatab juga disebutkan, “Aku mendengar Rasulullah bersabda: “Semua anak berpangkal perempuan bernasab kepada ayah mereka, kecuali yang dilahirkan Fathimah. Akulah ayah mereka”.
[6]
Tangkisan
[sunting
|
sunting mata air]
Pertempuran Uhud
[sunting
|
sunting sumber]
Pada saat Pertempuran Uhud, Fatimah az-Zahra masuk masuk serta dengan para perempuan lainnya. Mereka ditugaskan cak bagi menepati kebutuhan tamtama selama balasan. Tugas ini antara lain membantu mengangkat air, memberi minum dan merawat prajurit yang terluka.[7]
Wafat
[sunting
|
sunting sumber]
Fatimah az-Zahra wafat lega hidup 27 tahun. Ia meninggal dunia dengan jarak perian enam wulan setelah wafatnya Nabi Muhammad.[8]
Pustaka
[sunting
|
sunting mata air]
Tulisan kaki
[sunting
|
sunting sumber]
-
^
a
b
c
d
e
f
g
(Fitzpatrick & Walker 2022, hlm. 182-186) -
^
a
b
Mursi 2022, hlm. 450. -
^
Nasution, Syamruddin (2013).
Sejarah Peradaban Selam
(PDF). Pekanbaru: Yayasan Pusaka Riau. hlm. 32. Diarsipkan
(PDF)
berpokok versi ikhlas rontok 2022-08-07. Diakses copot
2022-03-03
.
-
^
Katimin 2022, hlm. 101. -
^
Adawiyah, Robi’atul (2019).
Reformasi Hukum Batih Selam dan Implikasinya Terhadap Hak-nasib baik Perempuan dalam Hukum Perkawinan Indonesia dan Malaysia
(PDF). Cirebon: Penerbit Nusa Litera Inspirasi. hlm. 70. ISBN 978-602-5668-88-3. Diarsipkan
(PDF)
bersumber versi kalis tanggal 2022-01-21. Diakses terlepas
2022-03-03
.
-
^
Katimin 2022, hlm. 140. -
^
Zubaidah, Siti.
Pemikiran Fatima Mernissi tentang Kedudukan Wanita dalam Selam
(PDF). Gelanggang: CV. Widya Puspita. hlm. 60. ISBN 978-602-51022-8-8. Diarsipkan
(PDF)
bersumber versi salih tanggal 2022-03-03. Diakses tanggal
2022-03-03
.
-
^
Mursi 2022, hlm. 452.
Daftar pustaka
[sunting
|
sunting sumur]
-
Katimin (2017).
Politik Islam: Studi adapun Azas, Pemikiran, dan Praktik privat Sejarah Politik Umat Islam
(PDF). Medan: Bendahara Publishing. ISBN 978-602-6462-73-2.
-
Mursi, Muhammad Sa’id (2020). Ihsan, Muhammad, ed.
Tokoh-Dedengkot Ki akbar Selam Selama Sejarah. Jakarta Timur: Bacaan Al-Kautsar. ISBN 978-979-592-900-0.
Bibliografi
[sunting
|
sunting sumber]
-
Abbas, Hassan (2021).
The prophet’s heir: The life of Ali ibn Abi Talib. Yale University Press. ISBN 9780300252057.
-
Madelung, Wilferd (1997).
The Succession to Muhammad: A Study of the Early Caliphate. Cambridge University Press. ISBN 0-521-64696-0.
-
Khetia, Vinay (2013).
Fatima as a motif of contention and suffering in Islamic sources
(Tesis). Concordia University. https://spectrum.library.concordia.ca/976817/.
-
Aslan, Reza (2011).
No god but God: The origins, evolution, and future of Islam. Random House. ISBN 9780812982442.
-
Ernst, Carl (2003).
Following Muhammad: Rethinking Islam in the contemporary world. Chapel Hill: University of North Carolina Press. ISBN 9780807875803.
-
Rogerson, Barnaby (2006).
The heirs of the prophet Muhammad: And the roots of the Sunni-Shia schism. Abacus. ISBN 9780349117577.
-
Hazleton, Lesley (2009).
After the prophet: The epic story of the Shia-Sunni split in Selam. Knopf Doubleday Publishing Group. ISBN 9780385532099.
-
Fitzpatrick, Coeli; Walker, Adam Hani (2014).
Muhammad in history, thought, and culture: An encyclopaedia of the Prophet of God. Lambang bunyi-CLIO. ISBN 9781610691772.
-
Muir, William (1891).
The caliphate: Its rise, decline, and fall: From original sources. Religious Tract Society.
-
Vaglieri, Veccia (2021). “Fatima”.
Encyclopaedia of Islam
(edisi ke-Second). Brill Reference Online.
-
Bodley, R.V.C. (1946).
The messenger; the life of Mohammed. Doubleday & Company, inc.
-
Ruffle, Karen (2012). “May Fatimah gather our tears: The mystical and intercessory powers of Fatimah Al-Zahra in Indo-Persian, Shii devotional literature and performance”.
Comparative Studies of South Asia, Africa and the Middle East.
30
(3): 386–397. doi:10.1215/1089201X-2010-021.
-
Nasr, Seyyed Hossein; Afsaruddin, Asma (2021). “Ali”.
Encyclopædia Britannica.
-
Günther, Sebastian (2005).
Ideas, images, and methods of portrayal: Insights into classical Arabic literature and Islam. Brill. ISBN 9789004143258.
-
Sajjadi, Sadeq (2021). “Fadak”.
Encyclopaedia Islamica. Brill Reference Online.
-
The Editors of Encyclopaedia, ed. (2021). “Fatimah”.
Encyclopedia Britannica.
-
Meri, Josef W. (2006).
Medieval Islamic civilization: An encyclopedia. Routledge. ISBN 978-0415966900.
-
Jafri, S.H.M (1979).
Origins and early development of Shia Islam. London: Longman.
-
Bowering, Gerhard, ed. (2013). “Ali b. Abi Talib”.
The Princeton encyclopedia of Islamic political thought. Princeton University Press. ISBN 9780691134840.
-
Ruffle, Karen (2011). “May you learn from their model: The exemplary father-daughter relationship of Mohammad and Fatima in South Asian Shiʿism”
(PDF).
Journal of Persianate Studies.
4: 12–29. doi:10.1163/187471611X568267. Diarsipkan dari versi asli
(PDF)
tanggal 2022-10-30. Diakses tanggal
2022-02-23
.
-
Ketika, Moojan (1985).
An introduction to Shi’i Islam. Yale University Press. ISBN 9780853982005.
-
Kelen, Betty (1975).
Muhammad: The messenger of God. T. Nelson. ISBN 9780929093123.
-
de-Gaia, Susan (2018).
Encyclopedia of women in world religions. Huruf-CLIO. ISBN 9781440848506.
-
McAuliffe, Jane Dammen, ed. (2002). “Fatima”.
Encyclopaedia of the Quran.
2. ISBN 978-90-04-11465-4.
-
Ahmed, Shahab (1998). “Ibn Taymiyyah and the Satanic Verses”.
Studia Islamica.
87
(87): 67–124. doi:10.2307/1595926. JSTOR 1595926.
-
Nashat, Guity (1983).
Women and revolution in Iran. Westview Press. ISBN 9780865319318.
-
Glassé, Cyril (2001).
The new encyclopedia of Islam. AltaMira Press. ISBN 9780759101890.
-
Hazleton, Lesley (2013).
The first Mukmin: The story of Muhammad. Atlantic Books Ltd. ISBN 9781782392316.
-
Campo, Juan Eduardo, ed. (2009). “Ahl al-Bayt”.
Encyclopedia Of Selam. Infobase Publishing. ISBN 9781438126968.
-
Mavani, Hamid (2013).
Religious authority and political thought in Twelver Shi’ism: From Ali to post-Khomeini. Routledge. ISBN 9780415624404.
-
Ayoub, Mahmoud M. (2011).
Redemptive suffering in Selam: A study of the devotional aspects of Ashura in Twelver Shi’ism. Walter de Gruyter. ISBN 9783110803310.
Source: https://id.wikipedia.org/wiki/Fatimah_az-Zahra
Posted by: gamadelic.com