Catatan Undang Undang Dasar 1945

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
tengah

Naskah UUD 1945, diterbitkan pada tahun 1946.

Ikhtisar
Yurisdiksi
Indonesia
Penyusunan 1 Juni – 18 Agustus 1945
Penyampaian 18 Agustus 1945
Copot berlaku 18 Agustus 1945
Sistem Kesatuan republik
Struktur pemerintahan
Cabang 3
Presiden Kepala negara
Bentuk legislatif Bikameral (MPR, terdiri dari DPR dan DPD)
Lembaga eksekutif Presiden, dibantu oleh menteri kabinet
Lembaga kehakiman MA, MK, dan KY
Tulang beragangan lain BPK
Federalisme Kesatuan
Kolese elektoral Tidak suka-suka
Pembatasan amendemen 1
Sejarah
Pembentukan badan legislatif 29 Agustus 1945
(KNIP)

15 Februari 1950
(DPR)
Pembentukan jasmani eksekutif 18 Agustus 1945
Pembentukan badan kehakiman 18 Agustus 1945
Amendemen 4
Amendemen terakhir 11 Agustus 2002
Referensi
UUD 1945 Asli
(PDF)






UUD 1945 Satu Naskah
(PDF)



Lokasi inskripsi Tindasan Nasional, Jakarta
Penetap PPKI
Perumus BPUPK
Keberagaman media Dokumen teks tercetak
Skrip abstrak

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Musim 1945 di Wikisource

Undang-Undang Bawah Negara Republik Indonesia Tahun 1945
(disingkat
UUD 1945; terkadang juga disingkat
UUD ’45,
UUD RI 1945, maupun
UUD NRI 1945) adalah konstitusi dan sumber syariat tertinggi yang berlaku di Republik Indonesia. UUD 1945 menjadi perwujudan dari dasar negara (ideologi) Indonesia, yakni Pancasila, yang disebutkan secara gamblang internal Prolog UUD 1945.

Perumusan UUD 1945 dimulai dengan kelahiran dasar negara Pancasila pada copot 1 Juni 1945 privat sidang pertama BPUPK. Perumusan UUD yang rill seorang mulai dilakukan puas terlepas 10 Juli 1945 dengan dimulainya sidang kedua BPUPK untuk menyusun konstitusi. UUD 1945 diberlakukan secara resmi sebagai konstitusi negara Indonesia maka dari itu PPKI plong tanggal 18 Agustus 1945. Pemberlakuannya sempat dihentikan selama 9 tahun dengan berlakunya Konstitusi RIS dan UUDS 1950. UUD 1945 kembali dolan sebagai konstitusi negara melewati Dekret Kepala negara yang dikeluarkan oleh Presiden Soekarno pada rontok 5 Juli 1959. Setelah memasuki perian reformasi, UUD 1945 mengalami empat boleh jadi perubahan (amendemen) dari hari 1999–2002.

UUD 1945 memiliki yuridiksi hukum tertinggi dalam sistem tadbir negara Indonesia, sehingga seluruh susuk negara di Indonesia harus menunduk puas UUD 1945 dan penyelenggaraan negara harus mengikuti ketentuan UUD 1945. Selain itu, setiap peraturan perundang-ajakan di Indonesia bukan boleh bertentangan dengan UUD 1945. Mahkamah Konstitusi berwajib melakukan pengujian atas undang-undang, sementara Meja hijau Agung atas peraturan di bawah undang-undang, yang bertentangan dengan qada dan qadar UUD 1945.[1]

Wewenang untuk melakukan pengubahan terhadap UUD 1945 dimiliki Majelis Permusyawaratan Rakyat, seperti yang telah dilakukan maka itu kerangka ini sebanyak empat bisa jadi. Suratan adapun transisi UUD 1945 diatur kerumahtanggaan Pasal 37 UUD 1945.

Struktur

UUD 1945 telah mengalami perlintasan struktur yang berharga semenjak UUD 1945 diamendemen sebanyak empat mana tahu. Justru, diperkirakan hanya 11% dari keseluruhan isi UUD nan tetap sama seperti sebelum adanya persilihan UUD. Sebelum diamendemen, UUD 1945 terdiri atas:[2]

  1. Pengenalan, yang terdiri dari catur alinea.
  2. Kunarpa Tubuh, nan terdiri dari:

    • 16 gapura, 37 pasal, atau 65 ayat aturan penting.
    • 4 pasal aturan perubahan.
    • 2 ayat aturan pertambahan.
  3. Penjelasan, nan terdiri berusul penjelasan umum dan penjelasan pasal demi pasal.

Setelah diamendemen, UUD 1945 detik ini (menurut Pasal II Sifat Tambahan UUD 1945) terdiri atas:[2]

  1. Pembukaan, yang terdiri berpunca empat gugus kalimat.
  2. Pasal-Pasal, yang terdiri dari:

    • 21 portal, 73 pasal, atau 194 ayat rasam utama.
    • 3 pasal aturan peralihan.
    • 2 pasal kebiasaan tambahan.

Kendatipun fragmen “Penjelasan UUD 1945” tidak disebutkan secara formal semenjak UUD 1945 setelah perubahan keempat, isi-isi terbit bagian Penjelasan telah diintegrasikan secara materiel ke intern Jenazah Badan dan masih menjadi bagian enggak terpisahkan dari UUD 1945.[3]

Berikut ini yakni struktur UUD 1945 internal satu naskah (setelah amendemen keempat).

Introduksi

Prolog UUD 1945 merupakan fragmen pendahuluan mulai sejak UUD 1945 yang berwujud teks empat paragraf. Setiap gugus kalimat dalam Pembukaan mempunyai makna yang berbeda-beda, yaitu:[4]

  • Alinea I
    berharga bahwa bangsa Indonesia berlawanan penjajahan, karena penjajahan tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Kemudian, bangsa Indonesia kembali memufakati bahwa setiap bangsa berhak bagi merdeka. makanya karena itu nasion Indonesia membantu perdurhakaan independensi nasion-bangsa di marcapada.
  • Alinea II
    memvisualkan cita-cita luhur bangsa Indonesia yaitu ingin membuat negara Indonesia nan merdeka, bersatu, berdaulat, netral dan makmur.
  • Alinea III
    berisi pernyataan kemerdekaan Indonesia, dan pula syahadat nasion Indonesia bahwa kemerdekaan nan dicapai merupakan berbahagia karunia Halikuljabbar dan bukan satu-satunya-mata hasil perjuangan bangsa Indonesia sendiri.
  • Alinea IV
    memuat tujuan dibentuknya tadbir dan negara Republik Indonesia, serta memuat bawah negara Pancasila.

Bangkai Tubuh

Mayit Badan UUD 1945 merupakan fragmen isi dari UUD 1945 nan berupa pasal-pasal dan ayat-ayat. Jenazah Jasad terdiri terbit 16 bab, yang terdiri dari 37 pasal atau 194 ayat. Materi muatan Batang Tubuh ini sakti garis-garis ki akbar berupa identitas negara, lembaga tinggi negara, warga negara, sosial ekonomi, hoki asasi manusia, ilmu kependudukan, dan aturan perubahan UUD.

Ki I: Bentuk dan Kemandirian

Ki I terdiri dari satu pasal maupun 3 ayat. Ki I (yang hanya terdiri dari Pasal 1) menyatakan rancangan negara Indonesia bagaikan negara keesaan republik, otonomi negara berada di tangan rakyat, dan sistem negara Indonesia sebagai negara hukum.

Ki II: Majelis Permusyawaratan Rakyat

Bab II terdiri berpunca dua pasal maupun 5 ayat. Bab II mengatur hal-peristiwa mengenai lembaga Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR-RI alias MPR). Isi Bab II berlandaskan pasal-pasal, ialah:

  • Pasal 2: hubungan, sidang, dan vonis MPR.
  • Pasal 3: wewenang MPR.

Bab III: Kekuasaan Pemerintahan Negara

Lambang Presiden dan Konsul Presiden RI

Gerbang III terdiri dari 17 pasal atau 38 ayat, sehingga menjadi bab dengan jumlah pasal dan ayat terbanyak di n domestik UUD ini. Bab III mengatak hal-hal yang menyangkut Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Isi Gerbang III berlandaskan pasal-pasal, adalah:

  • Pasal 4: Presiden laksana pemegang kontrol pemerintahan negara, dengan dibantu maka dari itu Wakil Presiden.
  • Pasal 5: wewenang Presiden mengenai qanun perundang-pelawaan.
  • Pasal 6: syarat calon Presiden dan Wakil Presiden.
  • Pasal 6A: pengelolaan cara pemilihan Kepala negara dan Konsul Presiden.
  • Pasal 7: periode jabatan Presiden dan Wakil Presiden.
  • Pasal 7A: alasan pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden.
  • Pasal 7B: penyelenggaraan cara pelengseran Kepala negara dan/alias Wakil Presiden.
  • Pasal 7C: Kepala negara yang enggak dapat membekukan dan/maupun membubarkan DPR.
  • Pasal 8: prosedur bila terjadi kekosongan jabatan Presiden dan/alias Duta Presiden.
  • Pasal 9: serapah maupun taki Kepala negara dan Wakil Kepala negara intern pelantikan.
  • Pasal 10: kekuasaan terala kemiliteran di tangan Kepala negara.
  • Pasal 11: hubungan internasional yang dibuat Presiden Indonesia.
  • Pasal 12: wewenang Presiden dalam menyatakan peristiwa bahaya
  • Pasal 13: pengangkatan dan penerimaan duta dan konsul oleh Presiden.
  • Pasal 14: pemberian pengampunan, rehabilitasi, amnesti, dan magfirah maka itu Kepala negara.
  • Pasal 15: pemberian gelar, tanda jasa, dan segel kehormatan tak oleh Kepala negara.
  • Pasal 16: pembentukan dewan pertimbangan.

Pintu IV: Dewan Pertimbangan Agung

Setelah amendemen keempat, isi Gapura IV dihapuskan. Dengan perkenalan awal tak, kesanggupan Dewan Pertimbangan Agung (DPA) dihapuskan bermula struktur Pemerintahan Indonesia. Peran DPA digantikan oleh satu dewan pertimbangan sama dengan nan disebutkan dalam Bab III Pasal 16 UUD 1945.

Bab V: Kementerian Negara

Bab V terdiri semenjak satu pasal ataupun 4 ayat. Portal V (nan cuma terdiri dari Pasal 17) mengatur hal-peristiwa mengenai gambar-lembaga Kementerian Negara.

Bab VI: Tadbir Kawasan

Gerbang VI terdiri dari tiga pasal atau 4 ayat. Ki VI mengatur situasi-hal adapun tadbir daerah di Indonesia, khususnya pemerintahan wilayah provinsi, kabupaten, dan kota. Isi Bab VI berdasarkan pasal-pasal, yaitu:

  • Pasal 18: ciri-ciri wilayah admistratif di Indonesia beserta pemerintahan daerahnya.
  • Pasal 18A: pertalian pemerintah pusat dan pemerintahan daerah.
  • Pasal 18B: ketengan pememerintahan daerah idiosinkratis dan kesatuan masyarakat hukum adat.

Bab VII: Senat Rakyat

Bab VII terdiri mulai sejak 7 pasal atau 18 ayat. Gerbang VI mengeset hal-keadaan utama tentang bentuk Badan legislatif Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI atau DPR) dan pembentukan undang-undang (UU). Isi Ki VII berlandaskan pasal-pasal, yakni:

  • Pasal 19: pemilihan anggota, ikatan, dan sidang DPR.
  • Pasal 20: wewenang DPR dalam menciptakan menjadikan UU.
  • Pasal 20A: arti, kepunyaan, dan hak anggota DPR.
  • Pasal 21: penyajian UU oleh DPR.
  • Pasal 22: peraturan pemerintah pengubah undang-undang (perpu).
  • Pasal 22A: penyelenggaraan kaidah pembentukan UU.
  • Pasal 22B: pemberhentian anggota DPR.

Bab VIIA: Dewan Perwakilan Daerah

Bab VIIA terdiri dari dua pasal atau 8 ayat. Bab VIIA mengatur hal-peristiwa mengenai tulang beragangan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD-RI atau DPD). Isi Gerbang VIIA beralaskan pasal-pasal, yaitu:

  • Pasal 22C: pemilihan anggota, kombinasi, dan sidang DPD.
  • Pasal 22D: kewenangan dan pencopotan anggota DPD.

Portal VIIB: Penyortiran Umum

Bab VIIB terdiri dari satu pasal atau 6 ayat. Portal VIIB (nan hanya terdiri dari Pasal 22E) mengatur pelaksanaan pemilihan umum di Indonesia.

Bab VIII: Situasi Keuangan

Gapura VIII terdiri dari 5 pasal atau 7 ayat. Bab VIII mengatur hal-hal nan berhubungan dengan keuangan negara. Isi Bab VIII berdasarkan pasal-pasal, yaitu:

  • Pasal 23: anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).
  • Pasal 23A: pajak dan pungutan lain.
  • Pasal 23B: mata uang.
  • Pasal 23C: situasi-hal keuangan negara lainnya.
  • Pasal 23D: bank ki akal.

Bab VIIIA: Fisik Pemeriksa Keuangan

Bab VIIIA terdiri bersumber tiga pasal atau 7 ayat. Bab VIIIA mengeset hal-keadaan tentang rangka Badan Pengkaji Finansial Republik Indonesia (BPK-RI atau BPK). Isi Gapura VIIIA bersendikan pasal-pasal, merupakan:

  • Pasal 23E: tugas BPK.
  • Pasal 23F: susunan BPK.
  • Pasal 23G: singgasana BPK.

Bab IX: Pengaturan Kehakiman

Lambang MA-RI, MK-RI, dan MK-RI. Lembaga MK-RI menggunakan lambang Garuda Pancasila tanpa embel-embel (atau terkadang disertai etiket lembaga di bawahnya).

Gerbang IX terdiri mulai sejak 5 pasal atau 19 ayat. Bab IX mengatur segala apa hal mengenai lembaga dan kekuasaan yustisi di Indonesia. Isi Bab IX bersendikan pasal-pasal, yakni:

  • Pasal 24: garis besar pengaruh kehakiman di Indonesia.
  • Pasal 24A: Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA-RI maupun MA).
  • Pasal 24B: Uang jasa Yudisial Republik Indonesia (KY-RI alias KY).
  • Pasal 24C: Perbicaraan Konstitusi Republik Indonesia (MK-RI maupun MK).
  • Pasal 25: syarat-syarat menjadi hakim.

Bab IXA: Wilayah Negara

Bab IXA terdiri bersumber suatu pasal atau satu ayat. Ki IXA (yang namun terdiri dari Pasal 25A) mengatak wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Gapura X: Warga Negara dan Penduduk

Bab X terdiri dari tiga pasal atau 7 ayat. Bab X mengatur pengertian, hak, dan kewajiban berasal warga negara dan penghuni Indonesia. Isi Bab X bersendikan pasal-pasal, yakni:

  • Pasal 26: pengertian penduduk negara dan penduduk.
  • Pasal 27: hak dan kewajiban penting laksana warga negara.
  • Pasal 28: kebebasan berserikat dan berpendapat.

Ki XA: Peruntungan Asasi Basyar

Bab XA terdiri dari 10 pasal atau 26 ayat. Bab XA memuat segala milik asasi manusia (HAM) yang dijamin maka itu UUD ini. Isi Gerbang XA berlandaskan pasal-pasal, merupakan:

  • Pasal 28A: hak hidup dan mempertahankan sukma
  • Pasal 28B: hak berkeluarga dan hak anak
  • Pasal 28C: kepunyaan mengembangkan diri, hak memanfaatkan pendidikan dan budaya, serta properti memajukan diri untuk memperjuangkan properti kelompoknya.
  • Pasal 28D: hak kesamarataan dalam hukum, tiang penghidupan, dan rezim, serta hak kewarganegaraan.
  • Pasal 28E: hak kemerdekaan memeluk agama atau meyakini ajudan, serta hak bermitra dan berpendapat.
  • Pasal 28F: hak berkomunikasi dan bertukar siaran.
  • Pasal 28G: peruntungan perlindungan individu dan gerombolan, kepunyaan independen berusul perbudakan, dan hak mengejar suaka.
  • Pasal 28H: hak hayat sejahtera, nasib baik mendapat habuan keseimbangan dan persamaan hak, hak cekram sosial, serta hak milik pribadi.
  • Pasal 28I: HAM yang enggak dapat dikurangi, hak bebas dari diskriminasi, identitas budaya dan hak umum tradisional, serta peran negara atas HAM.
  • Pasal 28J: muatan menghormati HAM orang enggak dan pembatasan HAM dalam kasus spesifik maka itu UU.

Ki XI: Agama

Portal XI terdiri dari satu pasal ataupun dua ayat. Bab XI (nan hanya terdiri dari Pasal 29) menyatakan bahwa negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa dan mengatur acaram independensi beragama dan beribadat sesuai agamanya.

Pintu XII: Baluwarti dan Keamanan Negara

Lambang Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia

Gerbang XII terdiri pecah satu pasal dan 5 ayat. Bab XII (nan semata-mata terdiri dari Pasal 30) mengatur sistem pertahanan dan keamanan negara, terutama mengenai runcitruncit Tentara Kebangsaan Indonesia (TNI) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), serta keterlibatan pemukim negara dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.

Bab XIII: Pendidikan dan Peradaban

Gapura XIII terdiri bersumber dua pasal dan 7 ayat. Gerbang XIII menata pendidikan kebangsaan untuk warga negara dan kemajuan kebudayaan nasional. Isi Portal XIII berdasarkan pasal-pasal, ialah:

  • Pasal 31: jaminan lakukan warga negara memperoleh pendidikan dan kewajiban mengenyam pendidikan, serta keberuntungan aji-aji pengetahuan dan teknologi (iptek).
  • Pasal 32: pengembangan nilai dan substansi budaya kebangsaan.

Gerbang XIV: Perekonomian Nasional dan Kedamaian Sosial

Gapura XIV terdiri mulai sejak dua pasal dan 9 ayat. Pintu XIV mengatur garis-garis besar perekonomian nasional dan programa kesejahteraan sosial. Isi Bab XIV berdasarkan pasal-pasal, adalah:

  • Pasal 33: mekanisme perekonomian kebangsaan dan penyelenggaraan sumber daya vital privat negeri.
  • Pasal 34: penjagaan manusia miskin dan anak asuh terlantar, serta pengadaan tempah sosial, fasilitas kesehatan, dan fasilitas publik.


Bab XV: Tunggul, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan

Bendera Sang Biram Putih dan Garuda Pancasila

Bab XIV terdiri mulai sejak 5 pasal dan 5 ayat. Pintu XV memberi penjelasan atas beberapa identitas negara Indonesia. Isi Bab XV berdasarkan pasal-pasal, yakni:

  • Pasal 35: bendera negara Indonesia umpama Sang Merah Putih.
  • Pasal 36: bahasa nasional Indonesia seumpama bahasa Indonesia.
  • Pasal 36A: lambang negara Indonesia sebagai Garuda Pancasila dan semboyan negara bagaikan Bhinneka Tersendiri Ika.
  • Pasal 36B: lagu kewarganegaraan Indonesia sebagai lagu Indonesia Raya.
  • Pasal 36C: ketentuan lebih jauh atas identitas-identitas negara yang disebutkan di atas.

Bab XVI: Transisi Undang-Undang Asal

Bab XVI terdiri terbit satu pasal dan 5 ayat. Bab XVI mengatak kodrat-predestinasi bagi mengubah UUD ini.

Aturan Pertukaran

Aturan-aturan peralihan menyerahkan ketentuan-ganjaran kepada pemerintah agar penyesuaian dengan persilihan-pergantian pada UUD 1945 dapat berjalan dengan mulus. Aturan-sifat tersebut, yaitu:

  • Pasal I memasrahkan legitimasi terhadap undang-undang yang berlaku sebelum perubahan UUD mudahmudahan konstan berlaku setakat undang-undang pengubah disahkan menurut UUD.
  • Pasal II menyerahkan legitimasi terhadap lembaga-lembaga yang telah usang setelah perlintasan UUD bakal tetap berfungsi sepanjang melaksanakan adat hijau bersumber pertukaran UUD, sebatas dibentuknya tulangtulangan yang baru menurut UUD.
  • Pasal III memberikan legitimasi terhadap MA mudahmudahan menjalankan wewenang-wewenang MK sebelum rencana tersebut dibentuk selambat-lambatnya pada tanggal 17 Agustus 2003.

Aturan Lampiran

Aturan-aturan tambahan menerimakan predestinasi-ketentuan suplemen yang tidak perlu disisipkan pada aturan terdepan dan aturan perubahan. Aturan-aturan tersebut, yaitu:

  • Pasal I memberi tugas sreg MPR untuk menyaring Kelanggengan MPR dan MPRS sebelum sidang awam berikutnya (pada tahun 2003).
  • Pasal II mengistimewakan bahwa UUD 1945 terdiri berasal Pembukaan dan pasal-pasal.

Sejarah

Perumusan

Penyusunan bagan UUD 1945 dilakukan secara bertahap maka itu Jasmani Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK), yaitu fisik yang dibentuk dengan ampunan Jepang lega tanggal 29 April 1945.[5]

Sidang pertama BPUPK, yang dilaksanakan semenjak tanggal 28 Mei hingga 1 Juni tersebut, menghasilkan gagasan “sumber akar negara”, dengan mengacu plong rumusan “Pancasila” nan digagas oleh Soekarno. Selain itu, sidang ini sekali lagi menghasilkan tenang dan tenteram untuk membentuk Panitia Sembilan nan akan menggosipkan lebih jauh mengenai gagasan tersebut agar menghasilkan rumusan nan matang.[6]
Satu sepenggal rembulan kemudian, tepatnya pada rontok 22 Juni 1945, Panitia Sembilan yang telah mengadakan sidang-sidang akhirnya merampungkan rumusan dasar negara tersebut dan menamakannya Dokumen Jakarta. Naskah piagam inilah yang menjadi skenario Perkenalan awal UUD 1945.

Setelah itu, sidang kedua BPUPK yang berlangsung dari copot 10–17 Juli ceratai perihal arsip tersebut dan komponen-komponen negara, seperti bentuk negara, tulangtulangan dan perhubungan pemerintahan, kebangsaan, kalimantang dan bahasa nasional, dan sebagainya. Setelah beberapa perdebatan tentang Piagam Jakarta, balasannya BPUPK merampungkan naskah rancangan Undang-Undang Asal (UUD) nan terdiri dari Perkenalan awal UUD yang mengacu plong Tindasan Jakarta dan Batang Tubuh UUD yang pintar komponen-komponen tersebut.[7]
[8]

Pelegalan dan pemberlakuan

Sidang permulaan PPKI (18 Agustus 1945) yang menghasilkan salah satunya pengesahan UUD 1945 sebagai konstitusi negara.

Setelah Soekarno memproklamasikan kemandirian Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, Panitia Langkah Kemandirian Indonesia (PPKI) yang merupakan kesinambungan bermula BPUPK mengadakan sidang pertamanya pada rontok 18 Agustus. Sidang tersebut kemudian menghasilkan, salah satunya, penetapan rancangan Pembukaan dan Jenazah Fisik UUD nan dihasilkan BPUPK sebagai
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Hari 1945
yang sah. Namun sebelum itu, PPKI melakukan beberapa pergantian pada naskah UUD hasil rancangan BPUPK, terutama pada bagian-bagian yang dianggap lebih memfokuskan agama Islam. Perlintasan-pergantian tersebut di antaranya:[9]
[10]

  • Kata “Mukadimah” diganti dengan kata “Prolog”.
  • Pada pelecok suatu frasa (yang merupakan sila pertama Pancasila) privat gugus kalimat keempat nan berbunyi, “… dengan berdasar kepada Ketuhanan
    dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya, …” diubah menjadi “… dengan berdasar kepada Ketuhanan
    Yang Maha Esa, …”.
  • Frasa “yang beragama Islam” privat Pasal 6 Ayat (1) nan berbunyi “Presiden yakni orang Indonesia ceria
    yang beragama Islam” dihapuskan.
  • Bilang kata dalam kalimat “Negara berpedoman atas Ketuhanan
    dengan kewajiban menjalankan hukum Islam bagi pemeluk-pemeluknya” privat Pasal 28 Ayat (1) diganti, sehingga menjadi Pasal 29 Ayat (1) yang berbunyi “Negara berdasar atas Ketuhanan
    Yang Maha Esa“.
  • Penyisipan Pasal 28 yang berbunyi “Kemerdekaan sandar-menyandar dan berkumpul, mengeluarkan manah dengan lisan dan karangan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”.

Dalam kurun waktu 1945–1950, UUD 1945 tidak dapat dilaksanakan sebaik-baiknya karena Indonesia menengah disibukkan dengan resistansi mempertahankan kemerdekaan pada perian Sirkulasi Nasional Indonesia. Laporan Duta Presiden Nomor X pada tanggal 16 Oktober 1945 mengakhirkan bahwa kekuasaan legislatif diserahkan kepada KNIP, karena MPR dan DPR masih belum terbentuk. Pada tanggal 14 November setelahnya, Soekarno membentuk lemari kecil semiparlementer yang pertama (karena adanya jabatan Perdana Menteri di dalamnya), sehingga peristiwa ini merupakan situasi perubahan pertama dari sistem pemerintahan Indonesia nan mudahmudahan seperti yang disebutkan intern UUD 1945.

Setelah Indonesia dan Belanda bilang boleh jadi melakukan perbangkangan dan perjanjian gencatan senjata, pada tanggal 23 Agustus hingga 2 November 1949, perwakilan Republik Indonesia, Belanda, dan Majelis Permusyawaratan Federal (BFO) bentukan Belanda melakukan pertemuan di di Den Haag (Belanda) yang disebut Konferensi Meja Bundar (KMB) bagi perjanjian berbaik buncit kalinya dengan Belanda. KMB tersebut menghasilkan kesepakatan bahwa kedaulatan negara Indonesia akan diberikan kepada
Republik Indonesia Serikat
(RIS) dan diakui makanya Belanda. RIS kemudian terbimbing plong copot 27 Desember 1949. Oleh karena hal ini, UUD 1945 dibatalkan secara kodrati setelah negara tersebut berdiri.

Pengadopsian konstitusi lainnya

Setelah Republik Indonesia Serikat (RIS) dibentuk dan Indonesia menjadi negara federasi, konstitusi yang digunakan adalah Konstitusi Republik Indonesia Serikat (Konstitusi RIS),[11]
sedangkan UUD 1945 masih digunakan tetapi dalam cak cakupan negara bagian “Republik Indonesia”. Konstitusi RIS ini tidaklah bertahan lama dan kesannya dicabut puas tanggal 15 Agustus 1950,[12]
yang diikuti dengan pembubaran negara RIS dan kembalinya Indonesia menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia lega copot 17 Agustus.

Setelah peralihan tersebut, Indonesia memberlakukan Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia (UUDS 1950). Oleh karena itu, UUDS 1950 mengenal sistem pemerintahan Indonesia sebagai sistem parlementer. Setelah bilang masa bermain, Indonesia pada tahun 1955 melaksanakan seleksi awam untuk permulaan kalinya privat dua tahap, yaitu seleksi anggota DPR lega tanggal 29 September dan penyortiran anggota konstituante pada sungkap 15 Desember.[13]
[14]
Konstituante Republik Indonesia yang terdiri atas anggota-anggota terpilih pemilu tahap kedua tersebut bertugas mengadakan sidang-sidang buat mengomongkan dan merumuskan rancangan UUD yang mentah menggantikan UUDS 1950. Semata-mata badan tersebut tidak dapat menghasilkan rancangan UUD baru dan bahkan sebagian segara anggotanya berencana untuk menarik diri semenjak sidang konstituante. Keadaan langsing ini memaksa Soekarno mengeluarkan Dekret Presiden 5 Juli 1959 yang membubarkan badan Konstituante Republik Indonesia, memberlakukan pun UUD 1945 dan membatalkan UUDS 1950, serta takhlik MPR dan DPA provisional sesegera.[15]
[16]

Pemberlakuan juga dan penyimpangan

Hari Demokrasi Terpimpin

Prangko “Pula ke UUD 1945” dengan nominal 50 sen, untuk merayakan pemberlakuan kembali UUD 1945 sebagai konstitusi negara.

Setelah pemerintah mengeluarkan Dekret Kepala negara 5 Juli 1959, UUD 1945 yang adv pernah tidak bertindak sejauh sembilan tahun hasilnya kembali berlaku ibarat konstitusi negara.[17]
Akibat pemberlakuan ini, jabatan Patih Menteri Indonesia dihapuskan dan sistem pemerintahan Indonesia kembali menganut sistem presidensial sesuai amanat UUD 1945.

Lega perian Demokrasi Terpimpin, terwalak berbagai penyimpangan terhadap UUD 1945. Distorsi-bias tersebut di antaranya ialah:[18]
[19]

  • Konsep Pancasila ditafsirkan sepihak maka itu Soekarno.
  • Konsep kerakyatan terpimpin yang digagas makanya Presiden Soekarno yang menonjolkan bahwa semua keputusan kenegaraan berfokus pada presiden, padahal Pemerintah Indonesia tersebut berlandaskan sistem konstitusional dan bukan sistem absolutisme (Penjelasan UUD[a]), provisional UUD 1945 menyiratkan bahwa pengaturan pemerintahan di Indonesia menganut asas pembagian kekuasaan.
  • Presiden Soekarno membentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS), padahal Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) adalah pengaruh negara tertinggi dan lebih tangga ketimbang posisi presiden (Penjelasan UUD[a]), sehingga presiden bukan berwenang untuk mengatur MPR.
  • Presiden Soekarno membubarkan DPR hasil pemilu 1955 dan takhlik DPR Gotong Royong yang anggotanya ditunjuk sendiri oleh Soekarno, padahal kepala negara tidak berwajib untuk membubarkan DPR (Penjelasan UUD[a]).
  • Presiden Soekarno membentuk Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS), padahal Dewan Pertimbangan Agung (DPA) bertugas memberi pertimbangan atas tawaran presiden dan berhak memberi prasaran kepada pemerintah (Pasal 16[a]) serta menjadi penasihat pemerintah (Penjelasan UUD[a]). Presiden tidak mudah-mudahan mengatur awak nan mengawasi pemerintah seperti keadaan tersebut.
  • MPRS menargetkan Soekarno andai presiden seumur hidup. Situasi ini bertentangan dengan UUD 1945 yang menyatakan bahwa jabatan Presiden Indonesia hanya boleh dipegang sepanjang lima tahun (Pasal 5[a]), dan sesudah itu harus dipilih kembali oleh MPR (Pasal 6[a]).
  • Manipol USDEK yang dijadikan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) oleh Soekarno, padahal yang berhak menentukan GBHN yakni MPR (Pasal 3[a]).
  • Konsep nasakom (pencinta bangsa, agama, dan komunis) yang digagas oleh Kepala negara Soekarno sedikit demi menggeser geta Pancasila dan UUD 1945.

Masa Orde Baru

Lega masa Orde Plonco, pemerintah menyatakan akan menjalankan UUD 1945 dan Pancasila secara asli dan rasional.[20]
UUD 1945 pun menjadi konstitusi nan suntuk “sakral”, di antara melalui sejumlah ordinansi, yaitu:

  • Abadiah MPR Nomor I/MPR/1983 dan Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983 yang di antaranya berisi pernyataan bahwa MPR berketetapan lakukan mempertahankan UUD 1945 dan tidak berkehendak akan berbuat perubahan terhadapnya
  • Undang-Undang Nomor 5 Periode 1985 tentang Referendum, yang salah satunya menyatakan bahwa bila MPR berkehendak mengubah UUD 1945, terlebih dahulu harus harap pendapat rakyat melalui referendum.

Meskipun digresi UUD 1945 secara eksplisit tak tampak pada zaman Orde Baru, terdapat beberapa digresi Pancasila sebagai dasar dari UUD 1945 yang dilakukan oleh pemerintahan Orde Baru. Penyimpangan-digresi tersebut, ialah:[21]
[22]

  • Konsep Pancasila masih ditafsirkan sepihak oleh Soeharto, dan apalagi juga digunakan sebagai organ legitimasi kebijakan cak bagi memecahkan rakyat.
  • Pemfokusan otoritas pada presiden yang masih terjadi di tangan Soeharto, meskipun sentralisasi tersebut makin terstruktur. Soeharto hanya mempercayakan orang-orang terdekatnya bagi menguasai perusahaan segara negara.
  • Rezim Soeharto nan melarang adanya aduan-pengaduan untuk pemerintah dengan alasan menganggu kestablilan negara, terjadwal juga pers.
  • Hoki-milik politik dibatasi oleh pemerintah dengan mengurangi total partai ketatanegaraan yang resmi menjadi tinggal tiga.

Proses perubahan

Keterangan gambar dalam bahasa Inggris

Sehabis pemerintahan Orde Baru jatuh dan masa reformasi dimulai, terdapat banyak permohonan untuk mengerjakan pengubahan pada skrip UUD 1945. Alasan adanya permintaan perubahan UUD 1945 tersebut antara lain karena manifesto bahwa kekuasaan teratas bukan di tangan rakyat tetapi di tangan MPR nan dikuasai pemerintah, kekuasaan yang bersisa besar pada presiden, banyaknya pasal-pasal nan menimbulkan multitafsir, serta kenyataan bahwa isi rumusan UUD 1945 yang mengatur penyelenggaraan negara yang belum cukup. Latar pantat dari tuntutan tersebut dapat dilihat bersumber bukti bahwa banyaknya penyimpangan-digresi UUD 1945 yang dapat terjadi di masa-perian sebelumnya. Oleh sebab itu, MPR mengadakan sidang-sidang umum yang menghasilkan perubahan (amendemen) UUD 1945 sebanyak catur kali.[23]
[24]
[25]

  • Perubahan pertama dilakukan pada Sidang Mahajana MPR 1999 yang berlantas antara 14–21 Oktober 1999.
  • Peralihan kedua dilakukan pada Sidang Umum MPR 2000 yang berlangsung antara 7–18 Agustus 2000.
  • Perubahan ketiga dilakukan pada Sidang Mahajana MPR 2001 nan berlangsung antara 1–9 November 2001.
  • Perubahan keempat dilakukan pada Sidang Umum MPR 2002 yang berlangsung antara 1–11 Agustus 2002.

Sehabis amendemen, dampak yang paling terasa adalah pembagian kekuasaan yang lebih sebabat dan seimbang, lain suka-suka pun lembaga pemerintahan tertinggi, sehingga rajah pemerintahan yang diatur di dalam UUD 1945 menjadi lembaga tinggi negara nan saban dapat saling mengawasi dan berkolaborasi hanya tidak boleh mengontrol satu sama tidak. Buram-rangka tersebut kembali memiliki wewenang, batasan, dan cara pengangkatan yang lebih jelas pasca- amendemen, sehingga lembaga-lembaga tersebut dapat menjalankan peran yang semestinya. Selain itu, adanya hak-hak asasi insan (HAM) nan diatur dalam UUD 1945 menjadikan HAM bagaikan riuk suatu tujuan konstitusi.[26]

Perubahan

Pergantian Undang-Undang Asal Negara Republik Indonesia Tahun 1945
merupakan proses kerjakan mengubah salah suatu atau sejumlah pasal yang terdapat dalam Batang Awak UUD 1945. Perubahan UUD ini yakni salah satu wewenang berbunga MPR-RI yang diatur dalam UUD 1945. Sepanjang sejarah, MPR telah melakukan empat kali pengubahan pada UUD 1945.

Satah belakang

Meskipun Soekarno sendiri andai Presiden Indonesia pertama mengecualikan dekret presiden cak bagi memberlakukan kembali UUD 1945, beliau selalu menganggap bahwa UUD 1945 merupakan konstitusi yang tidak ideal. Namun semenjak Soeharto menyandang sebagai presiden plong tahun 1967, rezim tadbir Orde Plonco comar memerosokkan menyetujui bentuk perubahan (amendemen) apa kembali itu terhadap UUD 1945. Mereka menganggap bahwa UUD 1945 ialah konstitusi nan bersifat final dan “kemurniannya” harus tetap dilindungi.[27]
Pada tahun 1983, MPR, melalui Keabadian MPR Nomor I/MPR/1983, menargetkan posisi untuk tidak berbuat pengubahan pada UUD 1945. Sungguhpun sejenis itu, MPR juga mengatur qada dan qadar untuk mengubah UUD 1945 puas kekekalan MPR yang sama. Sahaja, qada dan qadar tersebut menyebutkan syarat keharusan untuk mengadakan referendum yang mutakadim disetujui oleh Kepala negara atas rancangan amendemen UUD yang sudah lalu diloloskan oleh MPR.[28]
Terlebih lagi, UU No. 5 Periode 1985 yang mengeset akan halnya referendum atas perubahan UUD 1945 menyatakan bahwa referendum tersebut harus mencapai partisipasi pemilih minimal sebesar 90% dan hasil suara dukungan minimum sebesar 90% agar proses amendemen dapat dilanjutkan dan transisi UUD dapat disahkan.[29]
Peraturan-peraturan ini membuat pengubahan UUD 1945 semakin sulit dilakukan, dan selain itu juga dianggap bertentangan dengan Pasal 37 UUD 1945 yang tidak pernah menamakan adapun referendum.

Setelah kejatuhan pemerintahan Soeharto plong tahun 1998, kelanggengan MPR dan UU tersebut dihapuskan, sehingga membuka jalan yang makin gempal bakal dilakukannya amendemen UUD 1945. Akhirnya puas waktu 1999–2002, UUD 1945 mengalami perubahan (amendemen) sebanyak empat kali yang seluruhnya diputuskan kerumahtanggaan sidang-sidang umum MPR.

Pangkal dan tujuan

Berkaca semenjak distorsi-digresi UUD 1945 yang terjadi pada masa Kerakyatan Terpimpin dan Orde Baru, pelecok satu tuntutan protes penggesa reformasi adalah dilakukannya perubahan (amendemen) terhadap UUD 1945. Alasan-alasan terbesar UUD 1945 diamendemen, yaitu karena pasal-pasal dalam UUD 1945 nirmala nan jumlahnya terlalu terbatas dan mudah menimbulkan multitafsir. Sedangkan, tujuan dari perubahan-perubahan UUD 1945 tersebut sebagian besar maujud penyempurnaan atas adat-resan dasar seperti tatanan negara, kemandirian rakyat, peruntungan asasi sosok, pengalokasian kekuasaan, kesediaan negara demokrasi dan negara hukum, serta hal-hal tak yang sesuai dengan kronologi aspirasi dan kebutuhan nasion. Perubahan UUD 1945 dilakukan dengan beberapa syarat, di antaranya adalah Prolog UUD 1945 tidak bisa berubah, bentuk negara tetap dalam susuk negara kesatuan, serta sistem tadbir tetap kerumahtanggaan rencana sistem presidensial. Kata “Allah” internal Alas kata UUD 45 masih dimungkinkan cak bagi diamandemen menjadi “Tuhan”, sesuai perjanjian usulan yang diterima maka dari itu Sukarno dan kelompok kebangsaan dari perwakilan Bali, I Gusti Ketut Pudja, namun hal ini belum dilakukan pada musim amandemen Konstitusi tahun 1999-2002.[30]
[31]

Ketentuan perubahan

Sebelum amendemen, ketentuan perubahan di dalam UUD 1945 saja memberikan syarat bahwa anggota MPR yang hadir intern sidang pengubahan UUD harus berjumlah dua pertiga (2/3) semenjak keseluruhan anggota dan putusan perubahan UUD doang bisa dilakukan bila berkat persetujuan dari 2/3 anggota MPR.

Setelah persilihan keempat, ketentuan pergantian UUD tersebut menjadi makin mendetail. Suatu usulan perubahan dapat diagendakan dalam sidang MPR bila diajukan oleh sepertiga (1/3) dari keseluruhan anggota dan usulan tersebut harus dituliskan secara mendetail. Dan setinggi seperti sebelum amendemen, anggota MPR yang hadir n domestik sidang pengubahan UUD harus sedikitnya 2/3 dari kuantitas anggota. Namun tak seperti sebelumnya, vonis perubahan UUD cuma bisa dilakukan bila mendapat persetujuan dari 50% ditambah suatu anggota berusul keseluruhan jumlah anggota MPR. Selain itu, terdapat ayat pembatasan perubahan UUD (entrenchment clause) nan menyatakan bahwa khusus bentuk “Negara Kesatuan Republik Indonesia” tidak bisa diubah.

Daftar

Berikut ini merupakan daftar perubahan UUD yang telah disahkan misal bagian berbunga UUD 1945 yang utuh dan tidak terpisahkan.

Perubahan pertama

Perubahan Pertama Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disahkan dalam Bersanding Paripurna MPR ke-12 plong tanggal 19 Oktober 1999, nan yakni rangkaian dari Sidang Masyarakat (Tahunan) MPR Periode 1999 yang berlangsung puas tanggal 14–21 Oktober 1999. Peralihan ini secara garis besar bertujuan untuk mewujudkan otoritas legislatif dan eksekutif makin seimbang dan sekufu, serta membatasi tahun jabatan Presiden.[32]
[33]

Privat perubahan purwa ini, MPR mengingkari beberapa pasal, yaitu Pasal 5 Ayat (1), Pasal 7, Pasal 9, Pasal 13 Ayat (2), Pasal 14, Pasal 15, Pasal 17 Ayat (2) dan (3), Pasal 20, dan Pasal 21.

Perubahan kedua

Persilihan Kedua Undang-Undang Asal Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disahkan intern Bersanding Paripurna MPR ke-9 lega tanggal 18 Agustus 2000, yang merupakan asosiasi dari Sidang Umum (Tahunan) MPR Tahun 2000 nan berlangsung pada tanggal 7–18 Agustus 2000. Pergantian tersebut utamanya bertujuan melakukan pengukuhan otonomi daerah, stabilitas peran legislatif, uang kancing HAM kerumahtanggaan konstitusi, penguatan peran TNI dan Polri, dan penambahan identitas nasional.[32]
[33]

Dalam pergantian kedua tersebut, MPR menidakkan dan/ataupun menambahkan sejumlah pasal dan bab, yaitu Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 19, Pasal 20 Ayat (5), Pasal 20A, Pasal 22A, Pasal 22B, Ki IXA, Pasal 25E,[b]
Portal X, Pasal 26 Ayat (2) dan Ayat (3), Pasal 27 Ayat (3), Bab XA, Pasal 28A, Pasal 28B, Pasal 28C, Pasal 28D, Pasal 28E, Pasal 28F, Pasal 28G, Pasal 28H, Pasal 28I, Pasal 28J, Bab XII, Pasal 30, Bab XV, Pasal 36A, Pasal 36B, dan Pasal 36C.

Perubahan ketiga

Perubahan Ketiga Undang-Undang Asal Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disahkan dalam Rapat Paripurna MPR ke-7 puas tanggal 9 November 2001, nan ialah pernah dari Sidang Mahajana (Tahunan) MPR Tahun 2001 yang berlangsung pada tanggal 1–9 November 2001. Pergantian ini terutama memberi penstabilan pada yuridiksi kehakiman (yudikatif) seharusnya sejajar dengan kekuasaan legislatif dan manajerial, menambah DPD ke dalam kawin buram legislatif, memperbarui kelembagaan BPK, dan memperjelas mekanisme demokrasi kerumahtanggaan penyelenggaraan negara.[32]
[33]

Dalam perlintasan ketiga ini, MPR menafsirkan dan/atau menambahkan beberapa pasal dan gerbang, yaitu Pasal 1 Ayat (2) dan (3); Pasal 3 Ayat (1), (3),[b]
dan (4);[b]
Pasal 6 Ayat (1), dan (2); Pasal 6A Ayat (1), (2), (3), dan (5); Pasal 7A; Pasal 7B Ayat (1), (2), (3), (4), (5), (6), dan (7); Pasal 7C; Pasal 8 Ayat (1) dan (2); Pasal 11 Ayat (2) dan (3); Pasal 17 Ayat (4); Bab VIIA, Pasal 22C Ayat (1), (2), (3), dan (4); Pasal 22D Ayat (1), (2), (3), dan (4); Bab VIIB, Pasal 22E Ayat (1), (2), (3), (4), (5), dan (6); Pasal 23 Ayat (1), (2), dan (3); Pasal 23A; Pasal 23C; Bab VIIIA, Pasal 23E Ayat (1), (2), dan (3); Pasal 23F Ayat (1) dan (2); Pasal 23G Ayat (1) dan (2); Pasal 24 Ayat (1) dan (2); Pasal 24A Ayat (1), (2), (3), (4), dan (5); Pasal 24B Ayat (1), (2), (3), dan (4); serta Pasal 24C Ayat (1), (2), (3), (4), (5), dan (6).

Perubahan keempat

Pergantian Keempat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disahkan dalam Bersanding Paripurna MPR ke-6 pada terlepas 10 Agustus 2002, yang merupakan rangkaian dari Sidang Umum (Tahunan) MPR Tahun 2002 nan berlangsung pada tanggal 1–11 Agustus 2002. Perubahan tersebut menitiberatkan pada penyempurnaan ayat-ayat alias pasal-pasal tunggal yang hilang serta penyempurnaan pasal-pasal di bidang pendidikan, peradaban, perekonomian, keuangan, dan kesejahteraan sosial.[32]
[33]

Dalam pergantian keempat ini, MPR menetapkan beberapa keadaan, antara bukan sebagai berikut.

  1. Pernyataan MPR mengenai naskah UUD 1945.

    Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Waktu 1945 sama dengan telah diubah dengan perubahan pertama, kedua, ketiga dan transisi keempat ini adalah Undang-Undang Asal Negara Republik Indonesia Musim 1945 yang ditetapkan lega tanggal 18 Agustus 1945 dan diberlakukan kembali dengan Dekret Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 serta dikukuhkan secara aklamasi pada sungkap 22 Juli 1959 maka itu Dewan Perwakilan Rakyat.

  2. Penambahkan pernyataan penghabisan pada skenario perubahan kedua (sebelum rubrik-ruangan tanda tangan) yang hilang.
  3. Pertukaran penomoran sreg Pasal 3 Ayat (3) dan (4) dalam pertukaran ketiga menjadi Pasal 3 Ayat (2) dan (3), serta Pasal 25E menjadi Pasal 25A.
  4. Penghapusan Portal IV dan evakuasi Pasal 16 ke Bab III.
  5. Pengubahan dan/atau interpolasi Pasal 2 Ayat (1); Pasal 6A Ayat (4); Pasal 8 Ayat (3); Pasal 11 Ayat (1); Pasal 16; Pasal 23B; Pasal 23D; Pasal 24 Ayat (3); Bab XIII, Pasal 31 Ayat (1), (2), (3), (4), dan (5); Pasal 23 Ayat (1) dan (2); Bab XIV, Pasal 33 Ayat (4) dan (5); Pasal 34 Ayat (1), (2), (3), dan (4); Pasal 37 Ayat (1), (2), (3), (4), dan (5); Resan Peralihan Pasal I, II, dan III; serta Sifat Tambahan Pasal I dan II.

Catatan

  1. ^


    a




    b




    c




    d




    e




    f




    g




    h



    sebelum amendemen
  2. ^


    a




    b




    c



    Ini merupakan kesalahan penomoran yang diperbaiki plong persilihan keempat.

Bacaan


  1. ^


    “Pembentukan Ordinansi Perundang-Pelawaan”.
    Pasal 9, Undang-Undang No. 12 Tahun 2011.




  2. ^


    a




    b




    Maarif, Syamsul Dwi (2021-09-27). “Sistematika UUD 1945 Sebelum dan Sesudah Amandemen”.
    Tirto.id
    . Diakses tanggal
    2022-01-28
    .





  3. ^


    Asshiddiqie, Jimly. “Status Keberlakuan Penjelasan UUD 1945”.
    Hukumonline.com
    . Diakses tanggal
    2022-01-28
    .





  4. ^


    Lisfianti, Widya (2021-09-13). Daryono, ed. “Pembukaan UUD 1945: Sifat, Makna Tiap Gugus kalimat dan Buku Pikiran Pancasila”.
    Tribunnews.com
    . Diakses tanggal
    2022-01-28
    .





  5. ^

    Ricklefs 2005, hlm. 424.

  6. ^


    Adryamarthanino, Verelladevanka (2021-12-07). Ningsih, Widya Lestari, ed. “Sidang Pertama BPUPKI: Tokoh, Pron bila, Tujuan, Proses, dan Hasil”.
    Kompas.com
    . Diakses rontok
    2022-01-25
    .





  7. ^


    Adryamarthanino, Verelladevanka (2021-12-08). Ningsih, Widya Lestari, ed. “Sidang Kedua BPUPKI: Kapan, Maksud, Agenda, dan Hasil”.
    Kompas.com
    . Diakses tanggal
    2022-01-25
    .





  8. ^


    Raditya, Iswara Kaki langit. (2021-08-12). “Sejarah Hasil Sidang BPUPKI Kedua: Rontok, Tujuan, Agenda, Anggota”.
    Tirto.id
    . Diakses tanggal
    2022-01-26
    .





  9. ^


    “Persilihan Naskah Piagam Jakarta dan Rancangan UUD maka itu PPKI”.
    Kumparan. 2022-11-24. Diakses copot
    2022-01-27
    .





  10. ^


    Ardanareswari, Indira (2019-08-18). “Sidang Mula-mula PPKI dan Detik-Detik Pengesahan Undang Undang Radiks”.
    Tirto.id
    . Diakses copot
    2022-01-27
    .





  11. ^

    Ricklefs 2005, hlm. 466-468.

  12. ^


    “Perlintasan Konstitusi Tentatif Republik Indonesia Sindikat menjadi Undang-Undang Radiks Tentatif Republik Indonesia”.
    Undang-Undang RIS No. 7 Tahun 1950.





  13. ^


    “Pemilu Pertama waktu 1955”.
    Museum Kepresidenan Balai Kirti. 2022-09-29. Diakses copot
    2022-01-26
    .





  14. ^


    Gischa, Serafica (2020-02-06). Gischa, Serafica, ed. “Memori Pemilu 1955 di Indonesia”.
    Kompas.com
    . Diakses tanggal
    2022-01-26
    .





  15. ^


    Adryamarthanino, Verelladevanka (2021-11-01). Nailufar, Nibras Irama, ed. “Rataan Bokong Dekrit Presiden 5 Juli 1959”.
    Kompas.com
    . Diakses tanggal
    2022-01-26
    .





  16. ^


    Raditya, Iswara N. (2022-01-05). “Isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959: Sejarah, Alasan, Tujuan, & Dampak”.
    Tirto.id
    . Diakses tanggal
    2022-01-26
    .





  17. ^

    Ricklefs 2005, hlm. 522-526.

  18. ^


    Wulandari, Trisna (2021-08-19). “Periode 1959 sampai 1966, Tahun Demokrasi Terpimpin dan Penyimpangannya”.
    detikcom
    . Diakses sungkap
    2022-01-27
    .





  19. ^


    Heryansyah, Tedy Rizkha (2021-07-05). “7 Penyimpangan Demokrasi Terpimpin terhadap Pancasila dan UUD 1945: Album Kelas 9”.
    Ruang Guru
    . Diakses tanggal
    2022-01-27
    .





  20. ^

    Ricklefs 2005, hlm. 593-623.

  21. ^


    Welianto, Ari (2021-12-17). Welianto, Kandang kuda, ed. “Bias terhadap Pancasila lega Musim Orde Baru”.
    Kompas.com
    . Diakses tanggal
    2022-01-27
    .





  22. ^


    Retno, Devita (2019-07-05). “8 Distorsi Pada Periode Orde Baru dalam Bidang Politik”.
    Sejarah Lengkap
    . Diakses tanggal
    2022-01-27
    .





  23. ^


    Affifah, Farrah Putri (2021-09-14). Miftah, ed. “Amandemen UUD 1945: Denotasi, Latar Belakang, Tujuan, dan Hasil-akibatnya”.
    Tribunnews.com
    . Diakses sungkap
    2022-01-27
    .





  24. ^


    Raditya, Iswara Kaki langit. (2020-12-01). “Amandemen UUD 1945 Dilakukan 4 Kali, Sejarah, & Perubahan Pasal”.
    Tirto.id
    . Diakses sungkap
    2022-01-27
    .





  25. ^


    Rizal, Jawahir Gustav (2021-09-14). Kurniawan, Rendika Ferri, ed. “Sejarah Amendemen UUD 1945 dari Perian ke Tahun”.
    Kompas.com
    . Diakses tanggal
    2022-01-27
    .





  26. ^


    Prakoso, Juniarto (2020-12-29). “Dampak Amandemen UUD 1945 Terhadap Publik”.
    Kumparan
    . Diakses tanggal
    2022-01-27
    .





  27. ^

    Adnan Buyung Nasution (2001)

  28. ^


    “Peraturaan Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat”.
    Kelestarian MPR No. I/MPR/1983.





  29. ^


    “Referendum”.
    Undang-Undang No. 5 Hari 1985.





  30. ^


    Hosen, Nadirsyah (2002-05-29). “Harga Tenang Pembukaan UUD 1945”.
    Wahana ISNET
    . Diakses tanggal 2022-10-5.





  31. ^


    Pambudi, Wahyu (2017-01-06). “SAKRALISASI PEMBUKAAN UUD 1945”.
    ISTORIA JURNAL PENDIDIKAN DAN Memori
    . Diakses tanggal
    2022-10-05
    .




  32. ^


    a




    b




    c




    d




    Rizal, Jawahir Gustav (2021-09-14). Kurniawan, Rendika Ferri, ed. “Sejarah Amendemen UUD 1945 dari Perian ke Masa”.
    Kompas.com
    . Diakses rontok
    2022-01-30
    .




  33. ^


    a




    b




    c




    d




    Welianto, Istal (2020-02-06). Welianto, Ari, ed. “Amandemen UUD 1945: Tujuan dan Perubahannya”.
    Kompas.com
    . Diakses rontok
    2022-01-30
    .




Daftar teks

  • Ricklefs, Merle Calvin (2005). Syawie, Husni; Ricklefs, Merle Calvin, ed.
    A History of Berbudaya Indonesia since c. 1200 Third Edition
    [Sejarah Indonesia Bertamadun 1200-2004]. Diterjemahkan oleh Wahono, Satrio; Bilfagih, Bakar; Huda, Hasan; Helmi, Miftah; Sutrisno, Joko; Manadi, Has. Jakarta: PT Rongga dada Hobatan Semesta. ISBN 9789791600125. OCLC 192076429.



  • Ricklefs, Merle Calvin (2008).
    A History of Modern Indonesia since c. 1200 (E-Book version)
    (edisi ke-4). New York: Palgrave Macmillan.



  • Asshiddiqie, Jimly (2003).
    Konsolidasi Skenario UUD 1945. Jakarta: Yarsif Watampone.



  • Adnan Buyung Nasution (2001)
    The Transition to Democracy: Lessons from the Tragedy of Konstituante in Crafting Indonesian Democracy, Tula Sarana Terdahulu, Jakarta, ISBN 979-433-287-9
  • Dahlan Thaib, Dr. H, (1999),
    Teori Hukum dan Konstitusi
    (Protokoler and Constitutional Theory), Rajawali Press, Jakarta, ISBN 979-421-674-7
  • Denny Indrayana (2008)
    Indonesian Constitutional Reform 1999-2002: An Evaluation of Constitution-Making in Transition, Kompas Book Publishing, Jakarta ISBN 978-979-709-394-5.
  • Jimly Asshiddiqie (2005), Konstitusi dan Konstitutionalisme Indonesia (Indonesia Constitution and Constitutionalism), MKRI, Jakarta.
  • Jimly Asshiddiqie (1994), Gagasan Kedaulatan Rakyat internal Konstitusi dan Pelaksanaannya di Indonesia (The Idea of People’s Sovereignty in the Constitution), Ichtiar Mentah – van Hoeve, Jakarta, ISBN 979-8276-69-8.
  • Jimly Asshiddiqie (2009),
    The Constitutional Law of Indonesia, Maxwell Asia, Singapore.
  • Jimly Asshiddiqie (2005),
    Syariat Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi (Constitutional Law and the Pillars of Democracy), Konpres, Jakarta, ISBN 979-99139-0-X.
  • R.M.A.B. Kusuma, (2004)
    Lahirnya Undang Undang Bawah 1945
    (The Birth of the 1945 Constitution),Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, ISBN 979-8972-28-7.
  • Nadirsyah Hosen, (2007)
    Shari’a and Constitutional Reform in Indonesia, ISEAS, Singapore
  • Saafroedin Bahar,Ananda B.Kusuma,Nannie Hudawati, eds, (1995)
    Risalah Sidang Awak Penyelidik Usahah Persiapan Kemerdekaan Indonesian (BPUPKI) Panitia Persiapan Kemandirian Indonesia (PPKI) (Minutes of the Meetings of the Agency for Investigating Efforts for the Preparation of Indonesian Independence and the Preparatory Committee for Indonesian Independence), Sekretariat Negara Republik Indonesia, Jakarta
  • Sri Bintang Pamungkas (1999),
    Konstitusi Kita dan Rajah UUD-1945 Yang Disempurnakan
    (Our Constitution and a Proposal for an Improved Version of the 1945 Constitution), Partai Uni Demokrasi, Jakarta, No ISBN

Pranala luar

  • Undang-Undang Pangkal Negara Republik Indonesia Hari 1945 (Dokumen Polos)
  • Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Dokumen Satu Skenario)
  • Perlintasan
    Purwa
    Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Perian 1945
  • Perubahan
    Kedua
    Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Masa 1945
  • Perubahan
    Ketiga
    Undang-Undang Pangkal Negara Republik Indonesia Masa 1945
  • Peralihan
    Keempat
    Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Masa 1945
  • Kumpulan skenario UUD 1945 beserta perubahan-perubahannya



Source: https://id.wikipedia.org/wiki/Undang-Undang_Dasar_Negara_Republik_Indonesia_Tahun_1945

Posted by: gamadelic.com