Beriman Kepada Kitab Allah Artinya

BAB 3 : (RUKUN KETIGA) IMAN KEPADA KITAB-KITAB Allah ﷻ

Oleh DR. firanda Andirja, Lc. MA.

Pendahuluan.

A. Urgensi mempelajari iman kepada kitab-kitab Almalik
.

Diantara urgensinya mempelajari iman kepada kitab-kitab Allah ﷻ adalah:

  1. Iman kepada kitab-kitab Almalik ﷻ termuat rukun iman nan merupakan akar/kancing keagamaan.

Seperti mana sudah lalu terlampau pada penjelasan-penjelasan sebelumnya bahwa berlainan antara mempelajari cabang atau batang keyakinan dengan akar keimanan. Seseorang sekiranya telah kokoh pada akar susu atau ki akal keimanan, maka imannya akan semakin kokoh kembali puas hal-keadaan di atasnya baik batang, cabang, ranting, ataupun buah keimanan

  1. Allah ﷻ memerintahkan kita untuk beriman kepada kitab-kitab-Nya.

Almalik ﷻ mengomong,

وَقُلْ آمَنْتُ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنْ كِتَابٍ

“Dan katakanlah (Hai Muhammad) aku beriman kepada apa-segala apa yang Allah



turunkan dari kitab-Nya.”

(QS. Asy-Syura: 15)

Allah ﷻ juga berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا آمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي نَزَّلَ عَلَى رَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي أَنْزَلَ مِنْ قَبْلُ

“Duhai bani adam-orang yang beriman! Berimanlah kalian kepada Allah



dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Engkau turunkan kepada Utusan tuhan-Nya (Muhammad) -yakni Al-Qur’an- dan juga kepada kitab-kitab nan telah Engkau turunkan sebelumnya.”
(Q.S. An-Nisa:136)

Teradat diperhatikan, bahwa di dalam ayat ini Allah ﷻ mensyariatkan turunan yang sudah beriman untuk percaya. Para jamhur mengklarifikasi bahwa yang dimaksud dengan ayat ini dan ayat-ayat yang semisal adalah terus melakukan (istikamah) dan menambah atau menunaikan janji kejadian yang diperintahkan (keyakinan). Jadi, seakan ayat di atas berisikan “Teruslah berkeyakinan dan tambahlah religiositas kalian kepada Allah


, Rasul-Nya, kitab-kitab-Nya dan yang lainnya”. Seperti mana dengan ayat-ayat yang semisal seperti perintah kepada orang yang beriman untuk bertakwa kepada Allah ﷻ, maka penafsirannya sama seperti mana di atas yaitu terus melakukan (istikamah) dan menambah atau menyempurnakan hal yang diperintahkan (ketakwaan).
([1])

  1. Konsekuensi dari lain beriman dengan kitab-kitab suci adalah dahriah.

Allah ﷻ berfirman,

وَمَنْ يَكْفُرْ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا

“Barang kelihatannya nan kufur kepada Yang mahakuasa ﷻ, Nabi-Nya, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan musim kebangkitan, maka anda telah sesat dengan kesesatan yang substansial.” (QS. An-Nisa’: 136)

  1. Ancaman berupa siksaan nan pedih lakukan orang-cucu adam nan tidak beriman kepada kitab-kitab kalis.

Allah ﷻ mengomong:

الَّذِينَ كَذَّبُوا بِالْكِتَابِ وَبِمَا أَرْسَلْنَا بِهِ رُسُلَنَا فَسَوْفَ يَعْلَمُونَ، إِذِ الْأَغْلَالُ فِي أَعْنَاقِهِمْ وَالسَّلَاسِلُ يُسْحَبُونَ، فِي الْحَمِيمِ ثُمَّ فِي النَّارِ يُسْجَرُونَ

“Dan orang-khalayak yang mendustakan Al-Qur’an dan mendustakan kitab-kitab yang kami turunkan kepada utusan tuhan-rasul kami, maka ia akan melihat akibatnya lusa, tatkala belenggu congah di leher mereka dan rantai-rantai diikatkan kepada mereka, kemudian mereka ditarik ke dalam air yang sangat panas kemudian mereka dibakar dengan api jahanam.”
(QS. Ghafir: 70-72)

B. Hikmah-hikmah diturunkannya Kitab-kitab Halikuljabbar.

Di antara hikmah-hikmah Sang pencipta ﷻ menurunkan kitab-kitab-Nya adalah:

  1. Diturunkannya kitab yaitu bentuk karunia pelahap Tuhan ﷻ kepada hamba-hamba-Nya. Halikuljabbar ﷻ yang paling mengetahui apa yang terbaik bagi -hamba-hamba-Nya, balasannya Allah ﷻ turunkan kitab-kitab murni nan menjelaskan hukum-syariat nan terbaik bakal mereka.

Jika kita melihat perihal peristiwa individu di zaman ini saat membuat regulasi, maka akan kita dapati mereka tinggal sibuk berembuk dan bersusah capek bikin berpalis pikiran dalam membuatnya. Lihatlah peraturan-peraturan yang dibuat, regulasi-peraturan tersebut tak pemaafan dari kritikan bahkan cemooh, sehingga regulasi tersebut harus diubah. Oleh karenanya setelah satu peraturan telah disepakati, maka di waktu yang lain qanun tersebut akan diubah kembali, kemudian disepakati sekali lagi, kemudian diubah lagi, dan sejenis itu seterusnya. Mengapa bisa demikian? Jawabannya karena qanun-peraturan tersebut yakni sintetis bani adam.([2])
Berlainan halnya dengan peraturan yang dibuat oleh Allah ﷻ, peraturan tersebut jelas bersusila dan ideal, tidak terletak ruji-ruji kesalahan minus pun. Namun yang mengajaibkan, peraturan Yang mahakuasa ﷻ yang telah jelas kebenarannya malar-malar ditinggalkan oleh mereka, kemudian memilih membentuk peraturan seorang yang sangat penuh dengan kekurangan. Allah ﷻ berfirman,

أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لَا تُرْجَعُونَ

“Apakah kalian mengira bahwa kami menciptakan kalian dengan sia-sia hanya untuk dolan-main (tidak diberi aturan) dan kalian enggak akan dikembalikan kepada kami?”
(QS. Al-Mu’minun: 115)

Tidak hanya mengutus utusan tuhan bakal mengklarifikasi adat-aturan Allah ﷻ kepada basyar, Allah ﷻ juga menurunkan kitab-kitab yang menyertai para rasul umpama mata air kebiasaan Allah ﷻ. Halikuljabbar ﷻ berfirman,

أَيَحْسَبُ الْإِنْسانُ أَنْ يُتْرَكَ سُدى

“Apakah menusia itu mengira bahwa mereka akan dibiarkan semacam itu saja?”
(QS. Al-Qiyamah: 36).

Adalah dibiarkan begitu saja tidak diperintah dan bukan dilarang?
([3])

Tentu mereka akan diperintah dan dilarang dengan diturunkannya Al-Kitab.

  1. Kitab suci merupakan sumber kebahagiaan dunia dan akhirat.

Tidak bisa dipungkiri, semua sosok pasti mencari kebahagiaan mayapada dan akhirat (jika beliau percaya kepada tahun penutup). Untuk mencapai tujuan ini tak perlu seseorang berspekulasi dengan menjalankan teori-teori kebahagiaan yang dibuat oleh cucu adam. Cukup dengan kembali mengajuk sifat Allah ﷻ di dalam kitab kalis, maka karuan ia akan bahagia. Hal ini karena Allah ﷻ lah yang menciptakan manusia maka Yang mahakuasa ﷻ lah yang paling kecil tahu tentang kelebihan dan mafsadah untuk cucu adam. Allah ﷻ mengomong,

وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا

“Dan siapa saja yang berpaling bersumber peringatanku, maka baginya yaitu sukma yang sangat menyesakkan.”
(QS. Thaha: 124)

Allah ﷻ juga berfirman,

وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ وَلَا يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إِلَّا خَسَارًا

“Dan telah kami turunkan Al-Qur’an yang adalah pelelang dan hadiah bagi orang yang beriktikad, dan tidaklah menambah bagi orang-orang nan zalim melainkan siksaan.”
(QS. Al-Isra : 82)

Almalik ﷻ juga mengomong,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ

“Wahai basyar! Betapa sudah nomplok kepada kalian nasihat/peringatan dari Rabb kalian dan dia bak obat kerjakan hati, dan karunia serta rahmat bagi cucu adam-orang yang beriman.”
(QS. Yunus: 57)

Wahai saudaraku! Sesungguhnya Al-Qur’an yang kita baca ini adalah firman Yang mahakuasa ﷻ, tuturan Sang pencipta ﷻ, inskripsi dari Allah ﷻ, bukan novel atau perkataan manusia. Oleh kesudahannya, jika dikatakan Al-Qur’an merupakan penawar hati bagi pembacanya maka situasi tersebut adalah jelas dan benar adanya. Kenyataannya, Al-Qur’an takdirnya dibaca oleh orang yang lain mengetahui maknanya ia akan mendapatkan kesentosaan lega hatinya. Lalu bagaimana sekali lagi sekiranya yang membacanya adalah cucu adam yang memahami maknanya, apalagi memaklumi tafsirnya? Tentu ia akan merasakan kejadian yang kian semenjak bani adam yang lain paham tadi.

Allah ﷻ lagi berfirman,

مَا أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْقُرْآنَ لِتَشْقَى

“Tidaklah kami menurunkan kepadamu Al-Qur’an agar membuatmu sengsara.” (QS. Thaha: 2)

Pemahaman saingan pecah ayat ini adalah, “Akan sekadar kami turunkan Al-Qur’an kepadamu agar beliau bahagia”.

  1. Al-Qur’an umpama hujah dan pemutus argumentasi manusia di hadirat Yang mahakuasa ﷻ Allah ﷻ berbicara,

رُسُلًا مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ لِئَلَّا يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى اللَّهِ حُجَّةٌ بَعْدَ الرُّسُلِ

“Rasul-rasul yang memajukan kabar gembira dan peringatan, agar lain ada lagi hujjah (alasan) untuk hamba allah di aribaan Yang mahakuasa



setelah diutusnya nabi-rasul.”

(QS. An-Nisa’: 165)

C. Definisi Al-Kitab.

  1. Secara etimologi (bahasa)

Al-Kitab berasal dari akar kata ك-ت-ب “كتب” nan berjasa “الضَّمُّ وَالْجَمْعُ” (mengumpulkan).

Setiap kata yang tersusun dari kata radiks ك-ت-ب maka kata tersebut juga mengandung makna “mengumpulkan”.([4])
Contoh:

الكَتِيْبَةُ artinya “Pasukan” yang merupakan kumpulan dari prajurit-prajurit.

الكُتَّابُ artinya “Madrasah” yang ialah medan berkumpulnya murid-murid.

الْكِتَابُ artinya “Buku” yang merupakan kumpulan semenjak bab-bab, pasal-pasal, dll.

  1. Secara terminologi (istilah).

Al-Kitab yaitu Kitab atau suhuf (lembaran-lempengan) yang mengumpulkan firman Tuhan ﷻ yang diturunkan kepada rasul-nabi-Nya, baik melalui pialang malaikat Jibril
‘alaihissalam
(seperti Al-Qur’an) ataupun Allah ﷻ tuliskan spontan intern kepingan-lempengan (sebagai halnya Taurat).Allah ﷻ berfirman,

وَكَتَبْنَا لَهُ فِي الْأَلْوَاحِ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ مَوْعِظَةً وَتَفْصِيلًا لِكُلِّ شَيْءٍ فَخُذْهَا بِقُوَّةٍ وَأْمُرْ قَوْمَكَ يَأْخُذُوا بِأَحْسَنِهَا سَأُرِيكُمْ دَارَ الْفَاسِقِينَ

“Dan telah Kami
tuliskan untuk Musa sreg luh-luh (Taurat)
barang apa sesuatu laksana tuntunan dan penjelasan bagi segala sesuatu; maka (Kami berfirman): “Berpeganglah kepadanya dengan loyal dan suruhlah kaummu berpegang kepada (perintah-perintahnya) dengan sesudah-sudahnya, nanti Aku akan memperlihatkan kepadamu kawasan orang-orang nan fasik.”
(QS. Al-A’raf : 145)

Intern hadits nan shahih Lelaki berkata kepada Musa :

يَا مُوسَى اصْطَفَاكَ اللَّهُ بِكَلاَمِهِ، وَخَطَّ لَكَ بِيَدِهِ

“Wahai Musa, Allah telah memilihmu dengan firmanNya, dan menuliskan bagimu (merupakan Taurot) dengan tanganNya”
([5])

Dalam riwayat yang lain dengan penyebutan lafal Taurat dengan tegas : وَخَطَّ لَكَ
التَّوْرَاةَ
بِيَدِهِ “Allah menuliskan
Taurat
bagimu dengan tanganNya”
([6])

D. Nama-nama Al-kitab

  1. الكِتَابُ (Al-Kitab), Allah ﷻ berfirman,

وَالْكِتَابِ الَّذِي نَزَّلَ عَلَى رَسُولِهِ

“Dan kitab yang Dia turunkan kepada Rasul-Nya (Muhammad) -ialah Al-Qur’an-“
(Q.S. An-Nisa: 136)

  1. الكُتُبُ (Baku berpunca kitab). Tuhan ﷻ berfirman,

فِيهَا كُتُبٌ قَيِّمَةٌ

“Di dalamnya terwalak kitab-kitab yang berharga.”
(Q.S. Al-Bayyinah: 3)

  1. الصُّحُفُ (Suhuf). Halikuljabbar ﷻ berfirman,

صُحُفِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى

“Lembaran-paisan yang diturunkan kepada Ibrahim dan Musa.”
(Q.S. Al-A’la: 19)

  1. الزُّبُرُ (Az-Zubur). Allah ﷻ berujar:

وَإِنَّهُ لَفِي زُبُرِ الْأَوَّلِينَ

“Sesungguhnya yang demikian itu terletak pada kitab-kitab orang terdahulu.”
(Q.S. As-Syu’ara: 196)

Peringatan
: Lafal al-Qurán dan Az-Zabur sama sekali datang privat lafal singular (mufrod) dan maksudnya adalah kitab tertentu (Al-Qurán kitab suci Nabi Muhammad dan Az-Zabur kitab suci Nabi Daud), akan tetapi terkadang maksudnya adalah menunjukan spesies kitab, ataupun mengungkapkan kitab suci yang lain.

Pola Allah berfirman :

وَلَقَدْ كَتَبْنَا فِي الزَّبُورِ مِنْ بَعْدِ الذِّكْرِ أَنَّ الْأَرْضَ يَرِثُهَا عِبَادِيَ الصَّالِحُونَ

“Dan sungguh sudah lalu Kami catat didalam Zabur selepas (Kami tulis dalam) Lauh Mahfuzh, bahwasanya mayapada ini dipusakai hamba-hamba-Ku yang imani” (QS Al-Anbiya : 105)

Maksud bermula Az-Zabur pada ayat ini bukanlah terkhususkan kepada kitab suci Nabi Daud álaihis salam, akan tetapi mencakup seluruh kitab suci. Al-Baghowi merenjeng lidah :

قَالَ سَعِيدُ بْنُ جُبَيْرٍ وَمُجَاهِدٌ: الزَّبُورُ جَمِيعُ الْكُتُبِ الْمُنَزَّلَةِ

“Saíd bin Jubair dan Mujahid merenjeng lidah : Az-Zabur maksudnya seluruh kitab zakiah yang diturunkan”
([7])

Tentang Ibnu Abbas dan Ad-Dhohhak berpendapat bahwa yang dimaksud dengan Az-Zabur kerumahtanggaan ayat ini adalah At-Taurot([8]).

Utusan tuhan shallallahu álaihi wasallam bersabda :

خُفِّفَ عَلَى دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ القُرْآنُ، فَكَانَ يَأْمُرُ بِدَوَابِّهِ فَتُسْرَجُ، فَيَقْرَأُ القُرْآنَ قَبْلَ أَنْ تُسْرَجَ دَوَابُّهُ

“Diringankan untuk Daud ‘alaihis salam mengaji al-Qur’an, maka beliau mensyariatkan untuk disiapkan tunggangannya lalu diletakan pelana di atasnya, maka iapun selelai membaca al-Qurán sebelum diletakan pelana di atas tunggangannya”
([9])

Yang dimaksud dengan al-Qurán pada hadits ini yaitu kitab suci yang diturunkan kepada Daud alias yang Daud diperintahkan lakukan membacanya (apakah itu Az-Zabur ataukah yang lainnya). Nan jelas yang dimaksud bukanlah al-Qurán yang diturunkan kepada Utusan tuhan Muhammad shallallahu álaihi wasallam.

Ibnul Qoyyim berkata :

فَإِنَّ لَفْظَ التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ وَالزَّبُورِ وَالْقُرْآنِ يُرَادُ بِهِ الْكُتُبُ الْمَعْنِيَّةُ تَارَةً، وَيُرَادُ بِهِ الْجِنْسُ تَارَةً، فَيُعَبِّرُ بِلَفْظِ الْقُرْآنِ عَنِ الزَّبُورِ، وَبِلَفْظِ التَّوْرَاةِ عَنِ الْإِنْجِيلِ وَعَنِ الْقُرْآنِ أَيْضًا

“Senyatanya lafal at-Taurot, al-Injil, Az-Zabur, dan al-Qurán kadang kala maksudnya merupakan kitab-kitab lugu tertentu, namun terkadang maksudnya yaitu jenis kitab tulus. Maka sekali-kali lafal al-Qurán digunakan untuk mengungkapkan az-Zabur (adalah disebut az-Zabur tapi maksudnya ialah al-Qurán), dan digunakan lafal at-Taurot tapi maksudnya bikin mengungkapkan injil dan kadang kala untuk mengungkapkan al-Qurán”
([10])

E. Proses turunnya kitab suci

  1. Firman Yang mahakuasa ﷻ tak invalid. Allah ﷻ berfirman,

وَلَوْ أَنَّمَا فِي الْأَرْضِ مِنْ شَجَرَةٍ أَقْلَامٌ وَالْبَحْرُ يَمُدُّهُ مِنْ بَعْدِهِ سَبْعَةُ أَبْحُرٍ مَا نَفِدَتْ كَلِمَاتُ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

“Dan kalaulah di mayapada ini seluruh pohon-pokok kayu dijadikan pen dan besar dijadikan tintanya dan ditambah lagi tujuh lautan, maka alangkah tidak akan boleh batik seluruh firman-firman Almalik


, sesungguhnya Almalik



maha perkasa lagi maha bijaksana”

(QS. Luqman: 27).

Almalik ﷻ kembali bersuara,

قُلْ لَوْ كَانَ الْبَحْرُ مِدَادًا لِكَلِمَاتِ رَبِّي لَنَفِدَ الْبَحْرُ قَبْلَ أَنْ تَنْفَدَ كَلِمَاتُ رَبِّي وَلَوْ جِئْنَا بِمِثْلِهِ مَدَدًا

“Katakanlah! Kalaulah lautan ini dijadikan tinta kerjakan menulis kalimat-kalimat Almalik



maka sungguh lautan itu akan habis sebelum kalimat-kalimat Sang pencipta



itu lalu, demikian juga seandainya kami datangkan laut-laut yang semisal (maka sungguh suntuk juga sebelum kalimat Almalik



lampau”

(QS. Al-Kahfi: 109)

  1. Kitab-kitab suci bukanlah semua firman Allah ﷻ, melainkan hanya sebagian firman Sang pencipta ﷻ saja yang diwahyukan melalui Jibril
    ‘alaihissalam
    kepada utusan tuhan-rasul-Nya ataupun sonder perantara, yaitu sederum kepada si utusan tuhan -seperti Nabi Musa
    ‘alaihissalam
    -.

Kitab kalis yang Allah ﷻ turunkan kepada para nabi-Nya jumlahnya banyak, namun embaran yang sampai kepada kita sahaja 5, yakni:

  • Kitab yang Yang mahakuasa ﷻ turunkan kepada Nabi Ibrahim
    ‘alaihissalam
    yang disebut dengan Suhuf Ibrahim
  • Kitab yang Yang mahakuasa ﷻ turunkan kepada Nabi Musa
    ‘alaihissalam
    namanya Taurat.
  • Kitab yang Allah ﷻ turunkan kepada Nabi Dawud
    ‘alaihissalam
    namanya Zabur.
  • Kitab yang Sang pencipta ﷻ turunkan kepada Rasul ‘Isa
    ‘alaihissalam
    namanya Injil.
  • Kitab yang Allah ﷻ turunkan kepada Utusan tuhan Muhammad ﷺ namanya Al-Qur’an.
  1. Proses turunnya wahyu.

Telah disebutkan bahwa firman Allah

sampai kepada para nabi melalui dua situasi. Pertama melintasi calo Roh kudus, kedua minus broker yaitu Allah

sinkron sampaikan kepada rasul-Nya. Tuhan ﷻ berfirman,

وَمَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُكَلِّمَهُ اللَّهُ إِلَّا وَحْيًا أَوْ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ أَوْ يُرْسِلَ رَسُولًا فَيُوحِيَ بِإِذْنِهِ مَا يَشَاءُ إِنَّهُ عَلِيٌّ حَكِيمٌ

“Dan tidak mungkin lakukan seorang manusia pun bahwa Allah berkata-perkenalan awal dengan ia kecuali dengan gayutan
ilham

([11])

alias
di pantat tabir

([12])

atau dengan
mengutus seorang utusan (malaikat)

([13])

lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Beliau kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi sekali lagi Maha Bijaksana.”

(QS. Asy-Syura : 51)

Jika melalui makelar Jibril
‘alaihissalam, maka Allah ﷻ berbicara dengan:

  • Celaan (Allah ﷻ) yang didengar oleh Roh kudus
    ‘alaihissalam.
  • Bahasa nan Allah ﷻ kehendaki (apakah bahasa Ibrani, atau bahasa Suryani, atau bahasa Arab, alias bahasa yang lainnya)
  • Topik nan Almalik ﷻ kehendaki, lalu di periode nan enggak Allah ﷻ membentangkan topik nan lain pula.
  • Kapan sekadar, di waktu yang Yang mahakuasa ﷻ

Selanjutnya, Jibril
‘alaihissalam
kemudian menukilkan kepada para rasul.

Seandainya Allah ﷻ bercakap langsung kepada utusan tuhan-Nya maka si Rasul akan mendengar sederum pecah Allah ﷻ -sebagaimana yang dialami makanya Nabi Musa
‘’alaihissalam-. Allah ﷻ bercakap,

وَكَلَّمَ اللَّهُ مُوسَى تَكْلِيمًا

“Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung dengan pembicaraan yang sesungguhnya.”
(QS. An-Nisa’: 164)

وَأَنَا اخْتَرْتُكَ فَاسْتَمِعْ لِمَا يُوحَى، إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي

“Dan Aku mutakadim melembarkan kamu, maka
dengarkanlah
segala apa nan akan diwahyukan (kepadamu), Sesungguhnya Aku ini ialah Allah, tidak ada Tuhan (yang hoki) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat bikin menghafaz Aku.”

(QS. Thaha : 13-14)

Mengenai tukang bid’ah mereka mengatakan:

  • Tuhan ﷻ berbicara tanpa suara miring, tanpa bahasa, dan tanpa semenjak abjad dan kata.
  • Allah ﷻ berbicara secara azali dengan bahasa jiwa yang pembicaraan Tuhan ﷻ merupakan suatu kesatuan nan tak boleh terbagi-bagi topiknya, dan juga bukan berkaitan dengan waktu. Mereka tidak meyakini bahwa Allah ﷻ dulu mengomong kepada Nabi Adam
    ‘alaihissalam, kemudian bertahun-tahun pasca- itu barulah Allah ﷻ berkata kepada Musa
    ‘alaihissalam. Mereka juga lain meyakini bahwa firman Halikuljabbar ﷻ yang Yang mahakuasa ﷻ wahyukan kepada Nabi Muhammad ﷺ sebelumnya tidak pernah Halikuljabbar ﷻ firmankan kepada Nabi Musa
    ‘alaihissalam.
    Mereka kembali enggak meyakini bahwa firman Allah ﷻ kepada Nabi Muhammad ﷺ bukanlah firman Sang pencipta ﷻ kepada Nabi ‘Isa
    ‘alaihissalam. Mereka sekali lagi lain meyakini bahwa firman Sang pencipta ﷻ kepada Utusan tuhan Muhammad ﷺ adalah sebagian dari firman Allah ﷻ

Oleh risikonya, ahli bid’ah meyakini bahwa lafal Al-Qur’an bukan berasal bermula Allah ﷻ, nan berasal dari Tuhan ﷻ tetapi kandungan maknanya sekadar. Menjadi soal, lampau dari mana datangnya isi lafal Al-Qur’an? Sebagian ahli bid’ah menjawab bahwa lafal tersebut bermula Jibril
‘alaihissalam
dan sebagian yang lain menjawab dari Rasulullah ﷺ.

Dari keyakinan inilah orang-sosok Liberal mengatakan bahwa kita tidak boleh berkepastian kepada Al-Qur’an secara tekstual, dan kita harus memiliki tafsir kontekstual. Karena tekstual Al-Qur’an ini yaitu terjemahan berasal ide pokok Allah ﷻ yang Almalik ﷻ pahamkan kepada Muhammad ﷺ, padahal tekstual ini (nan merupakan ungkapan/parafrase Muhammad) sangat terikat dengan kondisi Muhammad ﷺ sebagai khalayak arab, sangat terikat dengan kondisi sira yang hidup 1400 tahun yang lalu, sangat terikat dengan spirit beliau yang kreatif di sekitar orang-orang arab kuno, dan nan lainnya. Dari sini, maka tak bisa Al-Qur’an dipahami secara leterlek (secara harfiah atau wacana), sebab dia lain relevan dengan zaman sekarang. Maka dari itu karenanya, mereka berkeyakinan bahwa yang harus dipahami berasal Al-Qur’an adalah isi maknanya (ide-ide pusat Al-Qur’an), tidak sekadar teksnya cuma. Jika isi makna Al-Qur’an mutakadim dipahami (ide-ide sendi Al-Qur’an), maka lebih lanjut adalah menerjemahkannya dengan bahasa di zaman ini dan tidak boleh tekstual.
([14])

Berlainan halnya dengan Ahlusunah, mereka mengimani biji-angka yang telah katib sebutkan di atas, merupakan meyakini bahwa semua yang ada di internal Al-Qur’an merupakan firman Halikuljabbar ﷻ. Oleh hasilnya, Al-Qur’an diyakini bagaikan kitab asli, bukan karya Nabi Muhammad ﷺ dan juga tidak karya Jibril
‘alaihissalam,
akan tetapi Halikuljabbar ﷻ yang bercakap, doang saja firman-firman tersebut dibukukan.

Dari sini para jamhur ceratai tentang perbedaan antara Al-Qur’an, hadits qudsi, dan hadits biasa.

Al-Qur’an, lafal dan maknanya datang dari Allah ﷻ sebagai mukjizat. Adapun Roh kudus
‘alaihissalam
fungsinya tetapi sebagai penukil. Oleh karenanya, Jibril disebut sebagai utusan Tuhan, sebab tugasnya adalah tetapi menyampaikan firman Allah ﷻ tanpa mengubahnya sedikit lagi.

Hadits qudsi, maknanya nomplok mulai sejak Sang pencipta ﷻ, dan lafalnya bermula Nabi Muhammad ﷺ. Oleh karenanya, boleh bakal seseorang yang mengarifi bahasa arab dengan baik dan kuat menanggali hadits qudsi dengan maknanya. Akan halnya Al-Qur’an, harus sesuai dengan lafal nan cak semau di dalam Al-Qur’an, dan tak boleh dengan makna. Lamun berbeda cara periwayatannya, namun keduanya (Al-Qur’an dan hadits Qudsi) sama-sama disandarkan kepada Halikuljabbar ﷻ.

Hadits jamak, lafalnya berpunca Rasulullah ﷺ dan maknanya berpokok Halikuljabbar ﷻ, karena tidak terserah satu pula yang keluar berpunca Rasulullah ﷺ melainkan wahyu berusul Tuhan ﷻ. Namun yang memperlainkan dengan hadits qudsi, pada hadits biasa ini Rasulullah ﷺ tidak persaudaraan menyandarkannya kepada Allah c.

At-Thibi
rahimahullah
berkata,

الْقُرْآن هُوَ اللَّفْظُ الْمُنَزّل بِهِ جِبْرِيل، عَلَيْهِ السَّلَامُ، عَلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِلْإِعْجَازِ، وَالْقُدْسِيُّ إِخْبَارُ اللهِ رَسُوْلَهُ مَعْنَاهُ باِلإِلْهَامِ أَوْ بِالْمَنَامِ، فَأخْبَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُمَّتَهُ بِعِبَارَةِ نَفْسِهِ، وَسَائِرُ الْأَحَادِيثِ لَمْ يُضِفْهُ إِلَى اللهِ وَلَمْ يَرْوِهِ عَنْهُ.

“Al-Qur’an ialah lafal Allah



yang diturunkan melalui Jibril ‘alaihissalam kepada Rasulullah



untuk i’jaz (umpama mukjizat). Adapun hadits qudsi adalah Pengabaran Allah



kepada Rasul-Nya



dengan ramalan atau dengan mimpi, silam Rasulullah



melansir kepada umatnya dengan ungkapan mulai sejak diri beliau


. Adapun semua hadits (selain hadits qudsi) maka kamu tidak menyandarkannya kepada Tuhan



dan tidak juga beliau


meriwayatkan berpangkal Allah


.”

([15])

Apa Isi kitab-kitab kalis itu?

Secara umum semua kitab-kitab steril sejadi dalam ki kesulitan tauhid, etik, dan hari akhir zaman([16]). Adapun mengenai hukum (perhitungan hukum-hukum) maka farik-beda. Rasulullah ﷺ berbicara,

أَنَا أَوْلَى النَّاسِ بِعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، وَالْأَنْبِيَاءُ إِخْوَةٌ لِعَلَّاتٍ، أُمَّهَاتُهُمْ شَتَّى وَدِينُهُمْ وَاحِدٌ

“Aku yaitu orang yang paling berwajib dengan ‘Isa bin Maryam ‘alaihissalam di manjapada maupun di akhirat, dan para nabi adalah saudara satu ayah, ibu mereka farik-cedera, dan agama mereka satu (fondasi agama -tauhid-)“
([17])

Pastor Ibnu Hajar Al-‘Asqalani
rahimahullah
berkata,

وَمَعْنَى الْحَدِيثِ أَنَّ أَصْلَ دِينِهِمْ وَاحِدٌ وَهُوَ التَّوْحِيدُ وَإِنِ اخْتَلَفَتْ فُرُوعُ الشَّرَائِعِ

“Makna hadits ini adalah sebenarnya kunci agama kami suatu yaitu tauhid, meskipun perincian hukum kami farik-beda.”

([18])

Kita tidak mengetahui seluruh isi dari kitab-kitab suci, namun sebagian isi kitab-kitab tersebut suka-suka yang sebatas kepada kita melalui jalur nan sahih (baik dikabarkan oleh Al-Qur’an atau hadits Nabi Muhammad ﷺ).

Kitab suci tentunya banyak. Hal ini boleh diketahui dengan melihat jumlah para rasul yang di mengirim oleh Tuhan ﷻ yakni sekitar 315, yang tentu banyak dari mereka diberikan kitab oleh Allah ﷻ. Walaupun sedemikian itu, ternyata tidak semua kabar tentang kitab-kitab tersebut sampai kepada kita. Selain Al-Qur’an namun 4 kitab yang sampai kabarnya kepada kita.

  1. Suhuf Ibrahim
    ‘alaihissalam. Ada sebagian isi Suhuf Ibrahim
    ‘alaihissalam
    yang sampai kepada kita sebagaimana dikabarkan makanya Allah ﷻ privat firman-Nya,

إِنَّ هَذَا لَفِي الصُّحُفِ الْأُولَى، صُحُفِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى

“Sesungguhnya nan demikian itu sudah lalu ada di dalam kitab-kitab terdahulu, pada lembaran-lembaran yang diturunkan kepada Ibrahim
‘alaihissalam
dan Musa
‘alaihissalam.” (QS. Al-A’la : 17-18)

Di sini, Allah ﷻ menyebutkan bahwa firman Allah ﷻ akan halnya kesuksesan orang-orang yang mensucikan diri mereka, dan firman Allah ﷻ bahwa akhirat itu kian utama tinimbang dunia, telah suka-suka di dalam kitab terdepan.

Halikuljabbar ﷻ juga berkata,

أَمْ لَمْ يُنَبَّأْ بِمَا فِي صُحُفِ مُوسَى، وَإِبْرَاهِيمَ الَّذِي وَفَّى، أَلَّا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى، وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعَى

“Bukankah sudah pernah dikabarkan di dalam Suhuf Musa ‘alaihissalam, dan seperti mana pada Suhuf Ibrahim ‘alaihissalam nan telah menyampaikan barang apa isinya, bahwa sesorang itu tidaklah menanggung dosa yang diperbuat oleh insan tak, dan bahwa manusia tak akan mendapatkan penangkisan kecuali dari apa yang anda perbuat.”
(QS. An-Najm: 36-39)

  1. Taurat. Sebenarnya, Taurat sekali lagi Suhuf (Suhuf Musa
    ‘alaihissalam), dan Taurat juga disebut Al-Tengkaras (lembaran-lembaran). Allah ﷻ berbicara,

صُحُفِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى

“Lembaran-lembran Ibrahim dan Musa ‘alaihissalam.”
(QS. Al-A’la: 18)

Almalik ﷻ juga berucap,

وَكَتَبْنَا لَهُ فِي الْأَلْوَاحِ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ مَوْعِظَةً وَتَفْصِيلًا لِكُلِّ شَيْءٍ

“Dan kami telah tulis untuknya dai dalam Alwah (lempengan-lembaran) segala ular-ular dan segala perincian.”
(QS. Al-A’raf : 145)

Di antara isi Taurat nan sampai kepada kita adalah:

  • Hukum Qishosh. Halikuljabbar ﷻ berfirman:

وَكَتَبْنَا عَلَيْهِمْ فِيهَا أَنَّ النَّفْسَ بِالنَّفْسِ وَالْعَيْنَ بِالْعَيْنِ وَالْأَنْفَ بِالْأَنْفِ وَالْأُذُنَ بِالْأُذُنِ وَالسِّنَّ بِالسِّنِّ وَالْجُرُوحَ قِصَاصٌ

“Dan kami tetapkan bagi mereka bahwa boleh jadi tetapi yang memenggal maka dibalas matikan, dan indra penglihatan dibalas dengan mata, dan hidung dibalas dengan hidung, dan telinga dibalas dengan alat pendengar, dan persneling dibalas dengan gigi, dan setiap jejas maka ada qishoshnya.”
(QS. Al-Maidah: 45)

  • Nan sudah lalu kita sebutkan di dalam Suhuf Ibrahim
    ‘alaihissalam.
  • Penyebutan nama Nabi Muhammad ﷺ. Allah ﷻ berfirman,

الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ الْأُمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوبًا عِنْدَهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ

“Dan orang-orang nan mengikuti utusan tuhan nan ummy (tak bisa membaca dan menulis) yang mereka dapati tertulis di sebelah mereka di dalam Taurat dan Injil.”
(QS. Al-A’raf: 157)

  • Penyebutan sahabat Nabi Muhammad ﷺ. Sang pencipta ﷻ mengomong,

مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ

“Muhammad yaitu Rasulullah, dan cucu adam-orang nan bersamanya mereka itu keras kepada orang-orang ateis dan sangat mencintai sesama mereka, engkau melihat mereka burung laut ruku dan sungkem, mereka mengharap keutamaan dari Almalik



dan keridaannya, ciri idiosinkratis mereka ada pada wajah-paras mereka terbit atsar (bekas) sujud. Demikianlah permisalan mereka di intern Taurat.”

(QS. Al-Fath: 29)

  • Syariat rajam bagi nan berzina. Bani ‘Umar
    radhiallahu ‘anhuma
    menuturkan,

أَنَّ اليَهُودَ جَاءُوا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَذَكَرُوا لَهُ أَنَّ رَجُلًا مِنْهُمْ وَامْرَأَةً زَنَيَا، فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَا تَجِدُونَ فِي التَّوْرَاةِ فِي شَأْنِ الرَّجْمِ». فَقَالُوا: نَفْضَحُهُمْ وَيُجْلَدُونَ، فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سَلاَمٍ: كَذَبْتُمْ إِنَّ فِيهَا الرَّجْمَ فَأَتَوْا بِالتَّوْرَاةِ فَنَشَرُوهَا، فَوَضَعَ أَحَدُهُمْ يَدَهُ عَلَى آيَةِ الرَّجْمِ، فَقَرَأَ مَا قَبْلَهَا وَمَا بَعْدَهَا، فَقَالَ لَهُ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سَلاَمٍ: ارْفَعْ يَدَكَ، فَرَفَعَ يَدَهُ فَإِذَا فِيهَا آيَةُ الرَّجْمِ، فَقَالُوا: صَدَقَ يَا مُحَمَّدُ، فِيهَا آيَةُ الرَّجْمِ، فَأَمَرَ بِهِمَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرُجِمَا، قَالَ عَبْدُ اللَّهِ: فَرَأَيْتُ الرَّجُلَ يَجْنَأُ عَلَى المَرْأَةِ يَقِيهَا الحِجَارَةَ “

“Suatu kali orang-orang Yahudi berkiblat Rasulullah


dahulu mereka mencadangkan bahwa suka-suka sendiri lanang pecah guri mereka dan koteng wanita berzina. Lalu Rasulullah


bertanya kepada mereka, ‘Apa yang kalian dapatkan dalam Kitab Taurat akan halnya permasalahan hukum rajam?’. Mereka menjawab, ‘Kami mempermalukan (membuka aib) mereka dan mencambuk mereka’. Maka Abdullah bin Salam merenjeng lidah, ‘Kalian berdusta. Sesungguhnya di dalam Kitab Taurat ada ikab rajam. Maka mereka pun menghadirkan kitab Taurat dan mereka membacanya, silam riuk seorang di  antara mereka meletakkan tangannya di atas ayat rajam. Kemudian Abdullah bin Salam berkata, ‘Angkatlah tanganmu!’. Maka makhluk itu menggotong tangannya, dan ternyata ada ayat adapun rajam di sana, hingga balasannya mereka berkata, ‘Dia benar, wahai Muhammad. Di dalam Taurat ada ayat tentang rajam’. Maka Rasulullah


memerintahkan kedua orang yang berzina itu agar dirajam. Abdullah bin ‘Umar radhiallahu ‘anhuma berkata, ‘Dan kulihat junjungan-laki itu melindungi wanita tersebut seyogiannya tidak tertimpa lemparan rayuan’.”
([19])

  1. Zabur. Kaidah: “Nabi-nabi nan datang setelah Musa
    ‘alaihissalam
    semuanya berhukum dengan Taurat”. Lalu apa isi Zabur? Para ulama menjelaskan bahwa Zabur sakti pujian-penghormatan kepada Halikuljabbar ﷻ. Qatadah
    rahimahullah
    berkata,

وآتَى دَاوُدَ زَبُوْرًا، كُنَّا نُحَدَّثُ دُعَاءٌ عُلِّمَهُ دَاوُدُ، تَحْمِيْدٌ وَتَمْجِيْدٌ، لَيْسَ فِيْهِ حَلاَلٌ وَلاَ حَرَامٌ، وَلاَ فَرَائِضُ وَلاَ حُدُوْدٌ

“Sang pencipta



mengasihkan Zabur kepada Dawud ‘alaihissalam. Kami dikabarkan bahwa Zabur adalah doa-wirid yang diajarkan kepada Dawud ‘alaihissalam, positif pujian dan pengagungan, enggak ada pada Zabur halal dan haram, tidak juga muatan-kewajiban dan syariat-hukum had.”

([20])

  1. Injil. Injil diturunkan kepada Utusan tuhan ‘Isa
    ‘alaihissalam, dan Injil adalah kitab nan memansukhkan (menghapus) sebagian isi Taurat. Namun tidak semua isi Taurat dimansukhkan, hanya sedikit dari syariat Taurat. Makanya kesannya orang-orang Yahudi tidak cak hendak beriman dengan Injil karena bagi mereka Taurat adalah harga mati, Taurat tidak boleh dimansukhkan. Allah ﷻ berucap tentang bacot ‘Isa
    ‘alaihissalam,

وَمُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيَّ مِنَ التَّوْرَاةِ وَلِأُحِلَّ لَكُمْ بَعْضَ الَّذِي حُرِّمَ عَلَيْكُمْ وَجِئْتُكُمْ بِآيَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَطِيعُونِ

“Dan sebagai Pembenar terhadap Taurat yang ada lega kalian, dan agar aku menghalalkan sebagian yang telah diharamkan kepada kalian sebelumnya, dan ku datang kepada kalian dengan ayat dari Rabb kalian, maka bertakwalah kalian dan taatilah aku”
(Q.S. Ali ‘Imran:50)

Di antara isi Alkitab yang hingga kepada kita:

  • Pengujaran sahabat Rasulullah ﷺ. Allah ﷻ berfirman,

وَمَثَلُهُمْ فِي الْإِنْجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ

“Dan permisalan mereka di n domestik Injil adalah begitu juga mani yang mengeluarkan tunasnya, kemudian recup itu semakin langgeng dulu menjadi besar dan tegak lurus di atas batangnya, tanaman itu menyenangkan penanamnya, karena Tuhan



ingin membuat jengkel makhluk-turunan ateis dengan mereka.”
(QS Al-Fath: 29)

  • Terdapat pelisanan nama Rasul Muhammad ﷺ. Allah ﷻ berfirman,

وَإِذْ قَالَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيَّ مِنَ التَّوْرَاةِ وَمُبَشِّرًا بِرَسُولٍ يَأْتِي مِنْ بَعْدِي اسْمُهُ أَحْمَدُ

“Dan tatkala ‘Isa kacang Maryam berkata: “Wahai ibnu Israil! Sepantasnya aku yakni utusan Allah



kepada kalian bak pembenar terhadap Taurat yang berada di jihat kalian, dan pemberi warta gembira dengan nabi yang kelak nantinya nan bernama Ahmad (jenama lain nabi Muhammad


).”
(QS Ash-Shaff: 6)

Allah ﷻ lagi berfirman,

الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ الْأُمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوبًا عِنْدَهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ

“Dan orang-makhluk yang mengikuti nabi nan ummy (enggak boleh mendaras dan menggambar) nan mereka dapati tercantum di sisi mereka di intern Taurat dan Injil.”
(QS Al-A’raf: 157)

Artikel ini putaran berbunga Buku Ceramah Rukum Iman Karya Ustadz DR. Firanda Andirja, Lc. MA.

_______________________

([1])
Ibnul Qayyim
rahimahullah
berkata,

وَأَمَّا وُرُوْدُهُ لِمَنْ هُوَ مُلْتَبِسٌ بِالْفِعْلِ فَلَا يَكُوْنُ الْمَطْلُوْبُ مِنْهُ إِلَّا أَمْرًا مُتَجَدِّدًا وَهُوَ إِمَّا الاسْتِدَامَةُ وَإِمَّا تَكْمِيْلُ الْمَأْمُوْرِ بِهِ نَحْوُ {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا آمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ}

“Mengenai datangnya fiíl amr (perintah) kepada manusia yang sudah melakukannya (melakukan segala apa yang diperintahkan tersebut), maka tidaklah dituntut darinya melainkan cak bagi melakukan sesuatu yang bau kencur, siapa untuk terus istikamah kerumahtanggaan menjalankannya, atau mungkin buat menyempurnakan hal yang anda diperintahkan dengannya. Seperti firman Allah ﷻ “Aduhai bani adam-orang yang beriman! Berimanlah kalian kepada Allah ﷻ dan utusan tuhan-Nya”. [Badai’u Al-Fawaid, Ibnul Qayyim (4/187)].

Berkata imam Anak lelaki Katsir
rahimahullah,

يَأْمُرُ اللَّهُ تَعَالَى عِبَادَهُ الْمُؤْمِنِينَ بِالدُّخُولِ فِي جَمِيعِ شَرَائِعِ الْإِيمَانِ وَشُعَبِهِ وَأَرْكَانِهِ وَدَعَائِمِهِ، وَلَيْسَ هَذَا مِنْ بَابِ تَحْصِيلِ الْحَاصِلِ، بَلْ مِنْ بَابِ تَكْمِيلِ الْكَامِلِ وَتَقْرِيرِهِ وَتَثْبِيتِهِ وَالِاسْتِمْرَارِ عَلَيْهِ. كَمَا يَقُولُ الْمُؤْمِنُ فِي كُلِّ صَلَاةٍ: {اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ} أَيْ: بَصِّرنا فِيهِ، وَزِدْنَا هُدَى، وَثَبِّتْنَا عَلَيْهِ. فَأَمَرَهُمْ بِالْإِيمَانِ بِهِ وَبِرَسُولِهِ، كَمَا قَالَ تَعَالَى: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَآمِنُوا بِرَسُولِهِ}

“Allah ﷻ memerintahkan hamba-hamba-Nya yang beriman lakukan masuk dalam seluruh syariat iman, baik cabang-cabang, rukun-rukun, dan kusen-tiang iman. Dan yang demikian bukanlah perintah bagi melakukan sesuatu yang sudah ada, akan tetapi engkau teragendakan privat bab menepati yang sempurna, menetapkannya, mengokohkannya, dan istikamah di atasnya. Seperti mana yang dikatakan makanya orang-orang nan beriman di privat salat mereka, “Berilah kami petunjuk kronologi yang literal”. Yaitu, berilah kami ilham di dalamnya dan tambahlah hidayah untuk kami, dan kokohkanlah kami di atasnya. Maka Halikuljabbar memerintahkan mereka lakukan berketentuan kepada-Nya c dan nabi-Nya. Serupa itu kembali firman Allah ﷻ (yang artinya), “Duhai orang-individu yang beriman! Bertakwalah kalian kepada Tuhan ﷻ dan berimanlah kalian kepada nabi-Nya” [Adverbia Al-Qur’an Al-‘Azhim, Ibnu Katsir, (2/434)]

([2])
Allah ﷻ berfirman,

أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا

“Tidakkah mereka mentadaburi dan merenungi Al-Qur’an? Kalaulah Al-Qur’an itu bukan dari Sang pencipta ﷻ maka sungguh pasti mereka akan menemukan pertentangan nan banyak di dalamnya” (QS. An-Nisa’: 82)

Di dalam ayat ini, Yang mahakuasa ﷻ telah mengasihkan ciri khas artifisial anak adam, yaitu “Banyaknya perjuangan manusia di dalamnya”.

([3])
Padri Asy-Syafi’i
rahimahullah
berkata,

وَالسُّدَى: الَّذِيْ لَا يُؤْمَرُ وَلَا يُنهَى

As-Suda
adalah: Lain diperintah dan tidak dilarang” [Ar-Risalah, As-Syafi’i (21)].

([4])
Lihat:
Mu’jam Maqayis Al-Lughah, Ibnu Faris, (5/158).

([5])
HR Al-Bukhari no 6614 dan Orang islam no 2652

([6])
HR Abu Daud no 4710, Anak lelaki Majah no 80, Al-Firyabi di al-Qodr no 116, Ibni Khuzaimah di At-Tauhid 1/120, Ibnu Mandah di at-Tauhid 2/77 no 213, Al-Baihaqi di al-Asmaa’ wa as-Shifaat no 415, Serbuk ‘Awanah di al-Mustakhroj 10/229 no 11613

([7])
Kata tambahan al-Baghowi 5/358

([8])
Lihat : Kata tambahan al-Baghowi 5/358

([9])
HR Al-Bukhari no 3417

([10])
Hidayatul Hayaro fi Ajwibat al-Yahud wa an-Nashoro, Ibnul Qoyyim 2/369

([11])
Yaitu sebagaimana Tuhan sekaligus mewahyukan kepada qolbu Rasulullah tanpa menugasi malaikat.

([12])
Di serong tabir seperti ketika Allah berbicara refleks kepada nabi Musa álaihis salam

([13])
Seperti mana Tuhan mengirim malaikat Rohulkudus bagi menyorongkan firman Tuhan.

([14])
Pernyataan mereka ini telah penulis sanggah -dengan lebih mendalam- di Disertasi dabir yang berjudul نَقْضُ اِسْتِدْلاَلاَتِ دُعَاةِ التَّعَدُّدِيَّةِ الدِّيْنِيَّةِ بِالنُّصُوْصِ الشَّرْعِيَّةِ “Membantah argumentasi para dai pluralisme nan berdalil dengan nas-nas syar’i.”

([15])
Sebagaimana dinukil di
‘Umdah Al-Q
a
ri, Al-‘Aini, (10/259).

([16])
Ibnul Qoyyim berkata :

الأُصُوْلُ الثَّلاَثَةُ الَّتَي اتَّفَقَ عَلَيْهَا جَمِيْعُ الْمِلَلِ وَجَاءَتْ بِهَا جَمِيْعُ الرُّسُلِ وَهِيَ الِإيْمَانُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَالأَعْمَالِ الصَّالِحَةِ، قال الله تعالى: {إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَادُوا وَالنَّصَارَى وَالصَّابِئِينَ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَعَمِلَ صَالِحاً فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ}

“Tiga anak kunci nan disepakati maka itu seluruh agama dan dibawa maka dari itu seluruh Rasul yaitu beriman kepada Yang mahakuasa, berketentuan kepada periode akhir, dan menyumbang shalih. Tuhan merenjeng lidah, “Sepatutnya ada orang-insan mukmin, individu-anak adam Yahudi, orang-makhluk Nasrani dan sosok-orang Shabiin, boleh jadi sahaja diantara mereka yang benar-etis beriman kepada Yang mahakuasa, hari kemudian dan beramal alim, mereka akan mengakuri pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kegalauan kepada mereka, dan tidak (kembali) mereka makan bunga” (QS Al-Baqoroh : 62)” (As-Shawaiq al-Mursalah, Ibnul Qoyyim 3/1096)

([17])
HR. Bukhari, No. 3443.

([18])
Fath Al-Bari
(6/489).

([19])
HR. Bukhari No. 3635 dan Mukmin No.1699.

([20])
Tafsir At-Thabari
(17/470).

Source: https://bekalislam.firanda.com/4825-rukun-ketiga-iman-kepada-kitab-kitab-allah-pendahuluan-1.html

Posted by: gamadelic.com